MENGGALI KUBUR BUAT DIRI SENDIRI
Nama pemakaman itu adalah, desa Setu Lebak, Kampung Kandang, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebelah pemakaman tersebut memang ada rawa-rawa yang dinamakan setu, juga milik almarhum Suparjo Wiroguno, ayah kandung Maryam yang wafat di kampungnya, Pacitan, saat hari raya Idul Fitri tahun 1999 lalu. Sementara ibu kandung Maryam, Siti Nurjanah, wafat tahun berikutnya, tahun 2000 di Rumah Sakit Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

Menggali Kubur Buat Diri Sendiri - Setiap sore Maryam menggali tanah sebelah makam ibunya. Wilayah perkuburan itu merupakan hutan pohon mahoni yang sunyi sepi. Sebuah areal kebun kosong milik keluarganya, warisan ayahnya yang sudah lama meninggal di Pacitan, Jawa Timur. Jarak pemakaman keluarga itu dengan rumahnya, beberapa meter saja. Mungkin, hanya sekitar 400 meter tidak sampai setengah kilometer dari kediamannya. Ya, cukup dekatlah dari rumah Maryam di daerah Duren Mekar, Parung, Jawa Barat.

Nama pemakaman itu adalah, desa Setu Lebak, Kampung Kandang, Parung Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebelah pemakaman tersebut memang ada rawa-rawa yang dinamakan setu, juga milik almarhum Suparjo WIroguno, ayah kandung Maryam yang wafat di kampungnya, Pacitan, saat hari raya Idul Fitri tahun 1999 lalu. Sementara ibu kandung Maryam, Siti Nurjanah, wafat tahun berikutnya, tahun 2000 di Rumah Sakit Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

Tidak ada orang yang tahu aktifitas penggalian makam yang dilakuakn oleh gadis remaja ini. Karena kebetulan aku masuk areal pemakaman suatu senja untuk mencari kamboja putih bakal obat, maka aku menemukan Maryam sedang menggali tanah. Karena Maryam tetanggaku, maka aku mendekatinya dan bertanya, buat apa dia menggali tanah ukuran semeter kali dua meter itu. "Untuk apa kau menggali tanh ini, Maryam?" tanyaku, spontan.

Maryam agak tersentak. Tiba-tiba lalu memberhentikan penggalian. Dengan suara setengah gugup dia menerangkan, bahwa aktivitas menggali itu untuk persiapan jika buleknya, Lek Parti yang sedang sakit parah di rumah sakit umum Cipto Mangunkusumo, Jakarta, wafat, maka di situlah tempatnya. Memang Lek Parti sakit kanker hati kronis dan tinggal menunggu waktu di rumah sakit.

"Kenapa mesti Maryam yang menggali kuburan ini? Kan ada Subur Raharja, tetangga kita yang ahli menggali kuburan. Biar dia nanti yang mengerjakan. Lagi pula Lek Parti itu meninggal enggak tahu kapan. Bisa cepat bisa lambat, tergantung kepada Allah Yang Maha Kuasa. Mana tahu pula justru akan sembuh dan kembali dalam keadaan sehat ke kampung kita," desisku.

Maryam anak gadis yang baru tamat sekolah menengah pertama, SMP Karangdika 2, Parung Bogor, Jawa Barat. Pada tahun ini, dia akan melanjutkan ke sekolah menengah atas, SMA perguruan yang sama dan sudah mendaftar. Abangnya, Hendro Maryadi, sudah membayar uang masuk SMA Karangdika dan Maryam akan mulai bersekolah 20 Juli 2001.

Sedangkan penggalian makam itu dilakukan Maryam tanggal 2 Juli 2001 dan selesai 8 Juli 2001. Enam hari Maryam mengali dan makam itu sudah sempurna, siap untuk dihuni. Panjang makam yang dibuat Maryam dua meter, lebar satu meter dan kedalamannya dua meter setengah.

Pada malam harinya, Maryam mendatangi rumahku. Rumah sederhana yang tidak jauh dari rumahnya di Sawahan Enclek, Duren Mekar. Dengan santun dan lembut Maryam meminta agar aku merahasiakan tentang penggalian makam yang dilakukannya. Aku mengangguk, berjanji untuk memenuhi permintaannya itu. Yaitu merahasiakan penggalian oleh Maryam itu kepada siapapun.

Beberapa saat kemudian, lalu Maryam mencium tanganku sebagai tanda bahagia. Maryam suka sekali mendengar janjiku itu, yaitu janji untuk secara ketat menjadikan apa yang dilakukannya itu sebagai rahasia pribadi. Artinya hanya Maryam dan aku yang tahu tentang adanya usaha Maryam membuat kuburan untuk buleknya itu.

Maryam berterimakasih sekali kepadaku karena aku mau menjadikan hal itu sebagai rahasia yang sangat ketat. Pada saat pamit dari rumahku, Maryam memberikan bungkusan yang ternyata jilbab fasmina warna hitam putih, yang dibelinya dari pasar Parung sebelum ke rumahku.

"Kakak Yusniar tidak pernah lepas berpakaian hijab, untuk itu Mar beliin Kak Yusniar Fasmina ini," lirihnya, sambil tersenyum manis.

Maryam adalah gadis remajan yang cantik. Kulitnya putih, mukanya lonjong, tubuhnya langsing jangkung, mirip peragawati Okky Asokawati ketika muda. Rambutnya tebal terurai panjang hingga ke separuh punggungnya. Untuk itulah, karena kecantikannya, maka tidak heran bila remaja-remaja parung menjulukinya sebgai Pirmadona Duren Mekar, gadis tercantik di kampung kami. Banyak pemuda yang mendekatinya, mengejar bahkan memburu primadona ini. Tetapi Maryam acuh tak acuh, bahkan dia cenderung dingin menanggapi pemuda dari manapun yang berusaha mencuri hatinya.

Bahkan pemuda-pemuda bermobilpun, disambut dingin oleh Maryam. Dia suka berteman dengan siapapun. Baik kepada lelaki maupun wanita. Tetapi Maryam tidak mau pacaran. pertimbagnannya, selain karena dia masih muda, tetapi juga dia sangat memegang pesan ibunya, yaitu tidak boleh pacaran hingga dia selesai kuliah. Ibunya sangat ingin melihat Maryam diwisuda sebagai sarjana lalu bekerja dan barulah menikah setelah berkedudukan baik di pekerjaannya.

Maryam selalu teringat kepada pesan ibunya ini. Bahkan karena sangat setianya dia memegang almarhumah ibunya, dia sampai jarang main keluar rumah. Kerjanya setiap hari belajar dan belajar. Jika tidak belajar, dia membuat kerajinan tangan, lukisan benang, kristik, yang sangat indah juga artistik.

Di rumah warisan ayah ibunya itu. Maryam hanya tinggal berdua dengan Kangmasnya, Teguh Juwarno. Teguh bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemda DKI Jakarta, yang membiayai kebutuhan Maryam sepeninggal orang tua mereka. Teguh Juwarno sudah punya calon istri, namanya Maimunah, gadis keturunan Arab bermarga Al-Habsyi dari daerah Kwitang. Senen, Jakarta Pusat.

Hubungan Maimunah dengan Teguh Juwarno ditentang keras oleh orangtua Maimunah yang fanatik. Mereka yang keturunan nabi, menolak Maimunah menikah dengan anak pribumi, apalagi orang Jawa. Mereka tidak mau anak mereka, Maimunah yang Syarifah menikah dnegna kaum ahwal, kaum pribumi seperti Teguh Juwarno.

Akibat penentangan keluarga itu, maka Maimunah dan Teguh menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi. Jika abah Maimunah dan uminya pergi, Habib Abdullah Al-Habsyi dan Syarifah Umi Kalsum Alatas tugas ke luar negeri, barulah Maimunah datang ke Duren Mekar menemui Teguh Suwarno sang kekasih.

Teguh Juwarno lalu mengantarkan Maimunah ke Kwitang bila saatnya Maimunah sudah mau pulang. Selama Maimunah datang, Teguh yang santun itu membuka semua pintu, jendela-jendela dan mereka hanya ngorbol di ruang tamu secara terbuka. Teguh Juwarno berusaha menghindari gosip warga dan dia sangat menjaga marwah kekasihnya itu.

Lagi pula, bila ada Maimunah di ruah mereka, pasti Maryam menemani. Maryam diminta Teguh Juwarno untuk tidak meninggalkan mereka berdua saja karena takut iblis mengambil peran dan Teguh gelap mata kepada kekasihnya yang cantik juga anggun itu. Teguh dan Maryam adalah dua adik beradik yang taat ibadah. Mereka rajin sembahyang lima waktu, mendatangi pengajian dan sedekah. Setiap bulan Ramadhan menjelang lebaran, mereka membagikan sembako untuk seluruh warga kurang mampu.

Teguh dan Maryam keliling membawa paket sembako dan membagikannya. Karena jabatannya di DKI cukup bagus , maka Teguh Juwarno jadi seperti ATM hidup, tempat orang-orang terdesak meminjam uang. Pinjaman itu bukan saja tanpa bunga, tapi sangat longgar, kapan saja punya, baru boleh diekmbalikan. Saya malah pernah mengutang uang dan membayar baru setahun kemudian. Jangankan menagih, bertanya sedikitpun, tidak dilakukan oleh Teguh Juwarno kepadaku sebagai penghutang.

Teguh Juwarno dan Maryam adalah dua orang warga Duren Mekar yang sangat disukai semua orang. Mereka sopan, santun dan sangat menghormati orang lain. Maka itulah tetangga sangat respek kepada keduanya. Ganteng dan cantik, baik hati keduanya dan sosial banget. Itulah Maryam dan Teguh Juwarno, dua anak yatim piatu yang kini sudah semakin dewasa yang diidolakan banyak warga.

Karena tugasnya di Dinas Pariwisata DKI. maka Teguh Juwarno satu hari dikirim ke luar negeri untuk waktu dua bulan lamanya. Teguh Juwarno ditugaskan ke Rio Jeneiro, Brazil untuk belajar tentang kewisataan di negeri Ronaldinho itu. Sebelum berangkat, Teguh Juwarno datang ke rumahku. Teguh Juwarno menitipkan adiknya Maryam kepadaku.

"Kak Yusniar, tolong jagain Maryam selama aku ke luar negeri ya. Jika perlu Maryam tidur di rumah kak Yusniar saja, atau Kak Yusniar yang tidur menemani Maryam di rumah kami," pinta Teguh Juwarno kepadaku.

Sebagai gadis tua, aku memang tidak banyak kesibukan. Sesekali aku berjualan parfum keliling kampung, parfum buatan Paris yang dimodifikasi hingga harganya terjangkau bagi warga kami. Selain parfum aku juga dagang busana, tas dan sepatu merek Sofie Martin, MLM, yang telah aku geluti sebagai member setahun belakangan ini. Hasilnya lumayan, cukuplah untuk biaya hidup ku sendiri, gadis tua yang tidak punya keluarga lagi. Sama dengan Maryam dan Teguh Juwarno yang ditinggal mati orangtua.

Karena aku dipercaya untuk menjaga Maryam, maka aku betul-betul bertanggung jawab pada amanah yang Teguh percayakan. Setiap hari aku berada di rumah Maryam dan mengurusnya dengan telaten. Tapi untunglah, Maryam juga bisa memasak, maka itu bergantian denganku masak. Jika maryam masak, aku berbenah, menyapu rumah, mengepel dan membersihkan halaman. Jika aku yang memasak, sebaliknya Maryam yang berbenah.

Semua urusan rumah tangga, urusan Maryam rapi aku buat. Setiap malam Maryam mengaji, baca Al-Quran dan tahajud setelah tidur. Namun setelah seminggu aku di rumahnya, Maryam tidak lagi sholat malam dan dia mengunci diri kamar tidurnya. Sedangkan aku, tidur di kamar bekas ibunya, seorang diri, sesuai permintaan Teguh Juwarno sebelum berangkat ke Brazil. Kamar tidurku dan kamar Maryam bersebelahan. Bagian tengah rumah mereka yang besar itu. Rumah di atas tanah seluas 800 meter, rumah yang berhalaman luas yang terdapat kolam ikan di sampingnya.

Karena penasaran, satu malam aku ketuk kamar Maryam dengan niat menyuruhnya sholah tahajud. Pada saat itu jam dinding menunjukkan angka 23.45 hampir tengah malam. Arkian, ternyata kamar Maryam kosong dan kamar itu ditutup tapi tidak terkunci. Aku mencari Maryam ke mana-mana, namun tidak aku temukan. Aku kembali lagi ke kamarnya dan menemukan secarik kertas berbentuk surat yang ditujukan kepadaku. Kertas itu terletak di meja belajarnya, dengan tulisan huruf kapital semuanya.

"Kak, bila kakak menemukan surat ini dan mengetahui aku tidak ada di kamar, aku berada di makam ibu," tulisnya.

"Tengah malam ke tengah makam? Apa yang dilakukan di makam dan untuk apa dia ke sana di kegelapan yang mengerikan ini?" tanyaku, dalam batin. Walau ada rasa takut, karena tangung jawab sesuai amanah Teguh Juwarno, aku segera mengambil senter besar dan pergi ke makam Setu Lebak.

Dengan membaca doa aku melangkah menuju makam dalam kegelapan. Keadaan kampung sangat sepi, sunyi karena semua orang tertidur. Hanya ada aku sendiri menyusuri kegelapan menuju kuburan.

Seumur hidupku, baru malam itulah aku ke kuburan di tengah malam. Aku lalu membayangkan banyak setan, kuntilanak dan hantu genderuwo di pemakaman malam itu. Tapi benarkah Maryam yang cantik itu ke makam ibunya? Apa maksud dan apa pula hal yang dilakukannya di makam ibunya itu? Pertanyaan membuncah beragam bayangan di benakku malam itu. Namun aku terus melangkah menujut Setu Lebak, pemakaman yang dikenal angker dan banyak ditakuti warga tersebut.

Senter aku terus membimbing aku menemukan jalan setapak menuju makam ibunya Maryam. Benar saja, setelah aku  sampai di makam itu, aku melihat Maryam sedang duduk di dalam makam kosong yang digalinya beberapa waktu lalu. Matanya tepejam menghadap kiblat. Maryam sedang melakukan semacam semedi, tangannya dilipat di dada dan dia memjamkan matanya sambil berdzikir. Bibirnya komat kamit kecil membacakan Subhanallah, Alhamdulillah, Lailahaillallah, Allahu Akbar. Dzikir inti itu dia ucapkan berulang hingga ribuan kali malam itu.

Aku tidak mau mengganggu Maryam dan aku pun ikut berdzikir hingga pagi hari. Ketika adzan Subuh terdengar, barulah kami pulang dan sembahyang Subuh bersama di rumah.

Malam berikutnya, aku tertarik ikut serta berdzikir di dalam makam yang digali Maryam itu. Kami mengunakan karpet dan bantal pengganjal lalu kami berdua berkonsentrasi, berdzikir kepada Allah SWT, berserah diri dan menggantungkan diri secara totoal kepada-Nya.

Cinta kami hanyalah kepada Allah. Rasa hormat, rasa sayang Maryam hanyalah kepada Allah SWT dan hanya kepada beliaulah dia mengabdi, berjuang dan meleburkan diri. Hingga saat ini, Maryam menjadi seorang sufi wanita, ahli tasawuf yang secara totoal bekerja di jalan Allah. Dia menjadi seorang ustadzah di Afganistan dan hidup di tengah masyarakat Taliban di negeri konflik tersebut.

Karena kedekatannya kepada Allah, Maryam saat ini menjadi juru penyembuh, mengobati orang terluka secara supranatural akibat perang. Maryam juga mampu membelokkan roket musuh dan mementahkan rudal, peluru mematikan itu mati sebelum mengenai sasaran. Maryam tidak menikah dan menjadi relawan di Afganistan. Dia bermukim di kota Kabul, kota Meymanam dan juga Puscat. lawan Maryam adalah para pembunuh sadis Amerika dengan senjata pemusnah massal canggih. Tentara-tentara kiriman negara luar yang manapun dilawannya, militer yang merangsek masuk Afganistan dan membunuh muslim di situ.

Sebelum berangkat ke Afganistan, Maryam mengobati Bulek Parti, adik ibunya yang divonis mati oleh dokter. Setelah diobati, Bulek Parti yang tidak berpengharapan hidup, menjadi sembuh total dan kini sehat wal'afiat hidup bersama Maryam di Kabul Afganistan. Namun, pada saat saya menonton televisi Al Jazirah, Arab Saudi, aku melihat wajah Maryam yang diwawancara dalam bahasa Arab. Namanya, Maryam Mahardhika, Maryam yang merdeka, yang hidup dalam sufisme dan mengerjakan amar ma'ruf nahi munkar di wilayah konflik itu.

Sementara itu, Teguh Juwarno berhasil mendapat restu menikah dengan Maimunah. Maryam telah meritual Habib Abdullah Al-Habsyi yang keras, lalu berhasil melunak kepada Teguh Juwarno dan menikahkan anak mereka.

Kini, Teguh dan Maimunah tinggal di Brazil dan Teguh menjadi staf kedutaan Indonesia di Rio de Jeneiro. Sementara aku, ditarik Teguh Juwarno ke Brazil dan membuka rumah makan Indonesia di Pantai Levina, Brazilia. Alhamdulillah rumah makan ku maju pesar dan semua warga Indonesia dan orang Brazil yang pernah tinggal di Indonesia makan di restoran kami. Pekan lalu, Maryam dan Bulek Parti datang ke Rio De Jeneiro dan kami jalan-jalan ke semua tempat wisata indah di Brazil.

Pada saat kami naik Gunung Andes di Chili, aku melihat bagiamana ilmu Maryam begitu tinggi. Dia mampu mengecilkan dirinya, menghilangkan dirinya, masuk ke dalam batang pohon. Suaranya ada, tetapi kami tidak dapat melihat sosoknya. Memang, sejak menjadi sufi wanita, begitu banyak kelebihan gaib yang dikuasai oleh Maryam.

Kemampuan supramistik hebat itulah yang membuat Maryam sangat digandrungi pasien di kota Kabul, Afganistan. Selain mengobati oran gsakit parah, Maryam juga mampu menyantet dan menahan santet. Baik santet tingkat sedang maupun santet terberat, santet yang mematikan manusia dengan kekuatan jin.

(Kisah ini dialami Yusniar van Brazilia, Henny Nawani menulis cerita itu untuk Kita Semua)



Nawani, Henny. 2013. Majalah Misteri Edisi 568. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.