LOGIKA PIKIRAN PARANORMAL (BAGIAN 1)
Keparanormalan dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan sedikit berbeda dibandingkan dengan manusia pada umumnya. Ada diantaranya yang memiliki kemampuan keparanormalan tanpa belajar terlebih dahulu. Ada pula melalui proses belajar.

Logika Pikiran Paranormal (Bagian 1) - Pada sekitar tahun 1988-1989, di Yogyakarta, seorang teman (sebut saja Haris) berbincang dengan saya seputar pengalaman pertamanya bertemu dengan pimpinan (guru) dari sebuah perguruan tenaga dalam. Sang guru itu melakukan gerakan tangan ke arah tubuh Haris. Selanjutnya dalam hitungan beberapa menit kemudian, Sang Guru menyuruh muridndya yang lain untuk melakukan gerakan menyerang atau memukul Haris.

Ketika murid itu menyerang Haris, seketika tubuh murid itu terpental jatuh. Seolah-olah ada seberkas energi listrik yang melindungi tubuh Haris dari serangan pukulan tersebut.

Perbincangan dengan Haris merupakan awal pertama saya bersentuhan dengan sesuatu yang kini populer dengan istilah keparanormalan.

Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian saya terhadap jenis tenaga dalam seperti itu mulai berkurang seiring keakraban saya dengan teman-teman lain yang gemar menekuni dunia spiritual, mistik dan keparanormalan. Beberapa teman saya tersebut ada yang pernah mondok di pesantren, belajar dengan kyai, dan lain-lain.

Sesuatu yang masih saya ingat adalah apa yang diceritakan Wisman Hertito, sahabat kuliah saya yang berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.

Wisman mengisahkan bahwa pada sekitar tahun 1984, dirinya bersama dua orang temannya peranh berguru pada seorang kyai di Cirebon.

"Kami berpuasa dan berzikir selama beberapa waktu di pesantren," kata Wisman memulai kisahnya. "Semua itu kami lakukan atas perintah dan bimbingan sang kyai."

Kemudian setelah tiba masanya aktivitas spiritual itu selesai, ketiga orang itu diharuskan melakukan tirakat di beberapa tempat wingit di Cirebon.

"Kami bertiga diharuskan tirakat di kuburan, hutan atau tempat yang seram, keramat atau dianggap menakutkan bagi masyarakat sekitar lokasi tersebut," kilah Wisman.

Mereka melakukan perintah gurunya itu dengan sepenuh hati semata-mata agar keinginan mereka tercapai. Maklumlah, saat itu usia ketiganya sekitar 17-18 tahun. Usia yang tergolong muda untuk bersentuhan dengan aktivitas mistik spiritual. Meskipun ketiganya merupakan teman sepermainan sejak kecil, tetapi saat berangkat ke Cirebon itu mereka memiliki niat yang berbeda-beda yang hanya diketahui diri sendiri.

"Pada malam terakhir itu, saya tirakat di hutan yang dianggap menyeramkan. Sedangkan kedua teman saya juga melakukan hal sama di lokasi berbeda," kenang Wisman. "Kami menyelesaikan tirakat itu pada dini hari menjelang subuh."

Pada pagi harinya, ketiganya menghadap Sang Kyai untuk menceritakan pengalamannya selama bertirakat di tempat-tempat yang dianggap wingit tersebut.

"Kami menceritakan pengalaman selama tirakat di tempat wingit itu. Kedua teman saya mengaku bertemu makhluk halus Bahkan ada diantaranya yang terlibat perkelahian," kata Wisman.

"Lalu bagaimana dengan pengalaman Anda sendiri?" tanya Kami ingin tahu.

"Saya tidak mengalami peristiwa seperti yang dialami kedua teman saya. Pada malam itu saya sholat dan berdzikir dengan tenang tanpa ada gangguan makhluk gaib sedikitpun," jawan Wisman.

Setelah ketiga orang itu bercerita pengalaman mistiknya kepada Sang Kyai, merekapun langsung berpamitan pulang ke kota asalnya.

Sejak kepulangan itu, Wisman dilanda rasa kegelisahan yang luar biasa mengenai tidak adanya pengalaman bertemu makhluk gaib sebagaimana yang dialami kedua temannya. Rasa penasaran yang tinggi ini mendorongnya untuk berangkat lagi ke Cirebon menemui Sang Kyai. Wisman ingin tahu apa sesungguhnya yang membuat dirinya tidak melihat atau bertemu makhluk gaib.

"Saya ingin tahu apakah ada yang salah dalam tirakat saya sehingga harus diulang atau ada faktor lain hingga saya tidak mengalami sensasi supranatural itu," ujar Wisman kepada Kami.

Jawaban dari Sang Kyai sungguh sangat mengejutkan Wisman. Saat itu Sang Kyai mengatakan bahwa diantara ketiga orang yang melakuakn tirakat di malam hari itu, justru Wisman yang dianggap paling berhasil melakukan tirakat tersebut. Wisman dinilai berhasil dalam melakukan konsentrasi tertinggi kepada Tuhan. Fokus dan konsentrasi saat berdikir hanya mengingat Tuhan itulah yang membuat makhluk gaib tidak berani menampakkan dirinya atau, apalagi mengganggunya.

"Kedua teman saya bisa melihat gaib itu lantaran saat berdzikir terbesit pikirannya melihat makhluk gaib itu. Saat terbesit pikiran itulah, makhluk gaib seketika hadir," kata Wisman.

Sang Kyai meyakinkan Wisman bahwa dirinyalah yang dinilai berhasil melakukan tingkat konsentrasi tertinggi dibandingkan kedua temannya. Sang Kyai itu juga berpesan agar kemampuan konsentrasi itu harus terus ditingkatkan.

"Sejak saat itu saya berpegang teguh dengan pesan guru saya itu bahwa dalam mengamalkan suatu amalan tertentu hanya boleh fokus kepada Yang Maha Kuasa," ujarnya.

Wisman mengungkapkan bahwa dalam beberaoa waktu kemudian, kedua temannya itu memang memiliki kemampuan keparanormalan. Keduanya memiliki kemampuan mendatangkan makhluk gaib dan memerintahkannya untuk melakukan tugas tertentu. Istilah yang umum adalah memanggil dan memerintahkan khodam-khodam, jin dan segala macam bentuk dedemit. Termasuk, tentu saja, mendatangkan benda-benda pusaka dari alam gaib. Pengalaman saat berguru di Cirebon itulah yang membentuk karakter Wisman dikemudian hari. Kami menangkap kesan ini selama beberapa tahun bersahabat dengannya.

Kisah lainnya dari pengalaman Wisman pernah Kami tulis yang berjudul Logika Pikiran Mata dan Uang.

Harus diakui, persahabatan Kami dengan Wisman (termasuk dengan beebrapa sahabat lainnya) memang membentuk logika berpikir Kami terkait dengan hal-hal berbau mistik, supranatural, spiritual, keparanormalan, atau apapun namanya.

Pada intinya, sesuatu yang mungkin ingin Kami garis bawahi dari uraian di atas adlaah bahwa jika kita mengamalkan suatu amalan tertentu lalu kedatangan khodam dari amalan tersebut atau juga kedatangan makhluk gaib lainnya, maka dapat dipastikan bahwa itu menunjukkan lemahnya tingkat konsentrasi orang yang membaca amalan tersebut. Itulah konsentrasi yang buruk atau tidak fokus pada Yang Maha Kuasa.

Sebaliknya, jika dalam membaca suatu amalan tertentu lalu tidak mengalami sensai gaib apapun, maka justru besar kemungkinan itu karena tingkat konsentrasinya yang sangat tinggi kepada Yang Maha Kuasa.

Tetapi harap dipahami, istilah sensasi gaib ini sangat luas dan bertingkat-tingkat. Sesuatu yang mungkin secara umum kita dengar adalah bahwa jika kita mengamalkan suatu amalan tertentu lalu kedatangan khodam dari amalan tersebut, maka proses membaca amalan tersebut dianggap berhasil dan dapat dipastikan hajat atau keinginannya tercapai.

Padahal khodam yang dimaksud adalah bangsa jin yang besar kemungkinan malah menyesatkan si pembaca amalan tersebut. Meskipun hajat manusia itu tercapai, tetaplah dirinya dianggap bersekutu dengan makhluk gaib. Ini sangat rawan menjerumuskan diri ke dalam kemusyrikan.


Syariat

Ada kisah lain dari sahabat saya itu yang hingga kini masih melekat dalam benak saya. Kisah ini diceritakan sekitar tahun 1992-1993 saat saya bertandang ke kosnya yang berada sekitar 3 km dari lapangan udara Adisucipto, Yogyakarta.

Wisman ngekos pada sebuah rumah yang dihuni keluarga besar. Kakek, nenek, anak, menantu dan beberapa cucunya. Pada saat itu, Sang kakek berusia sekitar 80 tahun.

Kami pernah melihat sang kakek karena memang sering berkunjung ke kos Wisman. Biasanya Kami berkunjung bersama sahabat akrab lainnya bernama Cahyana (wafat 2010).

Pada suatu hari Kami datang ke kos WIsman bermaksud takziah karena mendengar Sang Kakek meninggal dunia. Kami mendapatkan cerita pengalaman Wisman terkait dengan wafatnya sang kakek.

"Saya berada di dekat kakek saat beliau sakit hingga menghadapi sakaratul maut," kata Wisman. "Saya membimbing beliau mengucapkan kalimat tayyibah menjelang ajalnya."

Wisman mengisahkan bahwa sast dirinya berada di dekat Sang Kakek yang terbaring di tempat tidur, maka dia membisikkan kalimat La Ilaha Ilallah Muhammadur Rasulullah. Tujuan membisikkan kalimat tersebut agar Sang Kakek mengucapkannya.

Tetapi yang dirasa aneh dalam pandangan Wisman adalah saat itu Sang Kakek hanya mampu mengucapkan La Ilaha Ilallah. Smentara saat hendak mengucapkan Muhammadur Rasulullah, seolahpolah mulut Snag Kakek terkunci rapat.

"Selama beberapa hari menemani, Sang Kakek tidak pernah bisa menguapkan kalimat Muhammadur Rasulullah. Bahkan anggota keluarga yang lain pun mencoba membimbing kalimat itu tetapi tidak berhasil," kata Wisman keheranan. Padahal saat itu Snag Kakek masih sadar meski kondisi sakitnya parah (sakit karena usia tua). Lebih jauh dikatakan, saat Sang Kakek mengucapkan kalimat La ilaha ilallah terasa lancar dan biasa saja. Tetapi saat hendak mengucapkan kalimat Muhammadur Rasulullah, justru mulutnya terkunci dan nafasnya seperti tersengal-sengal. Hal yang sama saat dibimbing kalimat: Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Pada kalimat: wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah tidak mampu diucapkan oleh Sang Kakek.

"Hingga Sang Kakek menghembuskan nafasnya yang terakhir, tetap tidak mampu mengucapkan kalimat Muhammadur Rasulullah," ujar Wisman.

Pada malam hari usai mengadakan acara tahlilan, Wisman mendapat pertanyaan dari salah seorang kerabat yang hadir.

"Apa menurut Mas Wisman yang membuat kakek tidak bisa mengucapkan Muhammadur Rasulullah. Sedangkan kakek lancar saja mengucapkan La Ilaha Illallah?" tanya kerabat tersebut.

Sebuah pertanyaan yang tidak pernah diduganya. Suasana malam itu yang dipenuhi para kerabat dan tetangga yang menghadiri tahlilan tampak hening setelah muncul pertanyaan tersebut. Seketika saat itu Wisman menjawab pertanyaan tersebu dengan sebuah jawaban yang tidak pernah diduganya sama sekali.

"Kakek sangat bertauhid dalam arti mengakui adanya Allah SWT. Kakek percaya adanya Gusti Allah. Kakek juga percaya dan yakin bahwa Muhammad adalah Rasul Allah," kata Wisman ketika itu.

"Tetapi mungkin, dalam beberapa tahun terakhir ini, kakek tidak menjalankan syariat agama yang dibawa Rasulullah SAW seperti shalat fardhu atau kewajiban lainnya," lanjut Wisman kepada para tamu yang menghadiri tahlilan.

Jawaban spontan yang keluar dari mulut Wisman itu tiba-tiba disetujui kerabat Sang Kakek.

"Sepertinya Anda benar. Kakek memang sudah lama tidak melaksanakan shalat fardhu," kata kerabat tersebut.

Saat itu Wisman mengaku merasa lega mendengar perkataan kerabat Sang Kakek. Padahal jawaban itu muncul begitu saja dari benak kepalanya. Secara jujur dia mengungkapkan kepada Kami bahwa dirinya tidak pernah mengetahui aktifitas ibadah keseharian Sang Kakek. Sebab kamar kos Wisman berada di luar dair rumah Sang kakek. Dirinya pun tidak terlalu memerhatikan aktifitas Sang Kakek kecuali sekedar bertegur sapa sebagaimana wajarnya.

Kisah yang dituturkan Wisman tersebut sangat membekas dalam benak Kami. Itulah sebabnya Kami menuliskannya saat ini. Sekedar mengingatkan, khususnya kepada diri saya pribadi, bahwa pengakuan terhadap syariat agama memang merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, meskipun pengucapan syahadat dilakukan secara ituh, tetapi jika dalam kesehariannya tidak didukung dengan pelaksanaan syariat itu sendiri, maka seolah-olah kita mengingkari syariat agama yang dibawa Rasulullah SAW.



Siswanto, Agus. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.