PENGASIHAN PURNAMA PENUH
Irfan tersenyumn penuh arti, ketika Agy yang semula menolak bahkan menghina kini berbalik mengaharapkan balasan cintanya...

Pengasihan Purnama Penuh - Irfan benar-benar sedang galau. Betapa tidak, Agy demikian sapaan akrab wanita yang selama ini selalu bersamanya, ternyata, menolak cinta bahkan menghinanya dengan kata-kata yang teramat menyakitkan.

"Cis... gak tau malu. Lu pikir selama ini gua senang?" Sergah Agy ketika Irfan menyatakan cintanya di suatu sore.

Semburat merah di ufuk barat, sontak seolah kobaran api yang siap menelan Irfan yang kala itu benar-benar kaget dengan umpatan Agy, wanita cantik berkuli thitam manis dan bertubuh sintal yang selama setahun ini selalu berjalan bersama bahkan selalu berkeluh kesah kepadanya. Irfan tergugu dan langsung berkata singkat, "Jadi selama ini?"

"Lu benar-benar laki-laki gak tau diri ya. Kita kan selama ini cuma berteman dan gak pernah ngomongin soal cinta..." potong Agy cepat sambil berjalan menjauhi Irfan yang masih saja tidak sadar dengan keadaan yang dihadapinya saat itu.

Sambil menatap punggung Agy yang berjalan menjauh dan hilang di kelokan jalan, Irfan pun menarik nafas dalam-dalam dan mengambil sebatang rokok kemudian diselipkan ke bibirnya dan menyulutnya. Setelah berulangkali menghisap dalam-dalam dan membuang asapnya, barulah pikirannya menjadi agak tenang. Dan dengan langkah gontai, Irfan kembali ke kantin untuk menemui teman-temannya yang masih asik berbincang di sana.

Wajahnya yang murung sontak membuat beberapa temannya yang ada di kantin langsung saling pandang, heran. Tak ada yang berani bertanya, mereka semua mafhum, jika sedang murung, karena biasanya, Irfan akan menjadi sosok yang pemberang.

"Ufh..!" Hnaya itu yang terlontar dari mulutnya. Hampir seisi kantin menoleh kepadanya. Irfan hanya bisa bersungut dengan muka kecut. Iko, salah seorang sahabat yang benar-benar sangat dekat dengan Irfan langsung mendekat dan menggamit bahu sahabatnya sambil berkata;

"Ada apa Bro? Dunia tidak selebar daun kelor..."

"Ufh," sahut IRfan masih dengan nada kesal, "baru sekali ini gua ditolak mentah-mentah sama perempuan," imbuhnya.

"Bro, mungkin lu nembak bukan di waktu dan tempat yang tepat," ujar Iko santai.

"Maksud lu?" Tanya Irfan penasaran.

"Yang gua tau, Agy lagi capek lahir batin karena kantornya lagi tutup buku. Nah, sebagai orang nomor satu di bagian akunting, dia benar-benar lagi dalam tekanan yang luar biasa berat. Laporan dan analisa keuangannya harus benar dan diserahkan tepat waktu," papar Iko panjang lebar.

Irfan mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. "Nah... dalam keadaan capek, lu nembak... ya terang aja ditolak dan lu terima deh akibatnya," sambung Iko.

"Oke bro, gua tinggal dulu ya," ujar Iko sambil menepuk bahu Irfan yang masih mencoba mencerna apa ang baru saja dikatakan oleh sahabatnya itu.

Seminggu kemudian, Irfan kembali berpapasan dengan Agy di selasar kantin. Keduanya hanya mengangguk dan tersenyum. Tak ada satu kata pun yang terlontar dari mulut masing-masing. Yang pasti, di mata Irfan, Agy semakin cantik dan bertambah sumringah. Ini lah yang membuat kenapa cinta yan gsemula hampir padam itu kembali menyala. Bahkan, dalam hati, Irfan berusaha keras unutk menundukkan atau menguasai Agy yang selama ini memang dikenal dekat dengannya.

"Dia harus menjadi istri dan ibu dari anak-anakku," demikian bisik hati Irfan.

Seiring dengan datangnya hari libur panjang tahun baru, Irfan yan gsudah tiga tahun ini tidak pernah pulang ke kampung halamannya, mendadak digayuti dengan perasaan rindu yang teramat sangat. Di benaknya, terbayang masa-masa indah bermain-main di tepian pantai dengan teman-teman sebayanya yang sekarang sudah menjadi ayah dari beberapa anak. Kerinduan yang demikian membuncah, membuatnya langsung memutuskan untuk mengambil cuti tahunan yang memang belum pernah dijalaninya itu.

Ketika hal tersebtu diutarakan kepada pimpinannya, sambil tersenyum, sang pimpinan pun memberikan izin; "Oke Irfan, silahkan ambil cuti selama sepuluh hari. Saya berharap, sekembalinya nanti, Anda mendapatkan pencerahan dan bisa membuat produk kita kembali berjaya seperti dua tahun yang lalu."

Akhirnya, waktu yang amat dinanti oleh Irfan pun tiba. Di halaman rumahnya, tampak ibu dan dua adiknya yang masih duduk di bangku SMA menyambutnya dengan hangat dan penuh kerinduan. "Bang... mana oleh-oleh buatku?" Tanya Ani, si bungsu sambil bergayut manja di bahu abangnya.

"Ani ... biarkan abangmu masuk dulu. Ali, bawa tas abangmu ke kamarnya ya..." ujar sang Ibu.

Dengan menggamit bahu kedua adiknya, Irfan pun langsung mendatangi si ibu dan mencium tangan kanannya sebagai tanda bakti. "Alhamdulillah... akhirnya engkau mau juga pulang ke kampung yang sunyi ini," ujar sang ibu sambil memeluk Irfan penuh kerinduan dan berlinang air mata.

"Maafkan ananda, maklum, pekerjaan di Jakarta amat menumpuk dan ananda harus mati-matian mencari uang untuk biaya sekolah kedua adik ananda ini," ujar IRfan dengan lirih sambil memeluk ibunya.

"Ibu oaham," jawab sang ibu tak kalah haru.

Kini, ketiga anak beranak itu langsung menuju ke ruang tamu rumah untuk saling melepas kerinduan sambil mendengarkan celoteh Irfan tentang kesibukannya di Jakarta. Usai mendirikan Shalat Isya dan makan malam, sang ibu pun menyerahkan sebuah buku lusuh yang merupakan peninggalan dari almarhum ayah Irfan yang telah meninggal dunia tujuh tahun yang lalu; "Ibu tidak tahu apa yang dituliskan oleh almarhum ayahmu, tetapi siapa tahu, salah satu ada yang bermanfaat jika diamalkan," demikian kata ibunya.

"Baik Bu, akan Irfan lihat nanti," ujar Irfan sambil menerima buku usang tersebut.

Keceriaan dalam rumah itu kian bertambah lengkap dengan datangnya dua sahabat Irfan, Amir dan Surya. Sang Ibu dan si bungsu langsung beranjak ke dapur untuk menyiapkan kopi dan goreng pisang unutk anak dan kedua sahabatnya itu. Tanpa sadar, malam kian larut, dan ketika kedua sahabatnya kembali ke rumah masing-masing, Irfan pun masuk ke kamarnya sambil menenteng buku usang peninggalan almarhum ayahnya itu.

Ia mencoba membolak-balik beberapa halaman unutk mengetahui isinya. "Ah... ternyata, buku ini berisi mantra atau jampi-jampi kuno melayu," demikian desis Irfan.

Matanya langsung membelalak ketika ia membuka halaman yang ketujuh. Jantungnya langsung berdebar dengan kencang. Betapa tidak, halaman tersebut berisi catatan dan cara mengamalkan PEngasihan Purnama Penuh.

Kulullah anak panahku, kupanahkan ke bumi, bumi hancur, kupanahkan ke laut, laut kering, kupanahkan ke api, api padam, kupanahkan ke langit, langit runtuh, kupanahkan ke hati ... (sebut nama yang dimaksud), hati si ... (sebut nama yang dimaksud) hancur luluh, karena kuasa-Mu yang berkuasa atas segala makhluk dan isi dunia ini.

Caranya: Lakukan tiap malam purnama 14 hari. Jika mungkin ambil air dalam sumur (dalam cawan yang putih bersih), ketika timba diangkat, pegang, maka bayangan bulan akan terlihat di dalamnya. Lalu, bayangkan wajah yang dimaksud di bulan tersebut sambil membaca amalan di atas dengan penuh perasaan dan rasa cinta. Jika sudah benar-benar tergambarkan dengan jelas, bayangkan Anda menelan bayangan si dia. Lakukan dengan penuh keyakinan, dan ulang bila dianggap masih belum mengena. Tetapi perlu diingat, jangan sekali-sekali menggunakan amalan ini untuk mendzalimi orang.

Ia berkhayal, Agy yang semula menolak cinta dan malu, pastinya nanti akan meminta maaf atas perlakuan kasarnya dan bakal bertekuk lutut...

Dengan cepat, Irfan berhasil menghafal amalan tersebut. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, ternyata, jawaban atas apa yang diharapkan itu ada di dalam buku lusuh peninggalan almarhum ayahnya.

"Kebetulan, besok purnaman penuh," demikian bisik hatinya. Wajah Irfan pun kembali sumringah. Ia berkhayal, Agy yang semula menolak cinta dan malu, pastinya nanti akan meminta maaf atas perlakuan kasarnya dan bakal bertekuk lutut sekaligus mengharapkan balasan cinta darinya.

Keinginan Irfan yang menggebu ditambah dengan niat tulusnya ingin menjadikan Agy sebagai istrinya, membuat ia dengan penuh keyakinan mengamalkan ilmu pengasih tersebut. Ya...malam itu, Irfan bahkan mengulangnya sampai tiga kali.

Dua hari setelah itu, Hp-nya pun berdering. Ia tak mengenal nomor siapa gerangan yang sepagi ini sudah menelponnya hampir lima kali. Dengan malas Irfan pun mengangkatnya. Ketika terdengar kata "hallo...," jantung Irfan seolah berhenti berdenyut.

"Agy," demikian desisnya, "Ya.. aku ingin minta maaf atas perlakuanku yang kemarin. Kapan pulang... banyak yang ingin aku bicarakan," tambah suara dari seberang sana.

"Mungkin satu dua hari lagi. Tunggu ya," jawab Irfan.

Singkat kata, tiga bulan kemudian, Agy pun resmi dipersunting oleh Irfan. Dan ketika tulisan ini diturunkan atas sepengetahuannya, keluarga muda ini telah dikaruniai dua orang anak yang lucu, tinggal dengan tenang dan damai di salah satu perumahan yang ada di bilangan Jakarta Timur.



Burhan. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.