KUDAPATKAN SI JELITA VIA JIMAT PAGARBUMI
Kudapatkan Si Jelita Via Jimat Pagarbumi
 

Menuju Christmas Island, Australia, Maria pergi dan aku tidak tahu lagi kapan Kapal Lamerha Dream telah melepas sauh. Istana besi itu telah berlayar menuju selatan pulau dewata. Maria Magdalena berlayar bersama ibu dan ayahnya. Kedua orangtua yang sangat dicintainya. Kapal mereka meninggalkan pelabuhan tua, Bali Sea, lalu memecah ombak Samudera Hindia dia akan kembali. Maria Magdalena melambaikan tangan kepadaku dengan lembut, sendu dan gundah gulana. Dia meninggalkan diriku dnegna hati yang terguncang, galau, bahkan supergalau, bergemuruh dengan cinta yang terputus, terhempas dalam hati sanubariku yang paling terdalam. Maria harus pergi. Dia dipaksa ayah dan ibunya untuk memisahkan diri dariku.

Kudapatkan Si Jelita Via Jimat Pagarbumi - Arkian karena kedua orangtua tidak menyukaiku, di antaranya karena aku orang miskin, maka mereka berkeras mengambil Maria Magdalena dari tanganku. Duh Gusti, rasanya perpisahan itu begitu berat. Perceraian paksa itu bagaikan figura yang diambil dari sebuah karya maestro lukisan. FIguranya terangkat dan lukisan indah itu bagaikan tanpa daya tarik lagi. Mati bersama kepedihan. Sehingga tak ayal, diriku pun bagaikan tercampakkan ke dalam bak sampah yang terpinggirkan. Sama  juga seperti setangkai bunga mawar wangi yang dipetik dari ranting induknya. Pada saat pohon dan rantingnya mengering dan terancam punah.

Setelah pohon itu mati, kembangnya dibawa pergi untuk kemudian dijadikan penghias pot di rumah idaman mereka yang indah di Sydney, Australia. Dialah, kekasihku, cintaku dan sayangku, Maria Magdalena.

"Tuhan, kembalikan dia kepadaku. Dia milikku dan aku sangat membutuhkannya," bisikku, dalam batin.

Di depan orangtuanya, Maria Magdalena menangis. Kami lalu berpelukan erat sebelum kami berpisah. Dermaga tua Barbarian, Bali Timur, menjadi saksi bisu tentang cinta kami. Aku sangat mencintai Maria Magdalena, dan dia pun sangat mencintai aku. Tetapi karena egoisme orantua, maka cinta  itu dihancurkan. Maria Magdalena dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Memilih terus hidup bersamaku atau dilepaskan hubungan dengan orang tuanya.

Perkenalanku dnegan Maria Magdalena begitu sederhana. Yaitu saat dia menyumbangkan suara emasnya di cafe Bossanova Romantika di lobby hotel Nirwana Beach, hotal berbintang empat di pantai Sanur, Denpasar, Bali. Saat itu Maria Magdalena sedang melakukan surver di Bali dan menginap di Nirwana Beach Resort. Sebagai pemain solo keybord di hotel milik konglomerat Bali, Putu Gde Suwardhika itu, aku mengiringi Maria magdalena menyanyi. Maria membawakan lagu The Greatest Love of All yang dipopulerkan WHitney Houston.

Maria Magdalena menyanyikan lagu itu yang terinspirasi kisah kehidupan petinju Muhammad Ali itu, dibawakan dengan sangat sempurna oleh Maria Magdalena. Semua pengunjung cafe terpesona dan memberikan aplaus kepada Maria Magdalena. Tapi, di luar dugaan, Maria Magdalena justru mengapresiasi aku. Dikatakannya, yang bagus itu bukan yang menyanyi, tetapi pemain solo keybord yang jago.

"Untuk itu mari kita beri aplaus yang meriah untuk Ferdinand Sunarya," teriak Maria Magdalena kepada penonton. lalu, aku pun mendapatkan aplaus yang meriah dan aku benar-benar tersanjung.

"Terimakasih banyak kamu telah memberikan dorongan penonton untuk mengapresiasi saya. Thanks very much!" bisikku, kepada Maria magdalena setelah usai menyanyi. Malam itu, Maria memberikan kartu nama kepadaku dan aku memberi kartu nama kepadanya. Kami saling bertukar alamat dan kartu nama.

Malam itu, aku baru tahu bahwa Maria Magdalena tinggal di Sydney dan besar di sana. Walau dia lahir dan besar di sana, tapi Maria magdalena sangat pintar berbahasa Indonesia. Bahkan Maria Magdalena sangat fasih berbahasa Manado.

Saat itulah aku menyatakan rasa suka ku, rasa simpatik ku kepada Maria Magdalena.

Namun, di luar dugaan, cintaku mendapat balasan dair Maria Magdalena. Dia memegang jariku dan kamu pun berciuman mesra. Bulan purnama Pantai Sanur, tengah malam itu, membawa kami ke dalam gelombang cinta yang romantik dan kami berdua pun, sangat berbahagia.

Setiap hari aku bersama Maria Magdalena. Aku menemai dia ke mana pun bila aku sedang libur main musik. Kami pergi ke Tabanan, Klungkung, Danau Batur, dan ke Pulau Gili Trawangan. makin hari kualitas cinta kami makin membaik dan akhirnya, cinta itupun kami sakralkan dengan pernikahan di gereja kharismatik Denpasar, Bali, 12 November 2008.

Pernikahan itu tanpa memberi tahu keluarga Maria Magdalena di Australia dan keluargaku di Jakarta. Setelah menikah, kami tinggal serumah di rumah sederhana kontrakanku di Jalan Gambnuh, Denpasar Tengah, Bali. Dari satu rumah, Maria Magdalena menambah uang kepadaku untuk mengontrak dua rumah milik keluarga Alit Suwadek Arnawe itu. Satu rumah untuk menerima tamu-tamu kami, yang satu lagi sebagai tempat kami istirahat. Tamu ku sangat banyak, tamu Maria magdalena juga banyak. Terutama dari kalangan bisnis wisata, sesuai dengan lingkup survey kewisataan yang dilakuakn Maria Magdalena.

Maria Magdalena diutus oleh perusahanan jasa wisata di Sydney untuk survey di Bali dan Lombok. Misi itu dilakukan Maria Magdalena karna dia akan dijadikan manager sebuah usaha jasa pariwisata di Perth, Australia. Maria yang sarjana bidang tourist dan travel itu, sangat dibutuhkan untuk menempati posisi general amanger di Perth Travel, restourant dan budaya. Karena membutuhkan penelitian mendalam di tiga bidang keilmuan itu, maka Maria magdalena diberi waktu tiga bulan tinggal di Bali. Dia ditempatkan di hotel Nirwana Beach selama tiga bulan dengan biaya Rp 100 juta. Karena Maria Magdalena tinggal bersama ku di luar hotel, maka Rp 50 juta diuangkan dan digunakan untuk mengontrak rumah dan biaya hidup kami.

Ketika kami sedang menikmati kehidupan percintaan, di luar dugaan Pak Franku Pangalila dan nyonya datang ke Bali tanpa memberitahukan berita kedatangan itu kepada anak mereka. Mereka datang ke hotel Nirwana Beach dan terkejut mengetahui Maria Magdalena tidak di hotel itu lagi. Maria Magdalena memang tidak memberitahukan tentang pernikahannya denganku. Juga tidak memebritahukan ayahnya bahwa dia sudah tidak tinggal di hotel lagi.

Berdasarkan info akurat dari manager Nirwana Beach, Pak Franku Pangalila dan istri mendatangiku ke rumah kontrakan kami di Jalan Gmabuh Denpasar Tengah. pak Franku Pangalila marah besar kepadaku. Mereka menganggap aku telah menculik dan melarikan anak mereka dari hotel. Aku ditempeleng keras oleh Pak Franky Pangalila dan Maria Magdalena memisahkan penganiayaan itu. Saat Pak Franku Pangalila akan menendangku, Maria magdalena yang ban hitam karate itu, menahan tendangan itu dan perutku selamat dari hantaman. Jika tidak ditahan oleh Maria magdalena, maka aku bisa mati oleh tendangan sepatu lars yang digunakan Pak Franku Pangalila itu.

Hingga saat ini, aku teringat terus bagaimana kebaikan hati Maria Magdalena untuk menyelamatkan nyawaku. Papa nya yang kalap, saat itu, jika tidak diredakannya, maka nyawa taruhannya. Perutku bisa jebol dan aku tidak bisa bernafas lagi. Namun hidungku patah dan bibirku pecah pada hantaman pertama. Tetangga yang bekerja sebagai pengacara memprovokasi aku agar aku menggugat secara hukum Franky Pangalila. Dia katakan, apa yang dilakukan oleh Franky Pangalila itu adalah penganiayaan dan dia terkena pasal pidana.

Jujur, bila mengikuti nafsu dan gerinjang emosiku, sudah sepantasnya aku melaporkan Franku Pangalila itu ke polisi. Dia akan ditahan di kantor Polsek dan baru bisa keluar bila kasus itu ke meja peradilan. Tetapi, karena aku meninmbang istriku, Maria Magdalena, dan menganggap mereka tetap mertuaku, maka aku tidak berniat sedikitpun untuk memenjarakan mereka. Bu Franku, Bu Cherrry Yvonne pangalila, juga harus terkena pasal pidana karena ikut serta bersama suaminya menganiaya aku. Dengan sepatu hak tinggi yang dipakainya, Bu Cherry Yvonne Pangalila melemparkan sepatuitu dan telah terkena batang hidungku. Hidungku berdarah-darah dan tulang hidungku patah.

Singkat cerita, Maria Magdalena diambil orangtuanya. Dia dipaksa untuk segera pulang ke Australia. Mulanya, Maria Magdalena menolak. Dia akan tetap bersamaku karena aku suaminya. Tapi dengan keras orangtuanya memberi ultimatum, pilih aku atau pilih mereka. Jika Maria magdalena akan memilih aku, maka dia akan dikeluarkan dari keluarga dan seumur hidup tidak boleh ketemu mereka lagi.

Membaca keadaan genting dan parah, timbul rasa kasihanku kepada Maria Magdalena yang diultimatum keras, maka aku mengalah. Aku memberikan sinyal supaya Maria Magdalena mengalahkan aku dan menurut kata orangtuanya untuk kembali ke Australia sore itu juga. Dengan jantung berdebar hebat dan airmata, aku terpaksa bahkan sangat terpaksa melepas Maria Magdalena untuk kembali ke kampungnya di Sydney meninggalkan aku. Maria juga menangis dan sangat berat meninggalkan aku. Tetapi, orangtuanya juga penting dan dia akan berdosa besar apa bila memilih aku dan meninggalkan keluarganya.

Untuk itu, solusinya, Maria Magdalena ikut orangtuanya dan pergi menjauh dari kehidupanku. Namun, aku berkata kepadanya, apabila Tuhan telah menggariskan bahwa kami berjodoh, entah kapanpun, kami akan bersama lagi. Tidak ada seorang raja besar pun, dapat mencegah bila jodoh itu telah digariskan Tuhan untuk kita. Maria Magdalena mengangguk sampai berlinang air mata.

Karena Pak Franky Pangalila harus mengawal kapal milik perusahaan tempatnya bekerja di Sydney, maka mereka berlayar dengan kapal itu ke Christmast Island, Australia. Kapal itui di tingal di Pulau Christmast lalu mereka terbang dengan pesawat ke Perth lalu melanjutkan perjalanan dengan pesawat pula ke Sydney. Maria Magdalena pun dibawa bersama dengan kapal itu, mereka berlayar menyusuri Samudera Hindia lalu memasuki wilayah kepulauan Chrismast Island, pulau kecil di tengah Samudera Hindia yang dulunya milik Amerika Serikat yang sekarang dikuasai Australia.

Pikiran dan perasaanku sangat kacau setelah Maria Magdalena pergi. Aku mendatangi Kanjeng Gusti Pagarbumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kanjeng Gusti adalah dukun yang aku kenal di cafe, di mana dia sangat suka menyanyi bersama keybord ku di hotel tempatku bekerja. mKanjeng GUsti suka sekali dan bagus banget menyanyikan lagu My Way karya Paul Anka. Suaranya mezzo bariton mirip Frank Sinatra.

Pernah aku mendengar sebuah pepatah. Bunyinya: apabila cinta ditolak, dukun yang bertindak. Akupun begitu, tetapi bedanya cintaku telah bersambut dan tertaut, tetapi justru untukku, mertua yang menolak. Mereka tidak mau anak mereka menikah dengna orang miskin seperti aku. Profesiku sebagai pemain musik dihina dan dilecehkan oleh mereka. Kata mereka, aku tidak lebih dari seorang pengamen malam di hotel. Penghibur yang mengharapkan uang recehan dari para tamu.

"Tidak ada yang tidak mungkin di kolong langit ini, selagi kita mau ber-ikhtiar dan berdoa dengan khusu'. Ikuti mantra-mantra saya dan jalani perintah gaib. Wanita bernama Maria Magdalena akan menjadi istrimu dan Franky Pangalila dan istrinya akan tunduk kepadamu dan aku diizinkan nikah dengan anak mereka!" desis Kanjeng Gusti Pagarbumi, di rumahnya yang mewah di Mataram, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Aku dibimbing Kanjeng Gusti membaca mantra, cara-cara membaca mantra dan puasa-puasa syareat yang harus aku jalani. "Sesuatu yang tidak mungkin akan menjadi mungkin bila Allah menghendaki," kata Kanjeng Gusti Pagarbumi, meyakinknku. Selain mantra, aku diberi jimat pemikat. Nama jimat pemberian Kanjeng Gusti itu, adalah: Jimat Sakti Pagarbumi.

Setelah mempelajari mantra Kanjeng Gusti dengan serius, akupun diberi ijazah dan diperbolehkan pergi. Dari bandara Selaparang, Lombok Tengah, NTB, aku terbang ke Sydney untuk menemui Maria Magdalena. Sesampainya di Sydney Airport, aku pergi ke Kingcross, Sydney Pusat, tempat usaha keluarga Franky Pangalila. Aku masuk ke restoran dan bertemu langsung dengan Franky Pangalila yang galak. Dengan rasa percaya diri yang tinggi bersama jimat dan mantra-mantra, aku minta izin resepsiopnis untuk menemui general manager mereka yang orang Indonesia. Setelah diizinkan masuk ke ruangannya yang besar itu, aku langsung mengetuk pintu dan menjabat tangannya.

Reaksi jimat sakti yang kupakai luar biasa cepat. Pada saat kujabat tangannya, Franky Pangalila langsung memeluk tubuhku. Aku pun memeluk dirinya dengan hangat. Franky Pangalila menangis, menyatakan penyesalannya memukul aku dan dia meminta maaf sedalam-dalamnya kepadaku. Aku hanya tersenyum dan memberi sinyal memaafkan. Franky Pangalila langsung saat itu juga pamit dengan stafnya untuk membawa aku ke rumah mereka di Boni Beach. Sebuah rumah mewah dengan pemandangan laut Australia yang indah, dengan kolam renang dan seni eksterior yang luar biasa asri. Begitu aku masuk, Maria Magdalena menyambutku dengan tangisan. Kami berdua menangis dalam pelukan yang hangat. Kami tenggelam dalam gelombang cinta yang bergemuruh. Kami berciuman hangat tanpat menghiraukan siapapun, termasuk Franky Pangalila yang galak.

Di luar dugaanku, Franky Pangalila dan ibu Cherry Yvonne Pangalila, langsung merencanakan pernikahan ulangku dengan Maria Magdalena. Aku dipaksa tinggal di rumah mereka dan satu kamar tidur dengan Maria Magdalena yang jelita. Kami tenggelam dalam cinta sejati, kemesraan dan kehangatan sepasang kekasih pecinta.

Seminggu aku di Sydney bersama Maria Magdalena, Franky Pangalila, yang belakangan aku panggil papi, menikahkan ulang kami di gereja kharismatik Sydney. Setelah itu mereka mengundang semua relasi untuk menghadiri pesta taman besar di rumah mereka. Resepsi pernikahanku dengan Maria Magdalena yang anggun.

Papi Franky Pangalila memerintahkan aku main musik di Kingkross. Aku segera mengajukan surat pengunduran diri di hotel tempatku bekerja dan memberikan penggantiku, temanku Iponk Ceha untuk main di situ. Kini aku bermain musik setiap malam dengan ditemani istriku Maria Magdalena di Carvera Music Lounge memainkan musik semi jazz. Maria Magdalena yang bersuara indah, sesekali menjadi penyanyiku dan kami berduet membawakan lagu-lagu Peabo dan Andreas.

Sementara itu, Maria Magdalena tidak jadi tinggal di Perth karena dia dipercaya mengelola hotel baru berbintang di dekat Victoria Bridge. Hingga kini aku dan Maria bermukim di Sydney. Namun sesekali kami pulang ke Bali dan menikmati udara Bali dan wisata budaya Bali yang maha indah. Terima kasih Kanjeng Gusti, terima kasih Tuhan, telah mempertemukan kembali aku dengan istriku yang sangat aku cintai. Thanks God, Thanks very much at all.

(Kisah ini dialami oleh Ferdinand Sunarya, pemusik jazz KIngcross, Australia. Yudhistira Manaf menulis cerita itu untuk kita semua)



Manaf, Yudhistira. 2013. Majalah Misteri Edisi 568. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.