![]() |
Gambar oleh Fajar Addana dari Pixabay |
Jika Anda melewati kota Purbalingga, seyogyanya menyempatkan waktu sejenak berwisata spiritual ke Bukit Indrakila. Bukit ini terkenal dengan keindahan alamnya yang asri. Di samping itu, Anda bisa ngalab berkah di sini dengan cara mengutarakan niat di depan lima makam keramat yang usianya telah berabad-abad lamanya. Warga setempat menyebut tempat ini dengan nama pertapaan Indrakila.
Indrakila Tempat Dimulainya Peradaban Manusia Dengan Gaib - Disebut pertapaan karena banyak kaum muda yang ngudi kaweruh, mencari ilmu kesaktian di Indrakila ini. Menurut keyakinan masyarakat, Indrakila dihuni oleh para tokoh gaib yang sakti dizamannya. Mereka percaya tokoh-tokoh gaib itu masih hidup hingga kini. Sosok-sosok mereka sering hadir dan nampak seperti layaknya manusia biasa. Kemudian memberi petunjuk atau petuah kepada yang membutuhkannya. Mereka adalah Begawan Cipta Hening, Kyai Among Rogo, Harjuna Sosrobahu, Dewi Sekar Arum dan Dewi Sekar Ningrum.
Bukit Indrakila jaraknya sekitar 30 km dari kota Purbalingga ke arah Timur Gunung Slamet, sebuah gunung yang membentang dari Pemnalang hingga Tegal. Siapa sangka, dalam keindahannya yang mengagumkan itu, tersimpan sejuta misteri yang hingga kini belum terkuak. Indrakila bukan sekedar tempat biasa, akan tetapi sebuah pertapaan yang terbentuk dengan tiba-tiba secara gaib berikut para penghuninya.
Indrakila merupakan sebuah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1150 meter dari permukaan laut, berada di desa Lamuk, Kecamatan Kejobong, Purbalingga. Dari pegunungan Indrakila ini, kota dan pedesaan yang berada di sekelilingnya nampak dengan jelas begitu indah dan menakjibkan. Menurut keyakinan yang berkembang, dari tempat inilah para Begawan dan pertapa sakti mengawasi serta warganya yang tinggal di daerah tersebut dari berbagai pagebluk.
Alkisah, Indrakila merupakan kerucut atau potongan puncak Gunung Slamet, yang ditendang oleh Harjuna Sosrobahu saat dia marah kepada Begawan Cipta Hening, yang tak lain adalah Uwak Semar atau yang lebih dikenal dengan nama Semar Bodroloyo yang juga disebut dengan nama Si Bokong Gembol. Karena kemarahannya itulah, sehingga Harjuno menendang puncak Gunung Slamet hingga patah dan terpental sejauh kira-kira lima puluh kilo meter. Potongan puncak gunung tersebut jatuh tepat di desa Lamuk, kecamatan Kejobong, Purbalingga, yang kini lebih dikenal dengan nama Gunung Indrakila. Di tempat ini pula terdapat lima makam keramat, yang diyakini sebagai makam tokoh sakti yang keberadaannya masih misterius.
Berabad lalu, puncak gunung Slamet merupakan salah satu tempat tinggal para Dewa Dewi dijagad raya ini. Mereka tinggal di atas puncak gunung Selamet dengan membawa serta tugas dari junjungannya, yaitu Batara Indra. Sehingga pesanggrahan tersebut telah dikenal dengan nama Indrakila, yang artinya dawuh (perintah) dari Batara Indra untuk menjadi penghubung antara alam manusia dengan alam gaib (Dewa). Sehingga sejak adanya Indrakila, berarti pula dimulainya peradaban antara manusia dengna bangsa gaib. Beberapa tokoh yang menghuni tempat ini diantaranya Begawan Cipta Hening atau Wak Semar. Dia bertugas untuk menjadi pamomonging rakyat serta kawula alit, pemerliharaan ketentraman serta perdamaian. Dia juga sebagai penasehat spiritual bagi penduduk sekitarnya.
Lalu Kyai Among Rogo, yang bertugas memelihara keadaan, baik wilayah maupun para penghuninya. Terutama menjaga secara fisik para kawulanya terhadap berbagai marabahaya. Kemudian Dewi Sekar Arum, dia bertugas untuk selalu memberi keharuman baik di puncak maupun di lembah-lembah yang masih menjadi wilayahnya. Sedang yang terakhir adalah Dewi Sekar Ningrum, yang bertugas untuk memberi ketenangan, baik lahir maupun batin. Dari para penghuni pilihan Dewa Indra Kila inilah Gunung Slamet menjadi aman, nyaman tenteram serta damai penuh dengan ketenangan.
Akan tetapi pada suatu ketika, ketenagan terusik oleh kehadiran seorang ksatria tampan, yang tak lain adalah Harjuna Sosrobahu. Pada suatu ketika, Harjuna ingin mengunjungi pamomonging jagat, yang tak lain adalah Wak Semar untuk memperdalam Ilmu Panguripan. Akan tetapi sebelum bertemu, dia mencium aroma yang begitu harum semerbak. Aroma tersebut telah membawa kedamaian serta ketenteraman dalam jiwanya. Sehingga ditelusurilah penyebab yang membawa dirinya hanyut serta terlena di tempat itu.
Tak lama kemudian diketahuilah bahwa keadaan tersebut ternyata bersumber dari kedua sosok Dewi, yaitu Dewi Sekar Arum dan Sekar Ningrum. Melihat kedua Dewi yang begitu jelita serta bisa membawa keharuman dan kedamaian jiwanya, terpikatlah hati Harjuna. Sehingga dia bermaksud untuk meminangnya. Akan tetapi hal itu diketahui oleh Begawan Cipta Hening atau Wak Semar. Sehingga dicegahlah maksud serta tujuannya yang menyimpang dari niat semula, dengan alasan Harjuna Sosrobahu telah memiliki seorang istri yaitu Dewi Drupadi. Berbagai cara dan upaya dilakukan oleh Begawan Cipta Hening agar rencana Harjuna meminang kedua dewi tersebut gagal.
"Maaf anak Angger Harjuna, bukankah andika telah memiliki seorang istri yaitu Drupadi, yang cantik serta lembut rupawan. Oleh karena itu, biarkan kedua bunga itu mekar dan tumbuh bersemi di puncak ini untuk memberikan keharuman serta kedamaian di muka bumi", tutur halus sang Begawan.
"Tapi jiwaku akan tenteram dan damai bila menyunting kedua bidadari itu Kyai", jawabnya jujur.
"Kau telah berubah niat, kau telah melanggar kodrat. Kedua dewi ditugaskan di bumi untuk menjaga keharuman serta ketenteraman. Dia juga nantinya akan menurunkan ksatria-ksatria pilihan di muka jagad ini", tukasnya lanjut.
Muka Harjuna merah padam hingga akhirnya dia terpojok. Merasa dirinya dihalang-halangi dalam usahanya untuk meminang kedua dewi kakak beradik tersebut, Harjuna marah besar. Adu mulut tak bisa terelakkan lagi. Akan tetapi, walau bagaimanapun Begawan Cipta Hening adalah Uwaknya sendiri yang juga salah satu Guru dan penasehat spiritualnya. Dia pun menyadari akan kelancangannya, bahkan rasanya tak mungkin juga bisa mengalahkannya.
Akhirnya karena menahan marah serta emosi yang telah meluap tinggi, dia melampiaskan dengan menendang puncak Gunung Slamet, tempat kediaman mereka. Tak ayal dengan kesaktiannya, Gunung Slamet yang menjulang tinggi terpental dan jatuh ke sebuah perbukitan yang gersang. Indrakila pun geger. Semua penghuninya pontang-panting, tanpa kecuali Begawan Cipta Hening, Kyai Among Rogo serta Dewi Sekar Arum dan Sekar Ningrum. Betapa terkejutnya dia, karena tempat kediamannya telah berpindah, tak lagi pada sebuah puncak gunung. Akan tetapi kini telah berada pada lembah yang gersang. Disaat itu Wak Semar hanya bisa tertawa terkekeh-kekeh, lalu berucap:
"Anak angger... walau Indrakila dibuat geger dalam sehari tujuh kali pun, dengan jalan memporak-porandakan serta mengacak-acaknya, aku tetap tak mengizinkanmu mempersunting Dewi Sekar Arum dan Sekar Ningrum. Karena itu melanggar tatanan serta kodrat dewata, ngger. Dan yang perlu kamu ingat, walau Indrakila kau pindahkan dalam sehari tiga kali pun, aku beserta pengikutku akan tetap setia menjaga pertapaan ini".
Hati Harjuna Sosrobahu semakin dongkol, lalu dia pergi dengan menendang sebuah batu gunung. batu besar yang ditendang Harjuno pun hingga kini masih ada dan bisa dilihat keberadaannya yang tak jauh dari Indrakila.
Masyarakat di sekitar puncak Gunung Slamet yang dikenal dengan sebutan Indrakila menjadi geger. Semula mereka menyangka kalau gundukan tanah yang menyerupai caping dengan ukuran raksasa itu merupakan tanah yang jatuh dari langit. Akan tetapi kemudian dilihatlah gunung menjulang tinggi yang berada di sebelah tempat kediaman mereka yang masih asing. Setelah beberapa bulan lamanya, barulah keempat sosok tersebut diketahui oleh warga, bahwa mereka adalah para pelindung dan pemimpin yang waskito serta berilmu tinggi. Sehingga bisa dijadikan panutan masyarakat. Hingga akhirnya masyarakat setempat berguru untuk menimba ilmu, baik ilmu keduniawian maupun ilmu agama (batin).
Dengan hilangnya puncak Gunung Slamet masyarakat baru menyadari, kalau ternyata gundukan tanah baru yang hampir seluas satu desa itu merupakan patahan dari puncak atau kerucut Gunung Slamet. Diceritakan pula, setelah berpuluh tahun lamanya para pertapa mengajarkan berbagai ilmu pada masyarakat, tiba-tiba masyarakat digegerkan kembali dengan hilangnya gubuk-gubuk mereka yang berubah menjadi lima gundukan tanah yang menyerupai makam. Dan satu diantaranya diyakini sebagai makam dari Harjuna Sosrobahu yang keyungan (kasmaran) dengan kedua dewi tesebut sehingga akhirnya ikut serta menyusul ke alam kelanggengan.
Menurut Eyang Karjono sesepuh dan kamituo masyarakat setempat, yang secara langsung mendapat bisikan gaib dari penghuni Indrakila, dia membenarkan adanya kisah tersebut.
"Pada awalnya kami kurang percaya dengan kisah dan cerita orang tua dulu. Saya kira cerita itu hanyalah pelipur lara atau dongeng semata, tapi ternyata semua benar adanya. Hal ini saya yakini setelah mendapat petunjuk langsung dari penguasa di sana", tutur laki-laki yang mendekati uzur ini.
"Menurut cerita orang-orang tua dulu, pada awal kemunculan Indrakila warga benar-benar geger. Kegemparan itu dikarenakan langit gelap gulita, angin topan begitu dahsyat, serta suara gemuruh ayng terus menerus disertai dengan tanaman dan tumnbuh-tumbuhan yang tumbang beterbangan. Saat situasi seperti ini, mereka melihat pemaandangan yang begitu menakjubkan. Sebuah benda bula terbang memutar, lalu jatuh tepat di lembah yang tandus. Setelah ditelusuri, ternyata benda itu merupakan gundukan tanah yang menjulang tinggi, sekarang dikenal dengan Indrakila", lanjut Eyang Karjono mengulas cerita leluhurnya.
Memang benar nampaknya hampir setiap hari banyak orang yang bermalam di tempat itu. Ini terbukti dari banyaknya bunga-bungaan, lelehan kemenyan dan dupa serta kelapa hijau yang menjadi syarat ritual di tempat tersebut. Ubo rampe itu berada tepat di depan kelima makam tersebut. Kami pun merasakan aura mistis yang begitu tinggi, yang seolah sulit ditembus dengan indra kami.
"Tempat ini merupakan tempat sakral, karena energi serta daya mistisnya yang tinggi, sehingga mereka datang dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Tapi banyak dari mereka umumnya kaum muda yang punya maksud mencari jati diri. Untuk ngangsu kaweruh di tempat ini, mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tak hanya itu, ketenangan dan ketenteraman pun bisa mereka peroleh", sambungnya lagi.
"Siapakah Begawan Cipta Hening atau Wak Semar itu, dan megnapa dia seolah merupakan penguasa utama di Indrakila ini?"
"Wallahu a'lam, semua hanya Tuhan yang tahu. MEnurut pandangan kami, Semar berari samar yaitu sanepo antara ada dan tiada. Artinya, sosok Semar merupakan gambaran dari seseorang yang arif dan bijaksana, berwawasan luas serta berilmu tinggi. Punya jiwa pamomong atau pengayom bagi kaum lemah dan tertindas, suka membantu, sehingga lebih baik dirinya miskin dan menderita asalkan orang lain bahagia. Dia suka merendah, sehingga sering dirinya menjadi kaum duafa yang terkucil dan tersingkirkan, walaupun sebenarnya dia sosok nomor satu, atau tokoh utama di tengah masyarakat yagn luas ini.
Dia juga bisa berbuat apa saja dengan kesaktian dan kuasanya, tapi karena siafatnya yang adap asor tersebut, dia lebih baik berbaur dengan rakyat jelata. Semar diibaratkan seorang dewa yang turun ke bumi (dewa yang mawujud manusia). Sehingga bagi mereka yang mengetahuinya, sosok tersebut akan dijadikan panutan serta maha guru dalam kehidupan ini. Dan masyarakat meyakini kalau di Indrakila lah tokoh tersebut ada, serta bisa dimintai berkah dan karomahnya. Jadi tokoh ini ada, hanya ktia tak tahu siapa sebenarnya mereka itu. Tapi siapapun dia, jika mereka memiliki hati serta jiwa mulia, berarti dialah sosok Semar yang sering kita dengar. Berkat kebesaran hati serta jiwanya itulah, dia selalu disegani dan mendapat kedudukan sebagai tokoh serta penguasa utama, baik bagi kehidupan nyata maupun astral", terang Eyang Karjono panjang lebar.
Mungkin benar adanya, salah satu makam keramat yang ada di lokasi ini dulunya adalah sosok seorang waskita, berilmu tinggi serta mepayu hayuning buwono (melindungi alam semesta) penuh bijaksana, sehinga menjadi panutan bagi para pengikutnya. Dan sampai saat ini pun masih menjadi tongkat pegangan dalam mengarungi kehidupan nyata bagi masyarakat sekitarnya. Terbukti begitu banyak para pengunjung dan pengalab berkah yang datang untuk mendapatkan karomah dari sosok arif bijaksana yang diyakini berilmu tinggi ini.
Keyakinan ini didasari oleh banyaknya para peziarah yang datang dan pulang dengan membawa keberhasilan. Pernyataan ini dibuktikan oleh Tenag Suroso (40) warga Bandingan, Kejobong, Purbalingga. Menurutnya, ia sering menjadi pemandu bagi siapa saja yang hendak menuju ke Indrakila. Dan hampir semua orang yang diantarnya menuju ke sana berhasil dalam mencapai hajatnya. Tentu saja semua atas kehendak Allah dengan didasari syareat kepada penguasa Indrakila.
"Saya melakukan pemanduan ke sana sudah tentu dengan keyakinan penuh, kalau dhanyang atau penguasa Indrakila memang merestui. Dengan restunya, dia akan mengijabahi apa yang menjadi tujuan kita. Kami pun selalu melakukan komunikasi batin dengan para penguasa di sana, terutama jika akan memasuki area atau wilayah tersebut. Di pintu pendopo masuk itulah kita diperkenankan atau tidaknya dalam melakukan ritual atas permohonan hajat kita. Karena bisikan gaib akan saya peroleh dari penguasa di sana saat melakukan komunikasi batin di tangga pintu masuk tersebut, semua bertujuan agar bisa terjalin peradaban yang baik, walau berlainan alam", tutur laki-laki ini yang nampak sudah paham tentang kehidupan Indrakila.
Menurutnya pula, beberapa kali dirinya melihat sosok yang sering dipanggil Eyang Semar di tempat tersebut. Tak hanya itu, suatu ketika dia juga pernah menjumpai perujudan yang gagah perkasa yang dia yakini sebagai Kyai Among Rogo.
"Yah... Beberapa kali saya melihat sosok mereka. Begawan CIpta Hening atau yang sering disapa Wak Semar, bertubuh tinggi besar dan agak bungkuk. Berpakaian hitam dengan celana hitam kompang. Dia memakai kupluk kuncung di kepalanya. Sedang Kyai Among Rogo, berbadan gagah dan tegak, dia pendiam bahkan nampak garang. Sedang Dewi Sekar Arum dan Sekar Ningrum, saya pernah melihatnya sekali. Itu pun dengan tak sengaja. Pada suatu ketika tepat tengah malam bulan purnama saya datang ke Indrakila, dengan sinar bulan yang terang nampak jelas dari kejauhan, ada dua wanita begitu cantik jelita. pakaian mereka seperti bangsawan keraton, harumnya begitu semerbak, tapi begitu saya dekat, keduanya hilang. Hanya meninggalkan aroma yang begitu wangi. Saya sangat yakin kalau dia adalah mereka. Saya bisa menjumpainya munkin karena seringnya melakukan komunikasi batin dengannya, sehingga terjalin kedekatan. MUnkin karena itu pula yang menyebabkan warga dan masyarakat di sini mempercayai saya untuk menjadi pemandu dan penghubung mereka dengan epnguasa Indrakila", tuturnya kemudian.
"Tapi bagi pelaku ritual dan ziarah yang bersungguh-sungguh, apalagi jika dirinya benar-benar sedang dirundung masalah, mereka pun bisa ditemuinya bahkan diberinya petunjuk baik secara langsung maupun hanya lewat sebuah mimpi", tukasnya kemudian.
Siapapun adanya sosok Semar beserta keempat pengikutnya, yang jelas dia dikenal orang bijak dan arif dalam kehidupan ini. Sehingga bisa menjadi pengayom kaum lemah dan jelata. Walaupun dirinya adalah Dewa yang bisa berbuat apa saja, tapi dia lebih suka merasakan penderitaan dan hidup sederhana di sebua desa terpencil, yaitu Karang Tumaritis.
Suseno, Subur. 2012. Majalah Misteri Edisi 527. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.