DUKUN SAKTI TUNTUT TUMBAL 100 NYAWA

Banyak artis yang mendatangi dukun Eyang Suhud di Jakarta Barat. Bahkan, datang ke dukun, belakangan ini, nampaknya sudah seperti menjadi trend kalangan selebritas ibukota.

Dukun Sakti Tuntut Tumbal 100 Nyawa - Dukun yang didatangi, ternyata bukan dukun biasa, tapi dukun sakti mandraguna. Seseorang dukun yang sangat mampu merubah nasib seseorang dari susah menjadi kaya raya. Seorang dukun yang mampu melihat sesuatu yang tertutup menjadi terbuka lebar. Seorang dukun yang mampu meramal dengan tepat. Seseorang yang mampu mengobati ragam penyakit berat dengan jitu, seseorang yang mampu berjalan di atas air, bahkan seseorang yang bisa terbang seperti burung di tengah malam, menyeberang samudera dan antar pulau-pulau nusantara. Opo tumon?

"Ah, benarkah begitu? Adakah orang yang berkemampuan supranatural seperti itu?" tanyaku, penasaran, kepada Sigit Subagio, 39 tahun artis penuanyi rock beken yang telah menelurkan 12 album rekaman, yang lebih dahulu menjadi murid Eyang Suhud, sebutlah begitu, dukun dan ahli supranaturalis yang bermukim di daerah Srengseng Bongkeng, bukan nama sebenarnya, di daerah perbatasan DKI dan Banten di Jakarta Barat.

"Aku malas untuk bercerita panjang kepadamu tentang kelebihan supranatural dari Eyang Suhud, capek deh. Maka itu, kayaknya lebih baik atau sebaiknya kau ikut saja aku, kau akan tahu dengan mata kepalamu sendiri, siapa sebenarnya dia," kata Sigit Subagio kepadaku.

Aku yang tadinya sangat rasional, tidak percaya masalah perdukunan, jadi penasaran juga, menjadi ingin tahu, apa benar sih omongan Sigit ini, apakah benar sih ada manusia berkemampuan lebih seperti itu? "Kapan kau mau ke sana, aku mau ikut," tekadku.

Karena mobil VW Combie milik Sigit terlalu besar untuk masuk ke jalanan kecil di daerah Srengseng, maka mobil Sigit itu aku minta ditinggalkan di rumahku di Tebet, Jakarta Selatan, sedangnkan Sigit ikut mobil sedanku, kami naik BMW sport ku ke rumah Eyang Suhud, di Jakarta Barat itu, tidak jauh dari daerah Cileduk, Kota Tanggerang, Banten.

Pukul 16.30 kami berangkat dari rumahku di Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan menuju barat. karena aku wanita dan Sigit pria, maka aku menyerahkan kunci kontak kepada Sigit dan Sigit yang menyetir mobilku. Rasanya tidak cocok wanita menyetiri pria, sedangkan pria duduk santai di sebelah penyetir seperti aku, yang wanita. Karena Sigit biasa menyetir mobil apapun, maka dia mau juga menyetir dan setirannya cukup bagus dan trampil melewati daerah-daerah macet di ibukota.

Sesampainya di daerah Srengseng, hari sudah menjelang Maghrib. jam di tanganku menunjukkan pukul 18.00 waktu Indonesia bagian barat.

"Kita sholat Magrib di mana?" tanyaku, kepada Sigit Subagio. Di mesjid manapun, aku biasa berhenti jika saat Magrib, aku langsung mengambil wudhu dan sholat. Mukena selalu tersedia di dalam traveling bag, tasku yang ada di dalam bagasi belakang mobil.

"Oh, tenang, kita sholat di rumah Eyang Suhud saja, ada musholah pribadi di depan rumahnya, yang juga digunakan warga kampung," cerita Sigit.

"Okelah, kalay begitu kita teruskan perjalanan ini ke rumah Eyang Suhud dan kita sholat di rumahnya," kataku, kepada Sigit Subagio.

Sedang BMW Sport Seri 007 melaju perlahan ke rumah Eyang. Di sebuah jalan menikung, mobil berbelok memasuki sebuah pekarangan yang luar dengan pagar yang tidak terkunci. Kami masuk lalu memberhentikan kendaraan di antara puluhan kendaraan roda empat milik Eyang Suhud.

Sebelum masuk ke rumah Eyang yang bertingkat dua, aku mengajak Sigit unutk sholat di musholah di halaman rumah eyang. Sudah banyak warga yang datang unutk sholat. Adzan pun baru saja berkumandang dari surau itu dan aku segera mengambil mukenah. "Di dalam musholah sudah ada mukena, pakai mukena milik musholah saja ya, tidak usah pakai mukena sendiri," pinta Sigit.

Karena menurut hematku, lebih praktis memakai mukena musholah itu maka aku pun menuruti apa yang disarankan Sigit, akupun memakai mukena musholah.

Walau hanya musholah, tapi tempat ibadah yang dibangun Eyang Suhud itu sudah terbagi dua, ada tempat wudhu untuk pria dan ada tempat wudhu khusus wanita. Bahkan di dalam musholah, sudah ada batas kain warna hijau antar wanita dan pria, aku pun duduk bersama warga setempat, menunggu komat untuk sholat Magrib berjamaah.

Setelah sholat berjamaah di musholah, Sigit mengajak aku ke rumah Eyang. Karena sudah baisa di rumah itu, Sigit seperti berada di dalam rumahnya sendiri, dia terlihat nyantai dan semua orang di situ menyapanya, bahkan banyak pula yang mencandainya. Maka itu, Sigit tahu persis di mana posisis Eyang Suhud berada dan biasa pada jam-jam tertentu duduknya di daerah mana.

Eyang Suhud, ternyata masih di kamar pribadi, kamar ritualnya dan Sigit bilang bahwa kurang lebih 20 menit lagi, Eyang akan keluar dari kamar semedinya itu. Sementara itu, di meja makan, nampak sudah tersedia makan malam yang komplit. Sigit menarik tanganku langsung mengajak aku makan. Tapi, aku risih dan merasa malu, di mana belum bertemu pemilik rumah, sudah berada di meja makan dan makan-makan. "Songong amat, gue, ogah ah, Git!" cetusku.

Karena aku kekeh tidak mau makan, maka Sigit hanya mengambil beberapa jenis makanan dan mengunyah sambil duduk di meja tamu kamar atas, tidak beberapa jauh jaraknya dari meja makan. Kamar Eyang Suhud yang Nampak gelap, kata Sigit, tidak boleh dimasuki oleh siapapun. Kamar itu tertutup dan nampak sangat rahasia. Karena aku selalu mengarahkan mataku ke pintu akamar itu, Sigit lalu bercerita, sambil berbisik ke telingaku.

"Ayu, itu kamar hanya Eyang Suhud yang boleh masuk. Semua istrinya, tidak satu pun boleh masuk ke kamar ritual itu. Pembantunya juga, tidak ada satupun yang boleh masuk walau untuk membersihkan kamar itu,"

"Ayu, itu kamar hanya Eyang Suhud yang boleh masuk. Semua istrinya, tidak satu pun boleh masuk ke kamar ritual itu. Pembantunya juga, tidak ada satupun yang boleh masuk walau untuk membersihkan kamar itu," bisik Sigit.

Dikisahkan oleh Sigit, bahwa di kamar gelap itu, banyak jin dan raja-raja jin seluruh nusantara, ada di dalam kamar itu jika diperlukan oleh Eyang Suhud. Bahkan di dalam kamar itu, Eyang Suhud bisa bertemu pula dengan para tokoh-tokoh sejarah nusantara masa lalau. Eyang bisa dialog dengan Pangeran Jayabaya, dengan Patih Gajahmada dengan Prabu Siliwangi serta dengan Wali Songo. Sembilan wali it ada di dalam kamar itu jika Eyang Suhud membutuhkan untuk bertemu.

"Eyang berkata secara khusus kepadaku, bahwa Eyang itu adalah orang pilihan Alam Semesta, pilihan Tuhan untuk menjadi Raja Gaib, raja diraja kaum supranaturalis di negeri Indonesia ini. Semua paranormal beken di bumi ini, harus datang dan bersujud kepadanya," ungkap Sigit. Dan memang, kata Sigit, semua paranormal terkenal negeri ini orang-orang sakti di negeri ini datang kepada Eyang Suhud dan bersujud di kaki Eyang.

"Maka itu, nanti, kita mesti duduk dan berjalan ngesot mendekati Eyang Suhud dan mencium tangannya bolak balik, biar dapat berkah. Nanti, karirmu sebagai penyanyi langsung melambung dan bayaranmu semahal apapun, akan dibayar orang. Kau akan menjadi orang yang kaya raya," lirih Sigit, ke telingaku.

Benar saja, setelah kuran gleibh 25 menit menunggu, Eyang SUhud, suara pintu dibuka dari dalam. Cklek, suara kunci pintu dan Sigit buru-buru mengajak aku duduk sila di karpet merah di ujung timur rumah Eyang Suhud yang besar itu. Setelah kami duduk sila berdua, Eyang menyapa ramah kepada Sigit dan tertawa renyah kepadaku.

Tawa seorang tua yang ramah kepada anak muda yang baru dikenalnya seperti aku. Kami pun menjalani melaku dodok, jalan ngesot ke arah Eyang yang duduk di bangku jati pendek 3 meter dari kami. Sigit mencium tangan Eyang Suhud bolak balik, dan aku hanya menjabat tangan Eyang, tidak mencium tangan itu.

"Kenapa kamu tidak mencium tangan saya? Kamu geli, jijik pada tangan kanan saya ini ya? Anak muda harus menghormati orang sepuh, orang tua, dengan mencium tangan. Kamu tidak mau melakukannya?" desis Eyang Suhud, sambil tersenyum. Sigit lalu menyikut pinggang saya, yang berarti dia meminta agar aku mencium tangan orang tua itu seperti yang dilakukan Sigit. Muka Sigit nampak pucat pasi dan bibirnya tiba-tiba terlihat gemetar.

"Ayo. Ayolah Ayu, ayo, cium tangna Eyang, Ayu!" perintah Sigit, setengah marah kepadaku. Karena tidak enak hati kepada Sigit, maka aku pun mendekati tangan Eyang lalu mencium tangannya.

"Kamu mencium tangna Eyang karena tidak enak sama anak saya ini ya?" kata Eyang, menyindirku, sambil menunjuk Sigit, anak didiknya.

"Kamu sedang punya problem besar dengan pacarmu ya? Pacarmu yang bernama Hananta Bakri itu, baru saja kamu bentak dan cacimaki habis. Ya, memang, pacar kamu, Hananta itu lagi jatuh cinta dengan perempuan bernama Sisilia, anak Menteng, anak seorang pensiunan jenderal kenamaan negeri ini, ya kan?" pancing Eyang, menyentak jantungku.

Semua apa yang dikatakan Eyang, benar adanya, Nama serta permasalahanku dengan kekasihku, Hananta Bakri, benar adanya. Memang betul pula, Hananta lagi jatuh cinta kepada SIsilia, anak jalan DIponegoro, MEnteng, anak seorang jenderal terkenal dari institusi TNI angkatan darat. Dahsyat, Eyang ini memang dukun yang berkemampuan leibh, dia sakti mandraguna, tahu apa yang orang tidak tahu, dan sangat tahu apa yang kita tahu

Jika Sigit yang cerita kepada Eyang rasanya tidak mungkin, karena Sigit sendiri, tidak tahu apa yang aku hadapi. Sigit tidak tahu problem pribadiku, bahkan tidak tahu bahwa aku bercinta serius dengan Hananta Bakri.

Sebelum sempat panjang dan lama menebak aku, tiba-tiba datang rombongan artis-artis ibukota, mulai dari penyanyi, pemain film, presenter TV, pelawak dan para anggota DPR. Semua duduk bersila, jalan ngesot mencium tangan Eyang Suhud. Bahkan ada beberapa pelawak terkenal malah mencium kaki Eyang Suhud. Eyang lalu memegang kepala pelawak itu dan mencium ubun-ubunnya.

"Sukses ya? Sukses dan makin berjayalah kau!" kata Eyang Suhud, kepada pelawak itu.

Maaf, tidak menyebut nama si pelawak memang pelawak itu lagi naik daun, shownya banyak sekali dan dia sangat erpakai oleh televisi sebgai host beberapa acara. Pelawak ini lagi berbantalkan uang, depositonya sangat besar, rumahnya mewah, mobilnya banyak dan tanahnya bejibun.

"Dia sukses karena diritual oleh Eyang Suhud, bisik Sigit.

Murid Eyang Suhud di kalangan selebriti ternyata ribuan. Bukan cuma artis tapi juga pejabat, anggota dewan dan ongusaha-pengusaha besar. Namun karena aku hanya yakin kepada Allah Azza Wajalla, Tuhanku Yang Maha Agung, maka aku tidak begitu respek kepada Eyang Suhud.

Eyang Suhud sudah terlalu dikultus oleh muridnya, oleh warga umum, oleh para petinggi negara, sehingga dia menjadi besar kepala, seeprti Dewa yang sekaan bisa merobah nasib orang tanpa meminta ijin Allah SWT. Hal inilah yang aku rasakan ganjil, aneh dan sulit dipercaya akal sehat. Eyang Suhud terlalu sombong, riak dan angkuh. Dia menyatakan bahwa diirnyalah Imam Mahdi Satrio Piningit dan Ratu Adil.

"TIdak, jangan kau tersesat di tempat yang terang Ayu Lasmini, jangan percaya dnegna orang seperti ini. Dia pemuja setan, dia dukun yang berteman dengan jin-jin kafir yang membisikinya tentang dirimu, jin intelijen yang disebarkannya untuk menyelidiki manusia yang masih hidup.

Jin itu hanya bisa membisiki dan memberikan informasi jika mendapatkan makanan, makannnya adalah darah manusia, jantung amnusia yang dijadikan tumbal bagi mereka," kata Pak Haji Leo Kullit, guru spiritualku di Cempaka Putih, Jakarta Timur. Pak Haji LEo Kullit adalah seseorang pengelola urusan haji yang dulunya beragama non Islam yang kini menjadi orang setengah kyai.

Memang, belakangan aku saksikan dengan mata kepalku sendiri, Eyang Suhud mampu terbang seperti burung, dapat mengobati penyakit berat dan dapat menjadikan orang pejabat tinggi. Kemampuannya itu ditolong oleh jin-jin piarannya, yang setiap waktu tertentu menuntut tumbal.

Maka itu, Eyang Suhud istrinya banyak, lebih dari 20 orang. Satu-satu, istrinya itu mati menjadi tumbal. Cara matinya sangat aneh dan unik, karena kematian itu diminta jin, gaib yang menjadi hulubalang Si Raja Gaib, Eyang Suhud.

"Sebaiknya kau putuskan saja hubungan percintaanmu dengan Hananta Bakri itu, dia lelaki pengkhianat tukang selingkuh, tukang main perempuan cantik. Kalau pun kau menikah dengan dia, kau akan makin tersiksa lagi, batinmu akan makin tersayat oleh ulahnya yang makin gila, oleh polahnya yang tukang khianat. Lebih baik kau menikah dengan Eyang dan Eyang akan senangkan hatimu, Eyang akan jadikan kau orang kaya raya berbantal uang jika kau tidur," kata Eyang Suhud, mengagetkanku.

Amit-amit, batinku, aku akan dinikahi Eyang Suhud yang tua bangka dan dijadikan istrinya yang ke dua puluh satu. "Duh Gusti, aduh aduh, ogah aku, amit-amit.. jabang bayi." Kata batinku.

Sigit membujuk aku agar aku amu diperistri oleh Eyang bila aku mau sukses besar. Tapi, aku menolak Sigit, bahkan aku marah besar kepada teman baikku ini.

"Gila lo Git, Elo kira gue ini gadis murahan, perempuan yang kagak laku lagi?" bentakku.

Sigitpun terdiam, akhirnya dia memahami, mengerti, mengapa aku marah dan menolak. Satu persatu, pelawak mati muda. Satu persatu, istri Eyang yang dua puluh orang mati muda.

"Semua itu menjadi tumbal, tumbal bagi piarannya. Orang itu jahat, bahkan sangat jahat, Dia juga penyantet dan dia juga tukang teluh," kata presenter ternama, sebutlah bernama Didi Sarmili, bukan nama sebenarnya, yang telah keluar dari padepokan Eyang Suhud  dan tidak mau lagi menjadi murid. Didi telah tersadarkan dan kembali ke jalan Allah. Dia bertobat nasuha dan tidak mau lagi terlibat sekte yang dikatakannya pemuja setan.

"Saya selama ini telah musyrik, syirik, murtad dan ingkar kepada kebenaran jalan Allah, unutk itu, saya bertobat dan melarikan diri dari kesesatan itu," ujar Didi yang sekarang menjadi anggota pesantren Kyai Haji Mahfud Sidik di Jakarta Timur.

"Lebih baik kau menikah dengan Eyang dan Eyang akan senangkan hatimu, Eyang akan jadikan kau orang kaya raya berbantal uang jika kau tidur," kata Eyang Suhud, mengagetkanku.

Didi menyebut, bahwa akan banyak tumbal yan gjadi korban Eyang ke depan nanti, karena targetnya, adalah 100 nyawa manusia hingga dia menjadi Raja Gaib. Kini, aku dan Didi berteman baik dan kami melakukan aksi untuk merobohkan kekuasaan Eyang yang begitu besar juga fenomenal. Tapi, walau berat, kami akan melakukannya sampai kapanpun, sampai korban berkurang bahkan hilang sama sekali.

Tentang masjid dan musholah, Didi melihat, hal itu dibangun Eyang karena kamuflase, mengelabui organisasi ekstrim Islam Jakarta, agar tidak mendemo rumahnya. Agar kegiatan tumbal menumbal itu tidak diotak atik. Eyang tetap kaya raya, banyak uangnya dan hidup mewah. Sementara itu, dia tidak pernah sholat, dia suka mabuk-mabukan dan hura-hura. Didi, dengan berani melawan Eyang secara terbuka.

Bahkan, dia terus berteriak membongkar kesesatan Eyang dan menyatakan perang frontal. Eyang lalu mengiirm santet ke rumah Didi dan rumah Didi, diakuinya, setiap malam ada suara orang berlari dan berteriak-teriak memekakkan telinga. Bahkan beberapa kali bola api menyambar rumahnya, namun, karena pertolongan Allah SWT, api itu padam begitu saja, Didi sekeluarga pun, selamat dair serangan gaib.

Sementara aku, kini, aku menikah dengan Sigit, kami membuka pesantren di Rajabasa, Lampung Selatan, dengan biaya dari Pemerintah Kuwait. Alhamdulillah, SIgit telah keluar dair kepercayaan Eyang dan dia kembali ke jalan Allah seperti juga Didi. Eyang kini menghilang, kabarnya tak ada lagi di rumahnya dan dia mukswa ke Gunung Lawu, Jawa Tengah. Selamat jalan Eyang Suhud, selamat jalan kesesatan.

(Kisah ini dialami Ayu Lasmini bukan nama sebenarnyam Yudhistira Manaf menulis cerita itu untuk Kita semua)



Manaf, Yudhistira. 2013. Majalah Misteri Edisi 557. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.