PERINTAH GAIB DARI DUA PULAU

Selain tesanjung karena begitu banyaknya penghargaan yang aku terima, aku juga tiba-tiba menjadi mabuk kepayang. Aku menjadi lupa diri, lupa teman, lupa kehidupan, dan lupa Tuhan. Tiba-tiba diriku seperti terbang ke angkasa dan melihat semua orang menjadi kecil.

Perintah Gaib Dari Dua Pulau - Popularitas, uang, kemewahan, sanjungan, pujian tiba-tiba secara terus menerus mengalir di dalam kehidupanku. Aku menjadi penyanyi dengan bayaran termahal, pemain film dengan bayaran tertinggi dan bintang supermodel iklan dengan bayaran spektakuler. Kehidupanku lalu berselimutkan uang, berbantalkan kemewahan dan dikelilingi oleh mobil-mobil mewah. Setiap waktu tertentu, dengan mudah aku ke luar negeri, keliling Eropa barat, Amerika Latin, Eropa Timur dan berkeliling pula ke Afrika dan Timur Tengah.

Begitu banyak pria tampan mengejarku, begitu banyak lelaki mengagungkanku. Begitu banyak orang yang mengemis kepadaku hanya sekedar ingin menjabat tanganku, hanya sekedar untuk berkenalan denganku selaku mega bintang. Semua orang mengagumi kecantikanku, semua orang mengagumi suaraku, hampir semua orang mengagumi kemampuan aktingku, mengagumi kekayaanku dan popularitasku. Setiap kali pergi ke luar rumah, aku bergonta ganti mobil super mewah. Ada BMW seri terbaru, ada Porsche, ada jaguar ada mercy terkini dan ada limousine dan macam-macam kendaraan mewah. Aku juga membeli dua helikopter dan sebuah pesawat jet pribadi.

Aku juga membeli sebuah pulau kecil di kepulauan seribu, sebutlah Pulau Payau, dengan Sembilan villa dan bungalow aku bangun di sana hanya untuk bersenang-senang. Setiap malam minggu aku mengundang semua teman-teman baikku untuk pesta dansa, minum anggur dan pesta narkotika.

Temanku begitu banyak dan banyak pula orang terkenal yang ingin menjadi teman baikku. Kemewahan, hura-hura dan pesta adalah hobbyku dan aku tidak pernah melewatkan hariku selain bersenang-senang.

Pada suatu senja, 23 November 2002, sebuah kecelakaan pesawat terjadi. Pada saat jet pribadiku landing di Pulau Chrismast, Australia, untuk berjudi, jetku menabrak landasan dan aku tidak sadarkan diri. Pilotku, Suhadi Wijaya, mati di tempat. Sedangkan aku dan kekasihku, Juan Hermanu, pingsan dan dilarikan ke rumah sakit di R.S Medical Center Chirsmast Island. Begitu sadar, kaki kananku patah dan harus diamputasi. Mukaku cacat total dan hidungku robek dan mataku buta sebelah.

Tidak berapa lama kemudian, kekasihku, JUan HErmanu, meninggal dunia di pulau itu. Sedangkan aku, dibawa ke Amerika Serikat dan berobat di Mathattan Citu. Uang depositoku makin lama makin berkurang untuk berobat, operasi plastik dan biaya hidup selama berbulan-bulan di Amerika.

Begitu kembali ke tanah air, publik tidak lagi memperdulikan aku. Produser musik, produser film tidak nau lagi memakai orang buta dan wanita yang punya kaki hanya satu. Aku menggunakan tongkat dan kursi roda dengan asisten wanita, perawat yang aku gaji bulanan.

Begitu uang tabungan habis, aku mulai menjual asset, harta, seperti rumah, villa, mobil dan banyak bungalow yang aku jual. Bahkan terakhir aku terpaksa menjual tanah yang aku punya, termasuk pulau pribadiku, Pulau Payau di gugusan kepulauan seribu itu.

Kiamat dunia, hal itulah yang aku rasakan sebagai balasan dari keadaan lupa diriku, lupa keluarga, lupa teman dan lupa Tuhan ku. Aku lalu menjadi miskin dan tidak punya apa-apa lagi. Terakhir, perawatku, Inem Suryani juga terpaksa meninggalkan aku karena gaji sering terlambat, lalu dia bekerja di tempat lain yang lebih baik.

Pada tahun 2003 aku hidup merana, menderita dan sangat sengsara. Aku tidak bisa mencari uang algi dan tidak dapat menjual kemampuanku lagi, baik sebagai penyanyi, presenter maupun sebagai bintang film. Semua hancur total dan berantakan karena tragedi kecelakaan yang nyaris merenggut nyawaku tersebut. Sementara ayah dan ibuku, sudah lama meninggal dunia, sejak sebelum aku terkenal sebagai selebritis negeri ini.

Setiap malam aku tidak dapat memejamkan mata, pikiranku sangat kalut dan batinku sangatlah stress. Tekanan hidup ini membuat aku mengambil jalan pintas untuk menghabisi nyawaku. Aku mau bunuh diri dengan menelan pil penenang frisium, obat tidur kadar 20 miligram sebanyak sepuluh buah. Dengan tekad bulat karena frustasi berat, aku lalu menelan sepuluh pil keras itu dan meminumnya bersama sebotol air mineral di tangan.

Beberapa saat kemudian, aku tertidur dan tak ingat apa-apa lagi. Lalu, sayup-sayup aku mendengar suara banyak orang membaca ayat suci Al-Qur'an surat Yasin dan tahlil, yang menandakan bahwa aku sudah meninggal dunia.

Sebelum itu, aku melihat dua orang utusan yang mengambil nyawaku. Mereka memakai baju jubah hitam dan yang satu lagi berjubah putih. Kepalanya semua tertutup dan aku hanya dapat melihat kedua bola mata mereka saat menatap tajam kepadaku.

"Army, kami diutus untuk mencabut nyawamu, bersiaplah dan berserahlah kau kepada Tuhan mu, Allah Azza Wajalla," tuturnya. AKu hanya mengangguk lalu mereka merogoh tubuhku, lalu syutt, nyawaku diambil dan diangkat dari jasadku. Saat itulah, aku merasakan terbang dari tubuhku, dan aku melihat diriku terkapar kaku diranjang kamarku, di mana tergeletak pil-pil sisa yang belum aku minum.

Diriku terbang berkeliling dalam kamar, lalu aku mencari lobang untuk keluar meninggalkan tubuhku yang terbujur kaku dan dingin. Pada saat aku telah menemukan lobang untuk keluar, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat keras, bahkan sangat keras, menyebut bahwa aku belum saatnya diambil, dan harus ditinggalkan, dimasukkan kembali ke dalam jasadku.

"Biarkan dia hidup satu kali lagi, agar dia bertobat dan memulai hidupnya yang lebih baik, lepaskan dia!" bunyi suara itu. Aku tidak tahu dan tidak mau menebak suara itu suara siapa.

Aku lalu terjatuh, kembali ke kamarku dan berdiam di atas lemari pakaian. Saat itulah aku mendengar suara orang ribut dan suara tangis, teriakan, yang menyebut bahwa aku mati. Aku juga mendengar dan merasakan orang yang membenahi tubuhku, merapikan pakaianku, memberi kembang dan wewangian sebagaimana kebanyakan mayat yang siap dikafani. Banyak teman-teman datang membaca Yasin, Al-Fatihah dan ayat-ayat suci seperti surat Al-Ikhlas, An-Nas, AL-Falaq. Banyak pula teman, famili yang menangis di depan jasadku, sambil mendoakanku, berharap agar aku diterima layak di sisi Allah serta dosa-dosaku diampuni.

Beberapa jam kemudian, saat jasadku akan dimandikan oleh ibu-ibu ahli memandikan mayat, roh ku kembali menyatu dengan jasad dan semua orang tersentak ketakutan. Beberapa wanita berteriak dan keadaan rumahku menjadi heboh. Semua ketakutan dan sebagian lagi yang berani, terus berkomat-kamit mendoakan.

Di antara kerumunan orang, ada seorang kyai dengan gagah berani mendekati aku. Dia berkomat kamit dan memegang nadiku.

"Bu Army masih hidup, dia hanya mati suri beberapa jam, yakinlah, dia masih hidup dan belum meninggal," kata kyai itu, yang belakangan aku tahu bernama Kyai Sofyan Hasan.

Orang mati hidup lagi, demikian beberapa hari setelah itu aku diperbincangkan orang. Banyak pers yang mau meliput, tapi kyai melarang dan familiku menolak. Untuk itu, maka kejadian itu sangat tertutup dari pers dan peristiwa misterius itu pun tidak pernah terungkap dan tersingkap.

"Bu Army diberikan kesempatan oleh Allah untuk hidup satu kali lagi. Maka itu, manfaatkanlah kesempatan hidup ini sebaik-baiknya," pinta Kyai Haji Sofyan Hasan, kepadaku.

Aku sangat memahami nasehat kyai ini. Bahkan sebelum dia berbicara begitu, aku sudah mendapat bisikan gaib, bahwa aku diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, berbenah dan bersiap untuk mati dalam keadaan terbaik, dalam keadaan iman dan Islam, khusnul khotimah.

Dalam keadaan yang berangsur pulih, aku terus menerus belajar agama dengan Kyai Sofyan Hasan. Aku belajar sembahyang yang benar, belajar baca Al-Qur'an, mulai dari Iqro hingga aku akhirnya khatam Al-Qur'an. Tidak terasa, dua tahun aku belajar Islam dan baca Al-Qur'an berikut terjemahannya dengan Kyai Haji Sofyan Hasan.

Pada tahun 2006, awal bulan Desember, aku memilih tinggal di kaki Gunung Rinjani, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Aku melakukan pertapaan, tapa nyepi, sambil terus mendekatkan diri kepada Allah Azza Wajalla. Aku menjauhi dunia hingar bingar selebriti, dunia pertemanan semu, dunia politik untuk menenangkan diri di sebuah rumah gubuk di desa Sangeang, 15 kilometer dari Senggigih Beach Resort, hotel mewah yang sebagian sahamnya, dulunya adalah milikku.

Semua direktur, komisaris dan karyawan hotel berbintang itu, tak ada yang tahu bahwa aku yang berkaki satu dan buta sebelah mata ini, tinggal di ngamandito, menyepi di kaki Gunung Rinjani. Aku tidak mau mereka mengasihaniku, menjengukku dan menolongku selama pertapaanku. Aku hidup keras dengan mengelola tanah, ditanami singkong dan ubi, dan makanan tulah yang aku makan, berikut sayur mayur yang aku tanam.

Selama dalam pertapaan, banyak hal gaib yang aku temukan. Aku pernah bertemu dengan penjaga Gunung Rinjani, panguasa gaib pegunungan yang aku panggil Mbah Petruk. AKu juga didatangi kanjeng Ratu Kidul, Ibu Sri Ratu yang cantik jelita dan memberikan ratusan batu mulia kepadaku. Aku juga diberi pusaka berbentuk keris terbang, yang diberikan oleh Mbah Petruk, pemilik gaib wilayah Nusa Tenggara Barat.

Sejak didatangi oleh Kanjeng Ratu Kidul, Ibu Sri Ratu dan Mbah Petruk, aku tidak makan lagi. Semua makanan datang dengan sendirinya di dalam gubukku, mulai dari nasi dengan lauk pauknya, ikan, auam, daging dan buah-buahan serta minuman yang enak-enak. Aku tidak mempersoalkan makanan itu datang dari mana, yang jelas, aku diberikan makanan itu dan boleh menikmatinya.

Yang lebih menakjubkan, aku diajari terbang oleh Ibu Sri Ratu dan diajari tembus gunung, masuk ke tebing tebal oleh Mbah Petruk. Semua ajaran itu, Alhamdulillah, hingga detik ini dapat aku lakukan bila mana diperlukan. Bahkan, batu-batu serta keris terbang pemberian itu, dapat menolong orang berpenyakit berat sekalipun. Alhamdulillah benda-benda gaib itu dapat menolong sesama manusia, orang-orang yang kesulitan dengan penyakit dan orang-orang miskin yang kesulitan hidup. Dengan sekali sentuh dengan batu mulia pemberian Ibu Sri Ratu, daun mangga bisa berubah menjadi uang pecahan Rp 50 ribu, dan daun nangka bisa berubah menjadi uang pecahan Rp 100 ribu.

Atas perintah Mbah Petruk dan Ibu Sri Ratu, aku diharuskan meninggalkan Gunung Rinjani lalu pindah ke Gunung Andes, Peru, Amerika Selatan. Aku diminta oleh penguasa Gunung Andes untuk tinggal beberapa tahun di pegunungan itu. Di sebuah perkebunan macca, di puncak Andes, aku menetap. Di ketinggian 14.000 kaki, aku membangun gubuk kecil dari rumput rumbia dan hidup bersama Ratu Andes. Ibu Ratu Andes memberikan ku banyak pelajaran tentang kegaiban di Amerika Selatan dan ilmu-ilmu supramistik voodoo, semacam ilmu santet yang dibawa dari daerah Afrika Barat.

Pada tahun 2010 bulan April, aku dipersilahkan pergi meninggalkan Andes dan kembali ke Banten. Sesampainya di Banten, aku diperintahkan lagi untuk menetap di Pulau Tinjil dan Pulau Dili. Kanjeng Ratu Kidul kembali bertemu dengan aku di dua pulau itu dan aku diminta untuk menahan gempa bumi.

"68 kilometer barat daya banten, di tengah Samudera Hindia, di kedalaman 58 kilometer, akan terjadi pergesekan kerak bumi dan akan terjadi gempa besar, lebih dari 8,5 skala richter yang akan mengakibatkan sebagian Banten Selatan akan tenggelam oleh tsunami. Untuk itulah, maka, kau ditugaskan untuk menahan gempa itu dan gempa itu jadi tidak terlalu besar.

"Caranya, kau masuk ke laut Samudera Hindia lokasi gempa dan menahan tabrakan kerak bumi itu," kata Ibu Sri Ratu, kepadaku, di Pulau Tinjil.

Kini aku banyak berada di Pulau Tinjil dan pulau Dili, Banten Selatan, untuk menahan gempa besar. Tugasku masuk ke dalam laut dan menahan secara gaib tabrakan kerak bumi di perut laut, yang akan memuncratkan samudera yang bakal mengakibatkan tsunami besar di Banten Selatan.

Hingga awal tahun 2013 ini, aku belum boleh keluar meninggalkan dua pulau di tengah Samudera Hindia ini, Pulau Tinjil dan Pulau Dili, bersama gaib-gaib setempat. Alhamdulillah, aku dapat hidup sangat bahagia dalam dua dunia ini, yaitu, di antara dunia nyata dan dunia gaib. Semua itu terjadi secara serasi juga harmonis, dengan tingkat keseimbangan yang alamiah yang tak terbayangkan selama ini olehku selalu mantan artis top.

Keadaan sekarang ini, sungguh sangat membahagiakanku dan kebahagiaan itu belum pernah aku temukan selama ini. Walau sebagai artis aku pernah sangat kaya raya dan mewah, tapi kebahagiaan itu tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan keadaanku sekarang ini. Terima kasih Allah, terima kasih para gaib lingkunganku dan aku akan mkswa di sini, yang mungkin tidak akan terlihat lagi sampai kapanpun, walaupun, aku tetap dapat melihat semuanya dengan baik, dengan mata batinku yang terbuka lebar. Alhamdulillahirobbal 'alamin.

(Cerita ini didapat Tia Aweni D. Paramitha dair Army Mustajab di Pulau Tinjil dan Pulau Dili, Banten Selatan, atas ijin Army, Tia diperkenankan untuk menulis kisah itu untuk Kita semua)



Paramitha, Tia Aweni D. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.