MISTERI LELAKI TOH BRAMA
Gambar oleh Darja Maslova dari Pixabay

Bagi masyarakat Jawa Barat, seperti di kawasan Indramayu dan sekitarnya, ada kepercayaan bahwa apabila seorang ibu yang melahirkan anak dan anak itu selalu meninggal dunia, maka hal ini ada kemungkinan suaminya memiliki tanda khusus yang disebut Toh Brama. Konon tanda ini hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu, yakni mereka yang memiliki Toh Brama, belum tentu kita sendiri dapat melihatnya.

Misteri Lelaki Toh Brama - Disebutkan, seorang pria yang memiliki tanda khusus ini, alat vitalnya akan di diami makhluk halus sebangsa siluman. Namanya, Siluman Kelabang. Makhluk gaib ini sangat ganas. Dia akan membunuh anak-anak yang lahir dari rahim seorang wanita yang suaminya memiliki Toh Brama.

Kasus gaib ini seperti dialami Heriyah, 45 tahun, warga salah satu desa di Kabupaten Indramayu. Ketika bersuamikan Timan, dia nyaris gila karena 5 dari 7 anaknya mati secara misterius. Ini terjadi karena disebutkan Timan memiliki Toh Brama. Berikut adalah rekaman kesaksian Heriyah kepada Kami.

Ketika disunting Kang Timan, aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Selain berwajah ganteng, dia pun sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai pegawai negeri.

Beberapa tahun setelah perkawinan, lahirlah anak-anak kami yang sangat lucu. Dan hal ini sudah barang tentu membuat kebahagiaan kami terasa semakin lengkap.

Tetapi sayangnya, kebahagiaan di antara kami tidaklah berlangsung lama. Pasalnya, entah apa yang jadi penyebabnya, tiba-tiba anak kami mati satu persatu. Dalam waktu yang relatif cukup singkat, 5 dari 7 anak kami meregang nyawa. Saat meninggal dunia umur mereka berbeda-beda, tapi pada umumnya ketika masih berusia bayi. Ada yang baru berusia 40 hari, 1 tahun, atau 2 tahun. Ya, mereka semuanya mati mengenaskan.

Dapat dibayangkan, betapa terpukulnya mentalku menghadapi kenyataan getir ini.

Anehnya lagi, seiring dengan kematian anak-anak kami, usaha sampingan suamiku yaitu menjadi bos beras, semakin maju. Tapi bagiku, apalah artinya harta kalau harus ditebus dengan jiwa anak-anakku.

Aku memang belum sepenuhnya yakin bahwa kematian anak-anak kami, ada hubungannya dengan kemajuan usaha Kang Timan. Apalagi sikap suamiku selama ini, sama sekali tidak memperlihatkan sesuatu yang membuatku curiga. Namun bagaimana pun aku harus berjaga-jaga, agar kedua anak yang masih tersisa bisa diselamatkan.

Untuk menyibak berbeagai kejanggalan yang menyelimuti keluarga kami, akhrinya secara diam-diam aku mendatangi seorang kyai yang kesaktiannya cukup mumpuni, di salah satu tempat di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Kepada Pak Kyai, kuceritakan berbagai kejadian tak masuk akal yang selama ini berlangsung dalam rumah tanggaku. Lebih khusus lagi, tentang kematian anak-anakku yang kuyakini bukan sekedar kebetulan belaka.

Mendengar kisahku, Pak Kyai segera melakukan pendeteksian atau penerawangan gaib.

"Wah, pantas saja anak-anakmu selalu meninggal dunia. Berdasarkan hasil penerawangan batin saya, ternyata semua ini akibat ulah keganasan Siluman Kelabang, yang sudah sekian lama bersemayam dalam organ intim suamimu. Perlu diketahui, suamimu memiliki tanda gaib Toh Brama. Nah, pada Toh Brama inilah siluman kelabang itu tinggal. Tapi yang perlu dicatat, semua ini bukan kesalahan suamimu. Dia sendiri sama sekali tidak mengetahui kalau dirinya memiliki Toh Brama", jelas Pak Kyai panjang lebar.

"Bagaimana caranya agar kedua anak saya yang masih tersisa dapat terselamatkan, tidak menjadi korban, Pak Kyai?" Tanyaku, cemas.

Setelah tafakur beberapa saat, Pak Kyai lalu berucap, "Begini saja, nanti setelah pulang dari sini, Anda lakukan puasa selama empat hari. Bagaimana? Sanggup tidak?".

Insya Allah sanggup, Pak Kyai. Bagi saya, yang penting seluruh keluarga bisa terselamatkan dari kebiadaban makhluk siluman itu", jawabku.

"Syukurlah kalau begitu. Nanti selama berpuasa, Anda harus tidur di kolong ranjang. Tapi sebelum tidur, siapkan kelapa muda yang sudah dilubangi pada bagian atasnya dan selembar kain kafan. Kalau nanti Siluman Kelabang tersebut sudah nampak keluar dari organ vital suamimu, giringlah agar masuk ke dalam kelapa muda tadi. Setelah berhasil, segera tutup dengan kain kafan. Bagaimana, apakah sudah paham betul dengan apa yang telah saya sampaikan ini?"

"Alhamdulillah, saya sudah paham, Pak Kyai!"

Singkat cerita, sesampainya di rumah, aku segera menjalankan apa yang telah disarankan oleh Pak Kyai. Aku berpuasa selama 4 hari. Malamnya aku harus bergadang menunggu kedatangan makhluk siluman itu. Suami memang tidak kuberitahu tentang maksud dari tirakatku karena khawatir dia nanti akan tersinggung.

Empat hari berlalu dan aku sukses menjalankan puasa. Penantianku yang cukup melelahkan, menguras tenaga, dan waktu, serta pikiran, akhirnya membuahkan hasil juga. Pada malam terakhir tirakatan, kira-kira pukul dua belas tengah malam, tiba-tiba di hadapanku muncul seekor kelabang. Bersarnya seukuran telunjuk orang dewasa, panjangnya sekitar 20 cm, dan warnanya merah maron.

Melihat buruanku ada di depan mata, tentu saja membuatku merasa girang bukan kepalang, sekaligus juga gugup dan takut. Tanpa menunggu lama,aku segera menggiring hewan jelmaan siluman yang sangat ganas itu agar masuk ke dalam buah kelapa hijau yang telah kupersiapkan.

Tetapi sungguh sayang, karena terlalu terburu-buru, kepalaku membentur dinding ranjang. Padahal, di ranjang tersebutlah saat itu suamiku sedang tidur. Buruanku akhirnya lepas, masuk kembali ke dalam organ vital suamiku. Bersamaan dengan itu Kang Timan bangun karena terkejut mendengar suara benturan tadi.

Meskipun gagal dalam menangkap siluman kelabang, namun aku tetap mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Setidaknya, kini aku jadi mengetahui perihal penyebab keanehan yang selama ini menyelimuti keluargaku. Ternyata apa yang dikatakan oleh Kyai dari Cirebon, benar adanya. Tinggal sekarang yang haris dipikirkan adalah, bagaimana cara mencari jalan pemecahannya.

Karena merasa tidak mampu lagi untuk melakukan ritual penangkapan siluman kelabang seperti yang tempo hari kulakukan, akhirnya terpaksa aku mencari pemecahan dengan jalan meminta cerai. Sebenarnya ini sangat berat kurasakan. Namun demi menyelamatkan anakku yang masih tersisa, terpaksa aku menempuh cara ini. Suamiku pun, tampak sangat terkejut dengan keputusanku yang di luar dugaannya itu.

Dengan lemah lembut, lalu kuutarakan kepada Kang Timan alasan mengapa aku sampai meminta cerai. Mendengar penjelasanku, suamiku benar-benar sangat terkejut sekaligus terpukul. Lalu katanya, "Mengapa tidak segera kau ceritakan kalau memang mengetahui adanya kelainan pada diriku?"

Kujelaskan padanya bahwa waktu itu aku tidak mau menyinggung perasaannya, dan ingin mencoba mengatasinya sendiri. Lalu kuceritakan pula ritual yang telah kulakukan atas saran Kyai dari Cirebon itu.

Dengan berat hati dan demi keselamatan anak-anak, akhirnya suamiku meluluskan keinginanku untuk bercerai. Dia pun mengabulkan pula permintaanku, agar anak-anak diasuh olehku. Tampaknya Kang Timan sangat memahami, apabila anak-anak diasuh olehnya dikhawatirkan bisa menjadi korban Siluman Kelabang, yang masih belum menyingkir dari tubuhnya.

Sekarang aku hidup tenang dengan suamiku yang baru. Anak-anakku pun tumbuh dengan sehat. Kudengat Kang Timan pun telah menikah lagi, namun konon istrinya meninggal dunia. Dan ketika kawin lagi, istrinya yang ketiga juga sering sakit-sakitan seperti yang kualami dulu. Ah, kasihan sekali Kang Timan. Aku berharap semoga dia segera sembuh dari penyakit anehnya, dan hidup bahagia bersama istrinya. Ya, semoga saja.



Bahroni. 2006. Majalah Misteri Edisi 408. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.