LA GOLO
Kekayaan yang berlimpah, membuat ia menjadi malas, manja dan acap mengganggu bahkan berkelahi dengan teman-teman sepermainannya serta melawan kedua orang tuanya.

La Golo - Pada suatu masa, di Dompu, Sumbawa, bermukim pasangan suami istri nan amat kaya raya, tetapi sayang, mereka belum mendapatkan anak. Setiap hari, keduanya hanya berdoa dan meminta agar dikaruniai keturunan. Hingga akhirnya, pada suatu hari, dengan wajah amat ceria dan penuh kemanjaan, sang istri pun berbisik kepada suaminya; "Kakak, rasanya permohonan kita dikabulkan oleh Sang Maha Hidup."

Dengan wajah terkejut seolah tak pecaya, sang suami langsung memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang sambil berkata; "Adik, kalau begitu jagalah karunia itu dengan sebaik-baiknya."

Seiring berjalannya waktu, dari hari menjadi minggu dan bulan pun terus berlalu, hingga pada saatnya dari rahim sang istri lahirlah seorang bayi lelaki yang terlihat sehat dan montok yang diberi nama La Golo.

Karena terlahir dari keluarga yang kaya raya, La Golo pun tumbuh sebagai anak yang sangat malas dan manja. Tiap hari, kerjanya hanya mengganggu bahkan berkelahi dengan teman-teman sepermainannya bahkan sampai melawan kedua orang tuanya.

Keadaan inilah yang membaut pasangan suami istri menjadi sangat sedih, berharap mendapat anakyang dapat bekerja membantu orang tua juga berbakti kepada mereka, nyaris tak terpenuhi. Dengan nada resah, sang suami pun berkata;

"Padahal, aku memberi nama La Golo, agar kelak ia dapat menjadi lelaki yang kaut dan mau bekerja keras membuka lahan dengan golo (golok, parang) agar kekayaan kita semakin bertambah."

Sang istri hanya tidak dapat berbuat apa-apa hanya bisa menangis dan mengangguk dengan lesu, mendengar keluhan sang suami. Dan setelah menimbang-nimbang, akhirnya, pasangan suami istri itu memutuskan untuk membuang La Golo.

Pada suatu hari, La Golo melihat ibunya di dapur sibuk menyiapkan begitu banyak makanan dan lauk yang serba lezat. Dengan penuh manja ia pun bertanya; "Ibu masak makanan lezat-lezat dan banyak, apakah kita akan mengadakan suatu pesta?"

"Tidak nak, rencananya ayag dan engkau akan berangkat ke hutan untuk mencari kayu bakar. Nanti, sebelum berangkat, engkau santaplah sebagian makanan yang telah ibu masak ini, dan sisanya, buat bekal kalian berada di hutan nanti," jawab sang ibu dengan terbata-bata.

Tanpa banyak Tanya, La Golo pun langsung saja menyantap sebagian makanan itu. Setelah itu, sambil membawa parang, ia pun berangkat bersama ayahnya ke hutan. Singkat kata, tibalah keduanya di hutan yang sangat lebat dan dipenuhi dengan berbagai macam pepohonan yang tumbuh besar.

Ketiak tiba di sebuah pohon yang paling besar, ayah La Golo pun berhenti dan berkata; "Inilah pohon yang kita cari nak. Karena besar dan banyak rantingnya, maka, kita cukup hanya menebang satu pohon "wuwu" ini, tetapi, engkau tahan batang pohon ini dengan tubuhmu ya..."

"Baik ayah," sahut La Golo dengan polos. Ketika pohon itu tumbang, La Golo pun mencoba menahan batang pohon yang telah tumbang itu dengan tubuhnya. Tetapi apa daya, karena batang pohon itu besar, maka La Golo pun tertindih oleh batang pohon itu. Setelah menunggu beberapa saat dan tubuh anaknya tetap tak bergerak, dengan perasaan senang, ayahnya langsung pulang dan menceritakan apa yang terjadi kepada istrinya.

Esoknya, keluarga ini pun menyiapkan doa rowa (doa arwah) atas kematian La Golo dengan menyembelih seekor kambing jantan. Ketiak akan mengundang para tetangga, tiba-tiba, di depan keduanya berdiri La Golo sambil tersenyum. Ayah dan Ibunya hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Akhirnya, makanan yang semula dipersiapkan untuk doa rowa bagi dirinya disantap La Golo hingga tandas.

Alih-alih berubah, kelakuan La Golo makin menjadi-jadi. Dengan perasaan sedih, akhirnya, kedua orang tuanya memutuskan untuk membuat La Golo ke tempat yang jauh.

Tak seperti biasanya, setelah menyiapkan beragam jenis makanan yang lezat, kali ini, sang ayah membawa ponda (labu air) yagn sudah kering yang bisa mengeluarkan suara "Hoooo" bila ditiup atau tertiup angin. Setelah menyantap sebagian makanan yang disediakan dan membawa sebagian yang lain untuk bekal seperti yang lalu, keduanya pun segera berangkat.

Setelah berjalan selama tujuh hari tujuh malam, tibalah keduanya di hutan yang dituju. Di situ, La Golo melihat sebatang pohon duwet yang dipenuhi dengan buah yang sudah masak. Tanpa pikir panjang, ia langsung memanjat dan memakan buah duwet sepuas-puasnya. Sesekali, ia memanggil sang ayah, karena terdengar jawaban; "Hoooo," tenanglah hatinya.

Ketika turun, ternyata, sang ayah sudah tak ada ditempatnya. La Golo melihat buah ponda yang tergantung. Ia pun sadar, orang tuanya sengaja melakuakn hal itu karena tabiatnya yang sangat buruk. Penyesalan pun datang, tetapi, nasi telah menjadi bubur.

Akhirnya La Golo pun berusaha mencari jalan untuk pulang, tetapi jalan pulang tak ditemukan malah ia makin tersesat ke dalam hutan. Akhirnya, ia pun pasrahkan semua pada keadaan.

Pada suatu hari, ia melihat ada seseorang yang berjalan. Dengan perasaan was-was, La Golo pun mendekati dan berkenalan dengan sosok yang mengaku bernama Sandari dan tak lama kemudian, mereka pun mendengar ada suara orang yang sedang bercakap-cakap.

Setelah dekat dan saling menyapa keduanya mengaku bernam La Ngepe dna La Bonggo. Setelah saling membuka diri tentang perilaku masing-masing, akhirnya mereka pun sadar, kenakalan telah membuat mereka terpaksa diasingkan oleh keluarganya masing-masing. Sejak itu, selain mengangkat La Golo sebagai pimpinan, mereka juga harus bekerja keras mencari umbi-umbian untuk makan.

Hingga pada suatu hari, mereka bertemu dengan seekor rusa. La Golo yang ingin memiliki kecepatan berlari seperti rusa mengajak teman-temannya untuk belajar kepada sang rusa;

"Hai ... rusa, maukah engkau mengajarkan ilmu berlarimu kepada kami?"

"Baik, dengan senang hati," ujar sang rusa. Sejak itu, mulailah mereka belajar kepada sang rusa. Setelah dirasa cukup, mereka pun berjalan dan bertemu dengan beruk/kera. Kembali mereka meminta untuk belajar memanjat dair sang beruk selanjutnya mereka pun bertemu dengan kerbau liar yang memiliki tanduk amat besar dan kuat kembali mereka pun belajar ilmu ntumbu (tumbuk kepala) kepada kerbau liar tersebut.

Dalam perjalanannya, tibalah mereka di tepi laut. La Golo mengusulkan untuk mencari ikan dan disetujui oleh ketiga temannya. Mereka pun berjalan menuju ke sebuah teluk, dan tugas membendung pun jatuh kepada Sandari (bhs Bima; pembatas air), La Bonggo (bhs Bimal mengeringkan air) bertugas mengeringkan air laut dan La Ngepe (bhs Bima; menangkap ikan) bertugas menangkap ikan. Sedang La Golo, bertugas mengumpulkan hasil tangkapan.

Ketika mencari bagaimana cara mendapatkan api untuk membakar ikan0ikan hasil tangkapannya, tiba-tiba  mereka melihat ada kepulan asap dari kejauhan. La Golo meminta kepada temannya, Sandari, agar membawa ikan-ikan itu ke tempat asap itu berasal dan membakarnya di tempat itu.

Tetapi apa yang terjadi, asap tersebut ternyata berasal dair satu-satunya rumah yang ada di hutna itu dan dihuni oleh sepasang raksasa; Ompu dan Wa'I Ranggasasa.

Ketika Sandari datang dan meminta izin untuk membakar tentu saja juga membagi iakn-ikan yang dibawanya kepada tuan rumah, dari dalam terdengar jawaban yang keras dan menakutkan; "Bukan hanya ikan yang kalian bawa yang akan kumakan, nanti, yang membawanya juga akan kulahap sampai habis, haa...ha... haa...!"

Tak ayal Sandari pun lari tungang langgang dengan meninggalkan seluruh bawaannya. Giliran kedua, La Golo menugaskan La Ngepe dan La Bonggo untuk membawa dan membakar ikan-ikan itu. Tetapi, keduanya pun kembali dnegna wajah penuh ketakutan, sama seperti Sandari.

Akhirnya, La Golo yang sudah sangat lapar pun berangkat diiringi ketiga temannya menuju rumah yang dihuni oelh kedua raksasa itu. Ketika La Golo mendapatkan jawaban yang sama, La Golo pun naik pitam. Ia pun menantang Ompu Rnaggasasa untuk berkelahi. Mendapat tantangan yang tak diduga-duga, dengan jumawa, Ompu Ranggasasa pun bersiap-siap untuk melakukan serangan terlebih dahulu.

Ternyata sekali ini Ompu Ranggasasa terkena batunya. Begitu ia ingin melakukan serangan, La Golo yang sudah siap dengan ilmu ntumbu-nya langsung menyerudukkan kepalanya ... terjadilah benturan dan suara yang teramat keras. Ompu Ranggasasa pun mati dalam seketika. Agar tidak mendapatkan gangguan di kemudian hari, maka. Wa'I Ranggasasa pun turut dibunuh oleh La GOlo.

Kini merekalah menempati rumah itu. Mereka pun bisa membakar ikan dengan sepuas-puasnya, ketika persediaan habis, keempat sahabat itupun kembali mengembara hingga tiba di suatu desa yang tak terlalu ramai. Dari penduduk desa yang ditemui, mereka mendengar bahwa di istana sedang diadakan keramaian. Ada berbagai macam permainan yang digelar di keramaian itu.

La Golo pun ikut dalam berbagai pertandingan yang digelar, berlari dan memanjat. Tak heran jika La GOlo selalu tampil menjadi juara, karena ilmu-ilmu yang dimiliki yang didapat dari rusa dalam berlari dan beruk dalam hal memanjat. Hadiah yan gcukup banyak pun berhasil dikumpulkannya. Sekarang tibalah giliran pertandingan akhir, pertandingan ntumbu dengan takzim, ia duduk di depan sang raja dan menyatakan siap menghadapi jagoan istana.

Raja yang langsung memimpin pertandingan tersebut memberitahukan caranya dan menyiapkan pita kuning untuk diikatkan kepada kepala peserta lomba setelah itu, raja memeprsilahkan keduanya untuk berhadap-hadapan seiring terdengar aba-aba dari raja dan bendera kuning diturunkan, tiba-tiba saja langsung terdengar suara yang amat keras... "craaaak!" Terlihat La Golo dengan jumawa berhasil mengalahkan jagoan istana raja. Maka La Golo pun keluar menjadi pemenangnya.

Akhirnya La Golo pun makin sadar, bekerja keras dan bertanya serta mau belajar kepada yang leibh pandai adalah kunci dari semua keberhasilan.



Pramudhita, W. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.