MENYUSURI JEJAK PERJUANGAN PANGERAN JAYAKARTA

Di sisi timur muara Kali Ciliwung inilah, akhirnya, Belanda berhasil membangun sebuah gudang terbuat dari batu dan kayu yang dikenal dengan nama Nassau Huis...


Menyusuri Jejak Perjuangan Pangeran Jayakarta - Walau terjadi silang pendapat,namun, sejarah mencatat dengan tinta emas perjuangan dari salah seorang anak bangsa yang bernama Pangeran Jayakarta. Satu pendapat menyatakan, Pangeran Jayakarta yang juga dikenal sebagai Pangeran Ahmad Jakerta adalah putra dari Pangeran Sungerasa Jayawikarta yang berasal dari Kesultanan Banten. Sementara, pihak lain menyatakan bahwa ia adalah putra dair Ratu Bagus Angke atau Pangeran Hasanuddin yang merupakan menantu dari Fatahillah.

Pangeran Jayakarta memimpin Bandar Sunda Kalapa yang berhasil direbut oleh Fatahillah pada Febuari 1527 dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang kala itu besekutu dengan Portugis. Suatu bandar yang terletak di muara Kali Ciliwung yang ramai disinggahi oleh kapal-kapal dagang yang datang dari berbagai penjurudunia. Sejarah mencatat dengan tinta emas, sejak zamn dahulu, Bandar Sunda Kalapa sudah dikenal oleh para pelaut dan saudagar manca negara.

Dan pada saat yang sama, perusahaan dagang asal Belanda yang dikenal dengan sebutan VOC yang kala itu menguasai perdagangan rempah-rempah nusantara yang berpusat di Maluku, diam-diam, ingin menguasai Bandar Sunda Kalapa yang memiliki nilai amat strategis. Betapa tidak, karena kesuburan tanahnya, kala itu Tanah Jawa merupakan salah satu wilayah yang kaya dengan rempah-rempah yang amat mereka butuhkan. Dengan kata lain, dengan megnuasai Banda Sunda Kalapa, maka, Belanda atau VOC akan berhasil menguasai sebagian besar perdagangan rempah-rempah dunia.

Akhirnya, dengan segala kelicikannya, VOC yang diwakili oleh Kapten Jacques L'Hermite berhasil membeli sebidang tanah seluas 1.5 hektar di sisi timur muara Kali Ciliwung dengan harga 2.700 Florin atau setara dengan 1.200 Real dari Pangeran Jayakarta, dan langsung membangun sebuah gudang dari batu dan kayu yang diberi nama dengan Nassau Huis. Pada waktu yang sama, Inggris pun mendirikan benteng di sisi sebelah barat.

Dari gudang tersebut, perlahan tetapi pasti, VOC mulai melancarkan monopoli perdagangan hasil bumi sehingga menimbulkan perselisihan dengan Pangeran Jayakarta. Seiring dengan perjalanan sang waktu, ketika VOC dipimpin oleh J.P. Coen, ia pun membangun sebuah gedung kembar dengan Nassau Huis yang diberi nama Mauritius Huis bahkan, di antara kedua gedung tersebut, dibangun tembok dengan tinggi sekitar 6 meter dengan dilengkapi meriam pada setiap sudutnya. Sejak itu, monopoli perdagangan rempah-rempah pun mulai berlangsung sengit. Semua pihak, benar-benar ingin menguasai hasil bumi Nusantara yang punya nilai jual tinggi di Eropa.

Tak ada yang bisa mncegah, konflik akibat persaingan dagang pun kian meruncing. Karena tak pernah ada kata sepakat antara pihak Belanda atau VOC dengan Pangeran Jayakarta, maka, pertempuran pertama antara Pangeran Jayakarta yang dibantu dengan prajurit Kesultanan Banten dengan VOC pun terjadi. Pada pertempuran ini, VOC berhasil dipukul mundur.

Mereka tak mampu melawan keheroikan pasukan Pangeran Jayakarta yang berprinsip lebih baik mati ketimbang harga diri terus diinjak-injak oleh bangsa asing.

Tak berapa lama kemudian, belum lagi hilang lelah akibat pertempuran sengit mengusir Belanda pasukan Inggris yang mendirikan benteng di sisi barat Kali Ciliwung pun mencoba unjuk gigi. Pertempuran sengit pun kembali berkobar. Dan pada pertempuran ini, para prajurit Pangeran Jayakarta kembali berhasil meraih kemenangan yang gilang gemilang namun, saat para prajurit masih merasakan kelelahan, pasukan VOC dalam jumlah yang lebih besar karena mendapatkan bala bantuan dari Maluku (salah satu benteng VOC yang megnuasai perdagangan rempah-rempah di wilayah itu) kembali melancarkan serangan balasan dengan bersemboyan Despereet Niet atau jangan berputus asa. Akibatnya, sekali ini, pasukan Pangeran Jayakarta terpaksa mundur ke arah tenggara untuk kembali menyusun kekuatan.

Kemenangan tersebut, sudah barang tentu membuat VOC menguasai hampirseluruh Bandar Sunda Kalapa dan langsung membumi hanguskan seluruh yang ada termasuk Keraton Jayakarta. Akhirnya, pada 12 Maret 161, J.P. Coen kemudian megnubah nama Jayakarta menjadi Kononkrijk Jacatra atau Kerajaan Jakarta serta membangun kota baru yang dikelilingi benteng dengan nama Batavia di atas reruntuhan Jayakarta.

Kota baru yang bercirikan budaya Eropa dan mirip dengan kota Amsterdam itu, membuat VOC dengan tegas mengusir orang-orang yang berasal dari Banten, Cirebon dan Demak dari wilayah sekitar kota. Bahkan, untuk melindungi kekuasaannya atas monopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara, VOC juga membangun benteng-benteng baru di wilayah kepulauan Seribu.

Mundurnya Pangeran Jayakarta serta Belanda yang terus meluaskan kekuasaannya, ternyata, tak membuat keadaan menjadi tenang. Alih-alih berdamai dengan VOC, Pangeran Jayakarta dengan seluruh pasukannya bahkan selalu melakukan serangan ke Bandar Sunda Kalapa dan jantung Kota Batavia dari berbagai penjuru.

Hingga suatu ketika, dalam suatu serangan, salah satu panglima Pangeran Jayakarta, yakni Syekh badar Alwi Alidrus suatu ketika terdesak di daerah Mangga Dua dan berhasil ditawan dan akhirnya dikuliti dengan kejam atas perintah J.P. Coen. sementara, Pangeran Jayakarta berhasil meloloskan diri dengan cara membuang jubah dan sorbannya ke sumur. Mengira musuhnya telah tewas di dalam sumur, maka, pihak Belanda pun langsung menimbun sumur tersebut dengan tanah. Kini, sumur yang tereletak di Jalan Jayakarta itu dikenal dengan sebutan Keramat Pangeran Jayakarta.

Tidak hanya itu, di ruas jalan yang satu ini, juga terdapat sebuah masjid tua yang dibangun pada 1887 oleh Sayyid Abubakar Bin Sayyid Aluwi Bahsan Jamalullail yang masih merupakan keturunan dari Husein bin Ali bin Abi Thalib (menantu Nabi Muhammad SAW yang menikah dengan putrinya, Fatimah Azzahra) yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan Masjid Mangga Dua. Sampai dengan sekarang, di pekarangan masjid tua ini, kita dapat menemukan makam Sayyid Abubakar Bin Sayyid Aluwi Bahsan Jamalullail beserta keenam sahabatnya, beberapa makam ulama yang berasal dari Hadramaut, makam Sultan Bone dan Makam para habib dari keluarga Jamalullail yang selalu ramai diziarahi banyak orang dari berbagai pelosok dunia.

Bahkan, di ruas jalan yang berada di lingkungan elit itu, salah satu Gubernur Jenderal Belanda, Van den Parra pun pernah pula mendirikan rumah peristirahatan yang megah di sini.

Selanjutnya, gempuran Belanda yang terus menerus, akhirnya, membuat Pangeran Jayakarta beserta seluruh pasukannya pun terpaksa mundur ke selatan dan sampai di hutan jati yang ada di tepian Kali Sunter. Sejak 1619, daerah tersebut lebih dikenal dengan sebutan Jatinegara Kaum kata Jati mengandung makna setia, ementara, kata negara bermakna pemerintahan. Sehingga, secara utuh Jatinegara Kaum dapat ditafsirkan sebagai pemerintahan yang sejati.

Dengan nama ini, sejatinya, Pagneran Jayakarta berusaha membuktikan bahwa pemerintahannya masih berjalan walau Jayakarta telah direbut Belanda bahkan diubah menjadi Batavia. Dan dari tempat inilah, Pangeran Jayakarta dan para pengikutnya yang setia melakukan perang gerilya sehingga membuat Batavia selamat 80 tahun tidak pernah aman.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, pada 1620, Pangeran Jayakarta pun membangun masjid yang diberi nama As-Salafiah yang bermakna tertua yang digunakannya untuk menggalang kekuatan. Di masjd yang oleh masyarakat kini disebut dengan Masjid Pangeran Jayakarta, para ulama, tokoh masyarakat bahkan jawara sering berkumpul untuk menyusun strategi melawan Belanda sekaligus melakukan syiar islam.

Akhirnya, pada rentang 1640, Pangeran Jayakarta pun wafat dan dimakamkan dekat Masjid As-Salafiah, begitu juga dengan keluarga dan pengikutnya yang setia. Keberadaan makam tokoh yang kharismatik ini benar-benar dirahasiakan agar tidak tercium oleh pihak Belanda. Dan baru pada 1965, bertepatan dengan HUT Jakarta ke-429, Gubernur Henk Ngantung mengumumkan keberadaan makam tersebut kepada khalayak. Dengan kata lain, tiga abad setelah wafatnya, barulah makam Pangeran Jayakarta diketahui oleh umum.


(Dari berbagai sumber terpilih)



Basudewo. 2013. Majalah Misteri Edisi 555. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.