MAKAM KI AGENG ANOM BESARI
Di depan makam Ki Ageng Anom Besari ada pohon yang berumur ratusan tahun
Sumber: Facebook



Pondok pesantren adalah merupakan sebagai salah satu pola atau model penyebaran agama Islam di nusantara, lewat kesultanan seperti pada Kesultanan Demak Bintoro dan juga melalui siar pengembaraan, seperti yang dilakukan oleh para aulia atau wali. Beliau sebagai tokoh penyebaran Islam, tetapi tidak memiliki tahta kerajaan atau kesultanan, tidak mempunyai atau mewariskan bangunan pondok pesantren.


Mandala dan Leluhir Pondok Pesantren Tegalsari di Situs Kuburan Islam Kuncen - Ide dan gagasan pengajaran melalui pondok pesantren ini merupakan hasil kajian para tokoh penyebar agama Islam di Nusantara tempo doeloe, yang diilhami pola pendidikan agama yang sudah ada sebelumnya, yaitu agama Hindu dan Buddha yang disebut mandala.

Sistem pendidikan agama Islam dengan Mandala, sebenarnya sudah ada sebelum Majapahit yang dibawa oleh para aulia. Sudah ada sejak zaman Kadiri Kuno, setelah Fatimah binti Maimun masuk Leran, Gresik, pada tahun 1082 Masehi.

Mandala digambarkan sebagai sebuah wonosrono yang isinya bangunan tempat untuk sang Resi atau Dewaguru yang disebut tapowono atau pajaran. Karena tempatnya di kompleks bangunan yang konsentris maka bisa juga wonosrono itu yang disebut Mandala.

Walau mandala berada di luar kekuasaan istana tetapi kedudukan sosialnya menunjukkan afilisasi yang dekat dengan lingkungan keraton.Ada perlindungan bagi keluarga Kadewaguruan, yaitu semua keturunan Mandala tidak boleh diganggu gugat oleh siapa saja, sebab Mandala itu wargaji atau kerabat raja. Maharesi sebagai pemimpin Mandala, memberi pengajaran yang ada hubungannya dnegna keagamaan. Jadi pemuka Mandala yaitu jabatan yang dihormati sekali, karena itu ada sebagian persyaratan yang harus dipatuhi oleh calon Dewaguru.

Mandala sebagai sebuah sistem pendidikan yang menyebar di pelosok Kerajaan Majapahit mempunyai kedudukan yang bebas, sering di luar jangkauan pengawasan mantri Herhaji. Bab itu yang sering mengejutkan pemerintah karena Mandala biasanya mendapat kebebasan yang luas. Contohnya, dinyatakan bebas dari kewajiban bayar pajak, bebas dari campur tangan pejabat keraton. Dari segi politik, hak khususnya yang diberikan oleh raja kepada rohaniawan dan keluarganya itu membantu kepentingan calon hidupnya dinasti.

Murid-murid Kedewaguruan dikelompokkan berdasarkan tingkat pengetahuan yang dikuasai. Di kitab nagarakrtagama, kelompok-kelompok yang mengelilingi Dewaguru yaitu kili, ubwan, manguyu, ttapa (tapaswi), tapi, kaki, dan endang. Murid-murid Kedewaguruan ini sepertinya juga dikelompokkan di kelompok-kelompok yang ada tingkatnya berdasarkan pengetahuan yang dikuasai.

Kili yaitu wiku histri pendeta wanita), tingkatannya sudah tinggi dan sudah ditasbehkan sebagai pendeta (wiku). Menurut Zoetmulder, ubwan (ubon) yaitu pendeta wanita yang juga sering disebut sebagai ajar-ajar (mengajar, melatih) dan tugasnya meembatnu Dewaguru. Kedudukannya dekat sekali dengan tapowono guru, menunjukkan tingkat pengetahuannya yang lebih tinggi dibanding tingkat pengetahuan kelompok lainnya. Manguyu, menurut Zoetmulder yaitu pendeta pria. Kedudukannya agak jauh ke tapowono guru daripada pangubwanan.

Gambaran penghidupan di Mandala seperti itu juga ditemui di dunianya pesantren. Salah seorang murid yang kebetulan belajar sufi dibedakan di empat tataran, yaitu:
  • Murid Mubtadi, masih ing tataran alam syariat.
  • Muid Mutawasid, tingkat pengetahuannya di alam tarekat.
  • Murid Kamil, tingkat pengetahuannya di alam hakikat.
  • Murid Kmil-mukamil, tingkat pengetahuannya di alam makrifat.
Sebagai contoh adanya bentuk Mandala Hindu di zaman Majapahit yaitu lokasi di dsekitarnya bangunan Candi Kedaton, Desa Andong Biru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Bangunan Candi kedaton terletak di lahan yang sempit. Sebelah utara dibatasi oleh sungai yang dalam, sedangkan sebelah selatan ada tembok pegunungan yang terjal. Zaman dahulu sebagai sebuah Mandala, sedangkan Candi Kedaton sebagai tempat pemujaan yang awalnya terletak di tengah hutan.

Sementara Mandala Buddha di zaman Majapahit, menurut kami, awalnya ada di sekitar Situs (Candi) Stupa Sumberawan. Secara administrasi, letak Situs Stupa Sumberawan ada ing Dusun SUmberawan, Desa Toyomerto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Adanya situs waktu itu masih terlihat sama dengan zaman dahulu sebab masih berada di kawasan hutan lindung dengan sumber air yang airnya masih bersih. Di sebelah timur sumber air itu ada bangunan Stupa Sumberawan. Berdasarkan lingkungan yang begitu itu, ada petunjuk yang tadinya sebagai Mandala Buddha, tempatnya para Bhiksu-Bhiksuni melaksanakan ajaran Buddhisme.

Negarakertagama menyebutkan sebuah tempat yang indah sekali dengan adanya sumber air, serta di dekatnya ada bangunan suci. Tempat itu sebagai Mandala Buddha. Menurut Stutterheim, tempat yang dimaksud itu tidak lain ya ada di Situs Stupa Sumberawan.


LELUHUR PONDOK PESANTREN TEGALSARI

Masuknya pengaruh Islam di Nusantara sampai sekarang ini masih jadi ajang beda pendapat di antara para ahli. Ada dua pendapat yang mempunyai argumentasi sendiri-sendiri. pendapat pertama mengatakan kalau agama Islam masuk ke bumi Nusantara pada abad VII Masehi.

Dengan begitu, sejak abad-abad pertama penyebaran agama Islam di Jazirah Arab, agama Islam sebenarnya juga langsung menyebar ke luar Jazirah Arab termasuk dalam hal ini yaitu Nusantara. Pendapat ini setidaknya didukung oleh berita dari Cina yang mengatakan kalau Raja Ta-Shih menaruh kantong berisi emas di jalan kota Kalingga pada zaman pemerintahan Ratu Shima. Ini membuktikan kalau Islam sudah masuk Nusantara waktu itu. Argumentasinya, hampir semua sarjana setuju dengan istilah "Ta-Shih" selalu mengarah ke pengertian kelompok orang-orang Arab. Sekali lagi, kalau dugaan ini benar, artinya sudah ada orang Arab yang menginjak bumi Nusantara pada zaman itu, padahal orang Arab sudah menganut agama Islam. Artinya, data ini jelas kalau agama Islam sudah masuk Nusantara pada abad VII Masehi.

Pendapat kedua menduga kalau agama Islam baru masuk Nusantara sekiarnya pada abad XI Masehi sampai abad XIII Masehi. Pendapat ini berdasarkan bukti-bukti arkeologi, diantaranya berupa batu tulis Lobu Tua (Barus), yang angka tahunnya 1088 Masehi.

Berdasarkan bab tersebut dui atas, ada petunjuk kalau Islamisasi di Nusantara, sudah ada sejak zaman sebelum Kerajaan Majapahit berdiri, yang disebarkan oleh para aulia yang jadi pedagang. Seperti yang dilakukan oleh Fatimah Binti Maimun yang meninggal dunia di Leran (Gresik) pada tahun 1082 Masehi. Selain itu, ada kemungkinan lain yang datangnya para aulia di Jawa Timur sebelum dan sesudah Fatimah datang.

Dengan begitu, kalau pada zaman Majapahit itu sudah ada tokoh-tokoh/pejabat/bangsawan Majapahit yang menganut agama Islam, sebagai buktinya Situs Kubur islam di Situs Kompleks Makam Kuncen, Kecamatan Mejayan (Caruban), Kabupaten Madiun.

pada abad XVII Masehi Kompleks makam ini sudah masuk wilayah Kabupaten Caruban. Di dalam makam Kuncen ini ada banyak makam, salah satunya yaitu Makam Kyai Anom Besari. Kyai Anom Besari tidak lain yaitu putranya Abdul Mursyad yang dimakamkan di Situs Kompleks Makam Badal.

Adanya Situs Kompleks Makam Kuncen ini sudah memiliki Suart Kekancingan dari Kasunanan Surakarta, kalau Kompleks Makam Kuncen ini sudah jadi daerah Perdikan/daerah bebas pajak kerajaan. Sebab, di tempat ini ada makam para Bupati Madiun atau Bupati Caruban zaman dahulu.

Berdasarkan sumber data yang disebut Silsilah K.R.Tumenggung Notosari, dilampiri surat kekancingan untuk Desa Sawahan dijadikan Desa Pedikan pertama bernama Setro WIryo, karena jasa Bupati Caruban I yang bernama K.R.T. Notosari. Proses permohonannya kepada kanjeng Sinuhun Paku Buana IV. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu Pon, 4 Rabingulakir tahun Wawu 1721, atau tanggal 28 Oktober 1794 Masehi.

Artinya, 28 Oktober 1794 Masehi sebagai tanggal berdirinya Desa Perdikan Kuncen, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Caruban. Selanjutnya, Desa Perdikan ini dihapus pada tahun 1963 berdasarkan PP No 13 Tahun 1946. Sekarang Desa Kuncen masuk wilayah Kecamatan Mejayan, tetapi masuk wilayah Kabupaten Madiun. ANgka tahun 1794 Masehi sebagai tanda peringatan 149 tahun setelah Kyai Ageng Anom Besari meninggal dunia dan dimakamkan di Kuncen, tahun 1655 Masehi.


KYAI AGENG ANOM BESARI

Kyai Ageng Anom Besari putranya Kyai Ageng Mursyad Tukum atau Abdul Mursyad, juga sering disebut Syeh Abdullah Mursyad. Makamnya berada di Desa Badal, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Selanjutnya, istrinya Kyai Anom Besari, yaitu Nyai Anom Besari, sebenarnya salah satu putri Sunan Giri Prapen.

Sunan Giri Prapen memerintah sebagai raja, Satmata pada tahun 1548 Masehi sampai tahun 1605 Masehi. Sementara istana Raja Satmata, menurut berita asing, diberi tanda Kedaton Giri. Di Babad Giri, Kedaton Giri diberi istilah "tunda pitu", maksudnya situs ini memiliki teras sebanyak tujuh, tetapi hasil penelitian belakangan ini (tahun 2004-2005), hanya ada lima teras yang ditemukan dan selanjutnya dipugar, keadaan itu juga hanya bagian sebelah utara Situs Kedaton Giri.

Karena Kyai Ageng Anom Besari menikah dengan Nyai Anom Besari, putri Sunan Giri Prapen maka ketika hidupnya kira-kira di antara tahun 1555 Masehi sampai tahun 1655 Masehi.

Ketika hidupnya, Kyai Ageng Anom Besari sebagai generasi perintis pesantren. Selain tu, berdasarkan makamnya Kyai Ageng Anom Besari berada di kompleks makam para Bupati Madiun, ada petunjuk kalau waktu hidupnya sebagai penasehat/spiritual pemerintahan para bupati tersebut. Artinya, adanya makam para bupati atau tumenggung yang makamnya ingin dekat dengan makam Kyai Ageng Anom Besari.


MAKAM KYAI AGENG ANOM BESARI

Makam Kyai Ageng Anom Besari ada di bangunan cungkup yang disebelahnya ada pohon besar dan tua. Di jirat makamnya dibuat dari tumpukan bata besar. Ditumpuk dengan spesi tanah dan semen. Di atas tumpukan bata fungsinya sebagai jirat, ada batu nisan (kepala) dari batu yang sudah berlumut, berwarna hijau.

Selain itu, ada cerita kalau ada burung yang terbang di atas makam Kyai Ageng Anom Besari, burung-burung tadi jatuh dan mati. Sementara di batu nisan (kaki) tertutup pundung, yang di tutur Jawa artinya si mati diberi tanda (pundung) sebagai orang yang linuwih dan dekat sekali dengan Tuhan Pencipta Alam. Maka dari itu, bila ada orang yang istiqomah di makam Kyai Ageng Anom Besari, bakal mendapat Karomah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Begitu cerita mengenai Kyai Ageng Anom Besari. Yang menyebarkan agama Islamdi wilayahnya, dan mempunyai peran sebagai aulia atau santri generasi perintis pesantren. Tetapi, berdirinya pesantren ini sebenarnya diilhami adanya bentuk lembaga zaman Hindu dan Buddha yang disebut Mandala.



Dayak, Budiono. 2013. Majalah Misteri Edisi 555. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.