IBUKU DITEROR PENYAKIT ANEH

Aku tidak tahu bagaimana kehidupan ayahku dulu. Setelah beliau wafat, baru aku tahu jika dulu ayahku pernah meminjam keris keramat milik jin kafir. Akibatnya kini ibuku terus diteror oleh pemilik keris itu hingga mengalami sakit berkepanjangan. Aku hampir saja putus asa dibuatnya sebab ibuku hanya bisa sembuh total, jika aku mengembalikan keris itu kepada pemiliknya!

Ibuku Diteror Penyakit Aneh - Sore itu langit tampak mendung suatu pertanda hujan lebat akan turun, membuat hatiku semakin risau ketika menyaksikan ibuku terbaring lemah dan lesu bagaikan tidak bernyawa, karena sudah cukup lama menderita sakit yang aneh.

Bagiku ibu adalah segala-galanya, kasih sayangku kepada wanita yang melahirkan dan membesarkan diriku sejak bayi tersebut sangat perlu kubuktikan berupa pengabdian tanpa pamrih. Konon pula aku merupakan putra tunggalnya. Ayahku sudah lama tiada, sehingga ibu perlu mendapat perlindungan yang maksimal dari diriku seorang.

Penyakit ibu telah kurujuk ke beberapa dokter, tabib dan bahkan ke dukun kampung. Menurut keterangan paramedis, ibu mengalami kanker hati atau ada yang menyebutnya radang hati. Lain halnya dengan teropong batin seorang dukun yang pernah kutemui. Mbah kusno  sang dukun mengatakan bahwa ibuku sudah lama mengalami derita rasa takut yang amat sangat secara berkepanjangan, sehingga mengakibatkan organ tubuhnya termasuk hati menjadi terganggu.

Aku lebih cenderung agak percaya dengan pendapat dukun tersebut, tapi apa yang menyebabkan ibu mengalami rasa takut berkepanjangan sehingga ia jatuh sakit? ini yang perlu dicari akar penyebabnya! Bisa hal itu berangkat dari faktor psikologi (kejiwaan dan mental). Tapi sekali lagi aku terus bertanya-tanya, apakah penyakit ibuku ada hubungannya dengan kematian ayah? Apakah ibu terlalu sedih setelah ayah meninggal sekitar tiga tahun yang lalu, sehingga berdampak rasa takut yang berlebihan setelah itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu mewarnai pikiran dan perasaanku dalam rangka upayaku guna menyembuhkan ibu dari penyakit anehnya.

Namun yang perlu kulakukan terlebih dahulu adalah membina komunikasi dua arah, agar ibu lebih terbuka mengungkapkan segala sesuatunya yang selama ini terus tersimpan saja di lubuk hatinya yang paling dalam. Aku menganggap, hal itu sangat relevan guna menyingkap misteri ini.

Malam itu, kalau tak salah pada tanggal 24 November tahun 2010. bertepatan dengan hari ulang tahunku ke dua puluh tiga, hujan turun cukup deras. Diiringi kilat dan petir silih berganti. Bunyi petir terdengar cukup keras seperti ingin memecahkan gendang pendengaran. Ditambah pula dengan angin malam yang bertiup kencang, bergemuruh bunyinya di luar sana. Suasananya begitu sunyi dan mistis. Pikiranku pun terbawa kemana-mana.

Seperti biasanya aku selain selalu menemani ibu menjelang beliau tertidur dalam kamarnya. Apalagi ketika suasana malam yang tidak bersahabat waktu itu. Pengaruh cuaca yang buruk mungkin saja akan menambah penderitaannya yang sering dilanda ketakutan tersebut. Entahlah, ibu sepertinya sangat tersiksa dengan berbagai hal, termasuk suasana, yang mistis. Sepertinya ibu mengalami trauma dengan hal semacam itu. Namun sejauh ini aku sendiri tidak tahu apa penyebab semua itu. Ibu masih saja tertutup kepadaku.

Aku mengambil tempat duduk di bibir ranjang sambil membelai rambut ibu yang telah memutih serta wajahnya yang mulai keriput. Wanita itu tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya, yang baru menginjak 49 tahun. Sontak aku merasa kasihan dan ingin sekali mengurangi deritanya. Jujur saja, aku tidak tega melihat kondisi ibu seperti itu.

"Bu..." panggilku pelan dan bernada lembut.

"Hmm.." Ibu cuma mendehem dan bergumam dan pandangannya semenjak sakit lebih sering terarah ke atas, ke loteng asbes yang sudah mulai retak-retak di sana-sini.

"Ibu masih ingat bukan, bahwa hari ini hari ulang tahunku yang ke 23?" tanyaku masih bernada lembut.

Ibuku berpaling ke arahku, menatap wajahku dengan pandangna sayu. Namun pada saat yang sama beliau masih sempat mengukir seulas senyum di wajahnya. Dalam sakitpun seorang ibu tetap berusaha untuk menyenangkan anaknya. Aku begitu terhari.

"Selamat ulang tahun, ya..." kata Ibu pelan sambil berusaha dengan susah payah mengangkat tangannya, berusaha untuk mengulurkannya, lalu menyalamiku. Tangan Ibu terasa dignin ketika berada dalam genggaman jariku. Ingin aku merangkul dan memeluknya, namun kondisinya saat itu tidak memungkinkan sehingga keinginan itu tidak terlaksana. Sebagai gantinya, punggung jari tangannya aku cium dengan mata berkaca-kaca. Suasana haru membuatku nyaris menangis.

"Bu..." suaraku seperti tersekat di kerongkongan. "Saya sangat bersyukur karena Ibu masih mampu mengucapkan selamat ulang tahun pada saya, namun saya akan lebih berbahagia dan juga lebih bersyukur kalau Ibu mau berkata dengan jujur pada saya, apa yang selama ini sering membuat Ibu ketakutan!"

Wanita yang melahirkanku itu tampak tertegun, diam seribu bahasa. Dan beberapa saat kemudian Ibu menangis terisak-isak. Aku bingung dan menjadi serba salah. Tidak pernah kuduga pertanyaanku barusan akan membuatnya sedih dan menangis terisak-isak. Sepertinya pertanyaanku telah membuka memori gelap dalam hidupnya. AKu menyesal telah mengucapkan hal itu.

"Maafkan saya, Bu," kataku terbata-bata menahan haru. Ibuku berusaha bangkit dari pembaringan lalu memelukku cukup erat. Kami berdua saling berangkulan selama beberapa saat; saling meluapkan perasaan hati yang tertekan. Ya, seperti halnya ibu, aku pun sangat tertekan dengan keadaan ini dan ingin menumpahkan seluruhnya.

"Anakku..." desis suara Ibu dekat telingaku kemudia. "Jujur saja selama ini Ibu memang ingin menutup-nutupinya. Masalahnya karena hal ini terkait dengan hal-hal gaib."

Aku melepaskan diri dari pelukan Ibu, dan wanita tua itu berbaring kembali dan terus saja menatap tajam ke arahku.

"Hal-hal gaib?" tanyaku heran. "Apa itu, Bu?"

Setelah menarik napas sejenak, ibu kemudian mengungkapkan apa yang disebutnya hal gaib tersebut. Beliau mulai mempercayai bahwa rumah peninggalan almarhum ayah yang kini kami diami mungkin ada penghuninya berupa makhluk gaib yang sangat menyeramkan, baik bentuk maupun penampilannya. Ibu menggambarkannya cukup rinci.

Menurut Ibu, makhluk itu mirip monster. Kepalanya seeprti unumnya kepala manusia namun tidak ditumbuhi sehelai rambut pun; botak dan plontos. Telinganya panjang terjuntai seperti kambing. Taring dan giginya tajam dan runcing berwarna kehitam-hitaman. Selain itu kuku tangan dan kakinya panjang juga tajam dan sangat runcing, namun kumuh serta hitam legam. Ibu juga mengatakan bahwa tubuh makhluk gaib tersebut relatif pendek, mungkin tidak sampai satu meter. Ibu mengaku pernah melihatnya beberapa kali.

Aku sempat terpana setelah Ibu bertutur. Seperti dugaan Ibu semula, aku memang percaya tidak percaya dengan makhluk gaib, apapun jenisnya. Terlebih gambaran makhluk gaib yang seperti ibu ceritakan sangat tidak masuk dalam logikaku. Nmun kemudian aku berusaha untuk mempercayainya, karena tidak mungkin ibu akan membohongi anak kandungnya sendiri.

"Tapi ibu tidak disakiti oleh setan keparat itu, bukan?" tanyaku kemudian.

"Secara fisik memang tidak, tapi secara batiniah, Ibu selalu merasa trauma dan ketakutan begitu makhluk itu muncul.

Ketika dia datang, hati ibu seperti teriris-iris sembilu, bahkan ibu merasakan hati Ibu ini terasa remuk dan hancur seperti ada tangan-tangan gaib yang menembus ke dalam perut. Rasanya sangat nyata sekali, meskipun secara fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Ibu bingung sekaligus takut, Nak."

Aku manggut-manggut. Mencoba memahami serta menterjemahkan kasus gaib yang tengah dialami ibu. Aku meyakinkan diriku bahwa apa yang diceritakan ibu bukans ekedar halusinasi belaka atau faktor-faktor kejiwaan yang abil setelah ditinggal ayahku, suami ibuku. Kalau dibiarkan berlarut-larut, akibatnya bisa menjadi sangat fatal. Ibu akan terus menderita menghabiskan sisa-sisa umurnya. Itu tidak akan kubiarkan terjadi. Aku harus segera bertindak. Tapi bagaimana?

Aku mulai bingung kembali. Jangankan kekuatan, pengalaman gaib pun aku tidak punya. Seperti yang sudah disampaikan di atas, aku sama sekali tidak percaya dengan keberadaan makhluk gaib. Itu hanya dongeng dan cerita kosong dari para penakut. Atau juga khayalan orang-orang malas. Namun aku sekarang harus percaya dan mencoba memahaminya demi ibuku. Aku akan mencaritahu, tekad hatiku.

Kulihat ibu sudah terlena dalam pembaringannya. Dengan langkah terseok-seok aku melangkahkan kaki ke luar kamar sambil menggenggam tekad untuk menyelamatkan ibu dari pengaruh setan atau iblis terklaknat dalam waktu sesingkat mungkin. Apapun caranya akan kutempuh. Kalau perlu nyawaku siap untuk dikorbankan demi pengabdian seorang anak kepada ibunya.

Kulirik jam dinding yang tergantung di rungan keluarga menunjukkan pukul 23.45 WIB, menjelang tengah malam. Entah apa yang mendorongku agar tidur di lantai depan pintu ruangan tamu malam itu. Nmaun secara naluri aku memang ingin sekali menyaksikan setan atau iblis tersebut yang menurut penuturan ibu, berwujud sesosok monster yang sangat mengerikan. Seeprti apakah gerangan? Apakah seperti makhluk-makhluk gaib yang ada dalam film-film? Jika benar begitu, aku tidak takut. Aku pasti bisa mengalahkannya!

Aku tengah berbaring berbantalkan kedua tangan di bawah kepala ketika kudengar bunyi dan suara aneh bersamaan dengan semakin lebatnya hujan turun di luar. Spontan saja aku bangkit kembali sambil menyidik datangnya arah suara dan bunyi barusan. Nada suara yangmirip dengan kambing mengembik bercampur dengan anjing menggonggong. Perlahan namun pasti, suara itu terdengar semakin jelas hingga di daun telingaku.

Dalam hitungan detik bau busuk muncul pula mewarnai penciumanku. Dan sesosok monster yang persis seperti yang dilukiskan ibu tadi berkelebat dihadapanku menampakkan diri. Bertubuh pendek dan bertelanjang, telinga mirip yang dimiliki kambing, bola matanya merah menyala bagaikan bola api yang sedang membara.

Sejenak iblis yang berwujud menyeramkan tersebut menatap tajam ke arahku. Kini aku semakin yakin dan percaya kalau ibu menjadi sangat ketakutan dan trauma setelah berkali-kali didatangi iblis ini. AKu sendiri yang bernyali kuat ternyata gamang juga menghadapinya. Ini kuakui terus terang karena kau tidak ingin dikatakan seorang yang munafik.

Meskipun demikian dengan segala upaya mencoba menghimpun sisa-sisa semangatku sambil mengulang-ulang bacan ayat-ayat suci dalma hati. Di antara kami berdua terbuhul hubungan komunikasi secara batin. Tegasnya, kami tidak bicara melalui nada suara, tetapi melalui nada hati. Sang monster menyebut-nyebut nama sebentuk keris yang pernah disimpan oleh almarhum ayahku dengna menguburkannya di dalam tanah di belakang rumah kami; meminta padaku agar barang pusaka antik tersebut diserahkan kepada pemiliknya kembali, yakni dia sendiri.

Setelah komunikasi secara batin tersebut usai, iblis yang berwujud sesosok monster yang sangat mengerikan itu segera lenyap dari pandanganku. Cukup lama aku hanya terpana saja hingga alam bawah sadarku menjadi normal kembali seperti semula.

Rasanya aku seperti terbangun dari mimpi yang sangat buruk dan menakutkan. Sepanjang malam aku nyaris tidak bisa tertidur. Paginya aku segera menemui seorang pakar supranatural setelah permisi dan pamitan ke ibu tanpa menceritakan apa yang kualami tadi malam. Aku juga tidak mengatakan kemana aku pergi.

Begitu tiba di rumah seorang lelaki tua yang tinggal di bilangan Lupuk Pakam sebuah kota kecamatan yang tidak jauh dari Medan, aku segera mengungkapkan maksud kedatanganku menemui sang pakar. Melalui teropong batinnya, Mbah Sentot, sebut saja demikian, mengatakan bahwa keris yang disebut-sebut jin kafir tersebut memang miliknya yang pernah dipinjam oleh ayahku yang telah almarhum untuk sesuatu urusan yang tidak jelas. Dan ayahku selalu menyimpannya dalam tanah sebelum digunakan. Namun sebelum meninggal dunia, ayah lupa mengembalikan keris milik jin kafir tersebut.

"Ibumku diteror terus karena tidak mampu berkomunikasi batin dengan sang monster," jelas Mbah Sentot.

"Lalu apa yang harus saya lakukan, MBah?" tanyaku setelah memahami masalahnya.

"Kembalikan keris itu kepada pemiliknya!"

"Bagaimana caranya?"

"Malam Jumat depan kau gali tanah di mana keris itu ditanam. Itu dilakukan tepat pukul 00.00 tengah malam, jangan lebih semenitoun, tapi boleh kurang beberapa menit. Namun akan lebih afdol tepat pukul 00.00 sesuai dengan yang terlihat di arlojimu. Ayahmu menguburkannya dekat sebatang pohon jambu klutuk. Di sana ada gundukan tanah yang tidak ditumbuhi rerumputan. Kau harus hati-hati karena makhluk-makhluk halus lainnya juga tengah mencari-cari keris pusaka tersebut untuk dimiliki mereka secara tidak sah."

"Jadi maksud Mbah, keris itu sekarang menjadi rebutan para makhluk-makhluk gaib?" susulku bertanya agak heran.

"Lalu kenapa mereka tidak mampu mengambilnya?"

"Karena kini barang usaka tersebut dijaga oleh yang lainnya. Umumnya jin tanah dikenal sebagai makhluk halus yang taat pada Tuhan. Mereka terkadang juga sering dikerahkan untuk mengawal mayat orang mati yang dikuburkan dalam taman pemakaman umum."

Aku tambah terkejut dan cuma mampu terpana-pana saja menyimak penuturan sang pakar supranatural itu. Masalahnya, aku memang sangat minim sekali mengetahui tentang alam gaib. Hanya percaya saja keran kitab suci mengatakan alam gaib  dan penghuninya memang ada. Malaikat, jin, setan dan iblis termasuk kelompok makhluk gaib ciptaan Tuhan jauh sebelum makhluk yang bernama manusia hadir di dunia ini, cuma itu.

Ringkas cerita, dengan berbekal empat butir telur angsa, beberapa siung bawang putih, bunga Cina, rotan kuning sepanjang 30 centimeter, daging kambing beberapa ons, pada malam Jumat itu pukul 23.00 leibh aku telah berada di tempat lokasi di mana keris tersebut ditanam oleh almarhum ayahku dulu.

Syarat-syarat untuk ritual penggalian di situ dibekali pula dengan kain kapas putih sepanjang dua meter dan minyak zaitun sebanyak lima botol, sesuai dengan petunjuk Mbah Sentot beberapa hari yang lalu. Semuanya itu sebagai senjata gaib bagiku dalam menghadapi serangan dari makhluk gaib lainnya yang juga tengah mengintai keris begitu berhasil dikeluarkan dari dalam tanah.

Rasanya tidak perlu kuceritakan bagaimana proses ritual pengembilan keris dan penyerahannya kepada pemiliknya malam itu. Tapi yang kualami memang cukup seram. Baru saja keris pusaka berada dalam genggaman, aku sudah dikelilingi oleh beragam bentuk dan wujud makhluk-makhluk yang sangat menakutkan. Lebih seram dari makhluk yang pernah ibu dan aku saksikan.

Mereka berusaha merebutnya dari tanganku. Tapi aura energi yang telah membentengi diriku saat itu ternyata cukup mampu mempertahankannya. Setelah berhasil lolos dari kepungan mereka, aku segera berlari ke kuburan ayah yang tidak jauh dari rumah. Sesuai dengan petunjuk Mbah Sentot, keris pinjaman ayah almarhum harus dikaitkan pada batu nisannya dengna tali pelepah pisang. Semuanya kulakukan dengan sebaik-baiknya.

Aku menunggu beberapa menit ketika ikatan keris pada nisan ayah secara perlahan merenggang dan terbuka. Di hadapanku pemiliknya yang pernah kusaksikan sebelumnya. Aku dan dia kembali mengadakan komunikasi secara batin. Sambil mencium-cium keris itu ditangannya, ia mengucapkan terimakasih.

Ini benar-benar pengalaman gaib yang sukar terlupakan. Ada hikmah yang dapat diperoleh dari kasus ini. Kalau meminjam sesuatu dari siapapun memang wajib dikembalikan kepada pemiliknya yang sah.

40 hari setelah keris yang dipinjam almarhum ayah dan aku kembalikan, ibu berangsur sembuh. Ibu sama sekali tidak tahu menahu tentang keris yang ditanam ayah, karena ayah tidak eprnah cerita. Kini ibuku dapat hidup normal kembali seperti sediakala. Aku pun ingin melupakan kisah yan gsempat membuatku menderita. Biarlah aku bagikan pengalaman ini hanya untuk pembaca agar bisa mengambil hikmahnya.


TANGGAPAN: KEMBALIKAN BENDA PUSAKA KE TEMPAT ASALNYA

Yah, saay sangat setuju dengan apa yang dikisahkan pelaku diakhir tulisan di atas. Bahwa kita wajib mengembalikan apapun yang pernah kita pinjam. Termasuk ketika kita meminjam benda dari makhluk halus sekalipun. Masalahnya, ayah yang meminjam keris itu tidak menceritakan apa yang pernah dilakukan semasa hidupnya.

Tapi itu pun masih bisa saya maklumi, sebab tak semua orang, bahkan anggota keluarga sekalipun akan memahami bila kita bercerita tentang hal-hal mistik. Hal ini pun terbukti pada pelaku peristiwa di atas. Sebelum pelaku mengalaminya sendiri, ia adalah orang yang setengah hati mempercayai hal-hal mistik.

Padahal sejatinya kita memang hidup berdampingan dengan makhluk-makhluk gaib yang tak kasat mata. Tapi manakala kita meminta bantuan pada makhluk gaib iti, melalui orang yang bisa tentunya, makhluk gaib itu pun akan bisa menampakkan wujudnya. Dan tentu saja wujudnya sangat tak lazim, sangat mengerikan seperti wujud monster yang dilihat pelaku di atas.

Wujudnya akan lebih mengerikan lagi manakala dia menampakkan diri dengan membawa amarah, dendam atau menagih janji seperti monster di atas itu. Maka pengaruhnya secara psikologis akan sangat berat bagi orang yang melihat wujud makhluk itu. Akibatnya seperti Ibu pelaku di atas, mengalami sakit secara fisik dan siksaan baitn yang panjang.

Beruntung pelaku di atas bisa melakukan kontak batin dengan makhluk gaib itu. Hingga bisa menemukan solusi untuk menyembuhkan ibunya. Jika tidak, mungkin nasib ibunya akan lain. Tapi secara umum bagi pelaku yang memiliki benda-benda bertuah namun ingin dibuang atau dikembalikan ke tempat asalnya, bisa dilakukan dengan cara melarungnya ke sungai, muara atau ke laut.

Ritual larung pusaka itu sudah dilakukan sejak zaman kerajaan dulu, saya tidak bisa memastikan kapan tepatnya. Tapi ritual itu diyakini mampu mengembalikan sebuah pusaka ke tempat asalnya. Hal ini dilakukan agar keluarga yang ditinggalkan akan aman dari gangguan makhluk gaib yang menghuni benda-benda pusaka itu.

Belakangan, populer juga yang disebut ruwatan. Tujuannya kurang lebih sama dengan larungan. Bedanya larungan lebih ditekankan pada bendanya yang memiliki kekuatan gaib untuk dibuang atau dikembalikan ke tempat semula. Sedangkan ruwatan cenderung membersihkan diri, lahir batin dari pengaruh makhluk gaib, benda-benda pusaka atau perilaku seseorang yang berpengaruh buruk.

Dalam kasus pelaku di atas tentu saja prosesi ruwtan tidak bisa diterapkan secara maksimal apda ibunya. Sebab ayah pelaku masih menyimpan atau memendam keris pusaka milik makhluk gaib di halaman rumah almarhum. Selama keris itu tidak dikembalikan pada yang empunya, maka makhluk gaib itu akan terus mengganggu ibunya. Dan bukan tidak mungkin jika ibunya meninggal, makhluk gaib itu akan mengganggu penghuni rumah itu selanjutnya.



Hormansyah, Eddraman. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.