Mencari pesugihan di tempat keramat Watu Ombo ternyata harus menumbalkan nyawa sendiri. Dalam kurun waktu 5 tahun, pelaku akan mati untuk seterusnya menjadi pengikut jin Watu Ombo.
Terlepas Dari Perjanjian Kontrak Umur - Malam belum begitu larut, seorang laki-laki tergopoh mendatangi Kami. Wajahnya sedikit tegang, nampaknya ia sedang menghadapi masalah yang cukup serius. Beberapa saat setelah dipersilahkan duduk, diketahui kalau laki-laki itu bernama Kuncoro. Cerita punya cerita, ternyata ia sedang dihantui perasaan yang membebani hidupnya.
"Maaf, jika kedatangan saya telah mengganggu istirahatnya. Atas petunjut beberapa kerabat, saya disarankan untuk meminta bantuan kemari dalam mengatasi masalah ini", ucapnya memulai cerita.
Dari keterangannya diketahui, kalau kehidupan Kuncoro secara materi sangat tercukupi. Dia bersama istri dan kedua anaknya tak pernah mengalami kekurangan. Tapi di balik gelimang hartanya itu, akhir-akhir ini rasa cemas sering muncul di benak Kuncoro. Hal itu disebabkan karena semakin dekatnya kontrak umur yang ia janjikan pada sosok penghuni kramat Watu Ombo.
Watu Ombo merupakan sebuah batu besar yang terletak di area perbukitan yang berada di pesisir pantai selatan bagian timur. Tempat ini dihuni oleh sesosok Jin yang sering menampakkan diri sehingga tak jarang warga memanfaatkannya demi sebuah kekayaan.
"Dulu saya terpaksa mengambil jalan itu, semua dikarenakan penderitaan yang terus mencekik keluarga kami. Saya putus asa dan tak kuat lagi menerima cobaan, hingga suatu ketika salah seorang teman memberikan jalan pintas agar kami mengadukan nasib di tempat keramat Watu Ombo". Lanjutnya kemudian.
Lalu laki-laki setengah baya ini menceritakan semua pengalaman yang pernah dilakukannya. Hanya dengan berbekal sesobel kertas pemberian temannya, Kuncoro berhasil menemukan tempat yang keramat dan merupakan sumber pemecahan berbagai masalah ekonomi. Seperti penuturan temannya, jika akan ngalab berkah di tempat itu, terlebih dulu Kuncoro harus menemui orang tua yang bernama mbah Atmo untuk meminta petunjuknya.
Benar, tanpa basa-basi, didorong tekad yang bulat, Kuncoro mengungkapkan segala sesuatu yang menjadi tujuannya pada orang tua yang duduk bersila di depannya. Karena ia yakin, kalau orang tua inilah yang bisa memberi petunjuk atas permasalahan hidupnya, seperti cerita Kodir.
"Apakah sudah nak Kuncoro pikirkan baik-baik? Karena penguasa di sini ganas dan berbahaya. Bisa-bisa keluarga atau kita sendiri yang menjadi sasarannya", ingat mbah Atmo, juru kunci kawasan tersebut.
"Sudah mbah, apapun yang terjadi aku akan tetap nekad untuk ngalab berkah di tempat ini. Mohon bimbingannya, agar lancar adna mendapatkan hasil", jawabnya mantap.
"Aku hanya perantara. Semua resiko, akibat dan segala sesuatu yang timbul, menjadi urusanmu sendiri. Aku lepas dari permasalahan ini" kilahnya kemudian.
Kuncoro hanya bisa mengiyakan saja, seolah paham dengan semua ucapan sang juru kunci itu. Ia benar-benar sudah gelap mata, resiko apapun akan ditanggungnya. Yang ada dalam benaknya hanyalah uang serta harta benda.
"Nak Kuncoro, aku hanya bisa memanggil dhanyang tempat ini, yaitu jenis Jin kafir yang berujud Buta, penunggu kramat Watu Ombo. Kamu bisa utarakan sendiri apa yang menjadi tujuan dan permintaanmu pada sosok buta. Tapi ingat pesanku, kamu jangan sekali-kali takut, apa lagi lari dari hadapannya. Itu akan membahayakan jiwamu sendiri", pesan sang juru kunci.
Dengan tekad yang bulat, Kuncoro duduk khusuk. Jantungnya berdebar keras. Sesekali ia menyeka keringat yang mengalir di dahinya, padahal malam itu terasa dingin. Apa lagi Watu Ombo, yang terletak tak begitu jauh dari pesisir pantai selatan yang memilki angin begitu besar.
Diliriknya kakek tua itu, bibirnya terus komat-kamit merapal mantra. Tak begitu lama Kuncoro dikejutkan oleh suara gemuruh angin yang begitu kencang. Ia mundur sedikit unutk menggeser posisi, lalu mbah Atmo menyoleknya.
"Itu dia sudah datang. Kau negosiasi dengannya mengenai sesuatu yang kau kehendaki. Mintalah keringanan. Ingat, jangan sekali-kali kau salah ucap atau salah perjanjian. Karena apa yang akan kau ucapkan menjadi penentu dalam hidupmu nanti", jelas juru kunci lagi.
Rupanya benar, kita tak boleh salah ucap di depan makhluk sejenis ini. Karena dia akan selalu menagih janji terhadap apa yang telah kita ucapkan sebagai kompensasi atas bantuannya.
"Hai, apa yagn sedang kau lakukan di tempatku ini manusia?!"
"Aku sedang mengalami kesusahan kyai, sehingga aku meminta kemurahanmu".
"Aku bisa membantumu apa saja, asalkan kau ada balasnya untukku", gumam sosok bertubuh tinggi besar, hitam, serta bermuka menyeramkan itu.
"Baik, balassan apa yang kau minta?" tanya Kuncoro kemudian.
"Kau harus menjadi penghuni di sini kawasan Watu Ombo bersamaku. Jika kau sanggup, aku akan membantumu dalam urusan duniawi".
Kuncoro tahu persis hal itu. Kalau dia menyanggupi, itu artinya ia akan mati untuk dijadikan peliharaan tempat ini, iapun menyanggupi juga, walau sempat berfikir berulang kali.
"Aku sanggup, kapan kau akan menjemputku untuk menjadi tempat di tempat ini?"
"nanti tepat purnama, pada bulan pertama, lima tahun di muka. Saat itulah kau harus memulai tinggal denganku", jawabnya.
Kuncoro tahu jin itu akan mengambil nyawanya pada bulan purnama tanggal 15 bulan pertama atau Janiari, lima tahun mendatang. Ternyata mencari pesugihan di Watu Ombo tidak menggunakan tumbal orang lain, tapi dirinya sendirilah yang harus menebus harta yang diberikan itu.
"Baik. Tapi aku juga minta waktu saat kau menjemputku kelak, yaitu hingga aku tak lagi dibutuhkan oleh keluargaku, apa kau setuju?" Ucap Kuncoro sedikit gemetar.
"Ya, aku setuju! Tapi tak boleh ada yang mengingkari janji. Jika di antara kita ada yang mengingkari janji, akan musnah ditelan kegelapan", jawab sosok itu tegas.
"Lalu mana harta yagn akan kau berikan kepadaku?"
"Kau ambillah karung yang dibawa mbah Atmo itu. Penuhilah dengan daun-daun kemuning yang banyak tumbuh di area ini, bukalah sesampainya di rumah nanti".
Setelah dhanyang tersebut menyuruh hal itu, secepatnya Kuncoro memunguti daun kemuning yang banyak berserakan di sekitar Watu Ombo. Lalu ia memenuhi karung yang telah dipersiapkan oleh mbah Atmo. Sesampainya di rumah, begitu terkejut hati Kuncoro. Ternyata daun-daun kemuning yang ada di dalam karung, berubah menjadi lembaran uang kertas satu karung penuh. Dia benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya, diaduk-aduknya uang tersebut hingga berceceran di lantai.
Ingin rasanya Kuncoro teriak keras saat itu, bahkan saat istrinya melihat uang itu, dia sampai pingsan. Maklum tak pernah melihat uang sebanyak itu.
Sejak saat itu kehidupan Kuncoro berubah drastis. Ia menjadi konglomerat baru di desanya. Bahkan mungkin tak ada satu orang pun yang melebihi kekayaannya. Ternyata benar, jika orang sudah menemukan jalan hidupnya, begitu mudah rasanya kebahagiaan itu datang.
Tak terasa, hampir lima tahun sudah waktu dijalani Kuncoro penuh kemewahan, hingga dirinya nyaris lupa waktunya perjanjian dengan penguasa Watu Ombo. Sehingga tepat pada tengah malam, saat itu juga dia terus merenung di beranda rumah. Seribu perasaan berkecamuk dalam hatinya. Ia memutar otak, bagaimana bisa lolos dari perjanjian dengan iblis tersebut.
"Di saat seperti inilah beberapa kerabatku menyarankan untuk bertemu dan berkunjung ke sini untuk bisa membantu masalah yang sedang membelit keadaan saya", pintanya kepada Kami.
"Maaf, untuk hal ini coba Anda menemui seseorang di desa sebelah. Beliau bernama Ustadz Tohir, guru spiritualku. Kau ceritakan semua yang terjadi", saranku.
Setelah bertemu dengan Ustadz Tohir, Kuncoro menceritakan semua yang pernah dilakukannya selama ini. Ustadz Tohir menggelengkan kepala menyimak perjalanan mistis Kuncoro.
"Subhanallah... kau begitu sempit hati nak. Penderitaanmu itu merupakan cobaan dari Yang Kuasa, Tuhan tak akan pernah memberi cobaan kepada hambanya melebihi kesanggupannya. Tapi kau sudah terbujuk dan masuk perangkap setan, Iblis penunggu Watu Ombo. Bertaubatlah kepada Allah, serta meminta ampunan-Nya. Mintalah petunjuk agar perjanjianmu dengan iblis itu bisa dibatalkan", nasihat sang ustadz kemudian.
"Dengan jalan apa aku harus membatalkannya pak ustadz? Saya berani menebus, asalkan tidak dengan nyawa. Bantulah kami pak ustadz", sambat Kuncoro dengan gemetar.
"Sekarang begini saja nak Kuncoro, aku hanya memberi petunjuk semampuku. Kita ikhtiar kepada Allah, siapa tahu kau bisa terlepas dari cengkraman iblis itu. Mulai Senin besok, kau berpuasalah mutih hinggal Senin depan untuk mensucikan diri. Selama berpuasa, kau dianjurkan agar beramal dan bangun tengah malam untuk melakukan shalat sunah yang dilanjutkan dengan membaca ayat suci Al-Qur'an hingga subuh menjelang.
Setelah satu minggu berpuasa, kau teruskan dengan puasa ngebleng (tidak makan dan minum) selama lima hari. Dan pada hari terakhir (masih dalam puasa) kau datanglah ke tempat itu kembali untuk bersholawat. Insya Allah, kau bisa terlepas dari ancaman Iblis Watu Ombo itu. Mudah-mudahan nanti aku bisa mendampingimu".
Suara nasihat Ustadz Tohir dijalani Kuncoro dengan sungguh-sungguh, penuh keyakinan. Tepat hari yang ditentukan pada tengah malam, Kuncoro datang seorang diri ke tempat kramat Watu Ombo, tanpat ditemani oleh mbah Atmo sang juru kunci. Sebelumnya dia melakukan sholat sunah yang diteruskan dengan bersholawat di area tersebut. Belum lama ia membaca sholawat, tiba-tiba terdengar suara angin ribut yang begitu kencang datang menerpa. Ternyata itu berasal dari kemunculan dhanyang Watu Ombo.
"Hai manusia...! Kau sudah membuat gerah dan panas seluruh isi alam pedhanyangan di sini. Kau sudah membuat kacau seluruh penghuninya. Kau sudah memporak-porandakan alamku dan membuat tunggan-langgang anak buahku, apa yang kau lakukan disini? Bukankah belum waktunya kau datang untuk menyetorkan nyawamu?" Ucap sosok penguasa kramat itu dengan murka. Matanya begitu merah, nampaknya dia benar-benar gerah, bahkan mungkin kepanasan.
"Justru sebelum kau jemput, aku datang kembali ke tempatmu ini. Kecuali kau mau melupakan semua perjanjian yang pernah kita buat. Jika kau mengungkit dan mempermasalahkannya, aku akan terus membaca doa pemusnah ini, agar semua penghuni di sini merasa gerah dan panas".
"Hentikan suaramu itu! Hentikan bacaan mantra itu! Aku tak kuat!"
"Aku akan berhenti membaca doa ini jika kau selamanya tak lagi menemuiku sampai kapanpun. Dan kau akan melupakan semua harta yang telah kau berikan padaku", desak Kuncoro sambil sesekali bershalawat.
"Baik! Tapi cepatlah kau pergi dari sini. Aku sudah tak kuat lagi, cepat...!"
"Kau berjanjilah dulu demi Tuhanmu!"
"Aku tak memiliki Tuhan, tapi aku tak akan mengingkari janjiku sendiri. Cepat kau minggat manusia! Aku tak akan mencarimu dan akan melupakan harta yang aku berikan kepadamu".
"Baik, kalau begitu aku akan pergi. Tapi jika kau mengingkari janji, aku akan datang lagi kemari dan akan membakarmu dengan kekuatan do'a itu", ancam Kuncoro sembari berkemas pulang.
Suara iblis itu masih terdengar menggeram dengan jelas. Tapi Kuncoro tak menghiraukannya lagi. Ia terus berlari di tengah gelapnya malam meninggalkan keramat Watu Ombo. Sejak sat itu, dengan sisa uang yang ada, Kuncoro pindah rumah ke daerah lain, demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Dan rumah yang selama ini di tempatinya ia jual untuk modal berdagang.
"Sejak kejadian itu, aku belum bertemu lagi dengna ustadz Tohir. Bahkan belum sempat mengucapkan terimakasihku kepadanya atas nasihat yang menyadarkan diriku kembali ke jalan yang di rahmati Allah. Mudah-mudahan dengan ditulisnya pengalaman nyata ini, beliau bisa mengetahui keberadaanku saat ini. Dan besar harapan kami, beliau mendapat limpahan rahmat serta balasan dari yang kuasa", tutur Kuncoro menutup perbincangannya.
s., Sri. 2013. Majalah Misteri Edisi 555. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.