KAWAH SIKIDANG
Karena mukim di suatu daerah yang sulit untuk mendapatkan air guna keperluan sehari-hari, maka putri Shinta Dewi pun meminta kepada sang pagneran untuk dibuatkan sumur yang dalam...

Kawah Sikidang - Diceritakan, ratusan tahun silam, di Dataran TInggi Dieng, mukim seorang dara jelita di sebuah istana yang demikian indah dan megah dikelilingi tanaman bebungaan yang mengeluarkan aroma surgawi dan segarnya udara, yang bernama Shinta Dewi. Kecantikannya mengundang decak kagum siapa pun yang melihatnya, namun sayang, walau sudah dilamar oleh banyak pangeran, tetapi, belum ada satu pun yang berkenan di hatinya. Maklum, Shinta Dewi selalu menuntut mas kawin dalam jumlah yang sangat banyak. Itulah sebabnya kenapa banyak pangeran yang terpaksa mengurungkan segala niatnya.

Hingga pada suatu ketika, Kidang Garungan, seorang pangeran yang kaya raya bermaksud untuk melamar Shinta Dewi. Ia yakin, dengan segala yang dimilikinya. Shinta Dewi pasti akan mau menerima pinangannya. Untuk itu, ia lalu memanggil orang kepercayaannya; "Sampaikan lamaranku pada Shinta Dewi," perintahnya.

"Dan katakan, aku sanggup memenuhi segala apa yang dimintanya," tambahnya lagi.

"Ampun pangeran, segala perintah akan hamba laksanakan sebaik-baiknya," jawab orang kepercayaannya itu seraya mohon diri untuk segera berangkat.

Singkat kata, sesampainya di istana Shinta Dewi, utusan Pangeran Kidang Garungan pun menyampaikan maksud dan tujuannnya. Dengankata-kata yang halus dan takzim, salah seorang utusan pun berkata;

"Ampun, Tuan Putri, kami adalah utusan Pangeran Kidang Garungan yang sengaja datang untuk menyampaikan lamaran beliau."

"Ha... ha... ha... hai utusan, tak tahukan engkau sudah berapa banyak pangeran yang gagal memenuhi permintaanku? Lalu, berapa banyak mas kawin yang disanggupi oleh junjungan kalian untuk melamarku?" Tanya Shinta Dewi dengan sinis.

Sesaat keheningan menyungkupi balairung dan kemudian dipecahkan dengan suara; "Berapapun yang Tuan Putri sebutkan, Pangeran Kidang Garungan pasti akan memenuhinya," jawab utusan itu dengan mantap.

Sesaat Shinta Dewi terdiam. Baru sekali ini ada pangeran yang nekat memberikan apa yang dipinta sambil sejenak mereka-reka ketampanan wajah Pangeran Kidang Garungan.

"Jika dia kaya, pasti tampan dan gagah perkasa," demikian bisik hati Shinta Dewi.

"Baik... jika begitu aku terima lamarannya", demikian kata Putri Shinta Dewi mantap.

"baik Tuan Putri, akan hamba sampaikan apa yang baru saj apaduka katakan. dan perkenankanlah kami untuk segera pulang," sahut utusan Pangeran Kidang Garungan dengan nada gembira dan wajah yang cerah.

Ketiak utusan tiba di istana, Kidang Garungan pun mendengarkan berita itu dengan hati yang tak kalah gembira. ia pun menari-nari dengan gembira selama beberapa saat. Dan setelah itu, ia segera memerintahkan segala pejabat istana untuk mendampingi dirinya berkunjung ke istana Putri Shinta Dewi untuk membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahannya.

"Besok pagi-pagi sekali, kita berangkat bersama-sama," kata Pangeran Kidang Garungan dengan lantang.

"Dan persiapkan segala sesuatunya dengan sempurna. Jangan sampai memalukan!" tambahnya lagi.

Sontak, seluruh pejabat kerajaan pun sibuk dibuatnya. Ada yang sengaja mempersiapkan mas kawin berupa emas, intan, berlian, sementara, di tempat lain ada pula yang mempersiapkan berbagai macam hadiah untuk Putri Shinta Dewi sedang para pengawal dan orang-orang kepercayaannya, mempersiapkan kuda terbaik yang besok bakal ditunggangi oleh sang pangeran.

Esoknya, rombongan Pangeran Kidang Garungan pun berangkat menuju ke Istana Putri Shinta Dewi. Singkat kata, sesampainya di sana, mereka disambut dengan amat meriah, aneka makanan dan hiburan tampil silih berganti namun, ketika Pangeran Kidang Garungan bertemu dengan Putri Shinta Dewi, sang putri pun terkejut nyaris tak sadarkan diri.

Betapa tidak, alih-alih tampan, ternyata, Pangeran Kidang Garungan adalah sosok yang berbadan manusia tetapi berkepala kidang (kijang-bahasa jawa).

"Ternyata Pangeran Kidang Garungan tidak sesuai khayalanku," demikian bisik hatinya.

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, walau amat kecewa, tetapi, ia sudah terlanjur menerima lamarannya. Kini, yang ada dalam benaknya adalah mencari cara agar pernikahan itu tidak terjadi. Syarat itu pun di dapat, dengan senyum manis, Putri Sinta Dewi pun berkata; "Wahai Pangeran Kidang Garungan, ketahuilah, kami mukim di daerah yang sulit mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari. Untuk itu, sempurnakanlah niat Kakanda dengan membuat sumur yang besar dan dalam. Dan dinda belum mau menikah sebelum sumur itu selesai Kakanda kerjakan."

Pangeran Kidang Garungan yang sudah mabuk cinta itu tak lagi berpikir panjang. Ia langsung saja berjanji dapat memenuhji permintaan bakal calon istirnya itu. "Baik Dinda, segala yang diminta pasti kakanda bakal penuhi," kata Pangeran Kidang Garungan dengan mantap.

Untuk kedua kalinya Putri Shinta Dewi terhenyak. Munkinkah ia mampu membuat sebuah sumur yang besar dan dalam itu dalam waktu singkat?

Pertanyaan ini tak jua terjawab sampai sang pangeran berangkat ke suatu tempat yang sengaja ditunjuknya untuk membuat sumur. Dengan kesaktiannya, tangannya dengna cepat dan tangkas menggali tanah dan sesekali ia pun menggunakan tanduknya untuk mengikis tanah yang demikian keras dengan tanpa mengenal lelah.

Rasanya lelah sulit untuk dirasakan oleh Pangeran Kidang Garungan yang bekerja dengan perasaan penuh cinta kasih ketika sumur hampir selesai, kepanikan kembali mendera Putri Shinta Dewi.

"Pangeran Kidang Garungan ternyata sakti. Bagaimana jika ia benar-benar dapat menyelesaikan sumur itu?" gumam sang Putri.

"Ah, tidak. Aku tidak mau menikah dengannya. Aku tidak akan membiarkannya menyelesaikan sumur itu," tambahnya lagi. Dengan cepat ia pun memerintahkan sebagian besar dayang dan pengawalnya menimbun sumur itu. Pangeran Kidang Garungan yang semula tak sadar kalau dirinya ditipu, baru tersadar ketika bebatuan dan tanah-tanah dari atas mulai menimbun dirinya. "Hai... hai... hentikan, hentikan!"

Teriakan sang pangeran yang menggema itu semakin menambah semangat para dayang dan pengawal untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Mereka takut bakal mendapatkan hukuman dari junjungannya, Putri Shinta Dewi.

Saat seluruh tubuhnya mulai tertimbun tanah, Pangeran Kidang Garungan pun langsung mengerahkan segala kesaktian yang dimilikinya. Tak ayal, sumur pun meledak dan menghamburkan tanah serta bebatuan kemana-mana.

Ketika tubuhnya sedang berusaha kelaur, kembali timbunan tanah dan bebatuan berjatuhan mengenai tubuhnya. Hingga akhirnya, sang pangeran pun tewas tertimbun tanah di dalam sumur itu.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia pun bersumpah; "Putri Shinta Dewi, engkau telah menipuku. Ingat, semua keturunanmu bakal berambut gembel!" Sumpah yang menggetarkan kata itu terus mengiang sehingga menggeridikkan bulu roma siapa pun yang mendengarkannya dan beberapa waktu kemudian baru hilang tertelan hembusan angin.

Sampai sekarang, kita masih bisa menyaksikan orang-orang berambut gembel yang merupakan keturunan dari Shinta Dewi, sementara itu, sumur yang meledak itu lama-kelamaan menjadi kawah yang dikenal dengan sebutan Kawah Sikidang.



Setyorini, Indah. 2013. Majalah Misteri Edisi 568. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.