![]() |
Gambar oleh WikiImages dari Pixabay |
Pertengahan September 2006, tiba-tiba terjadi ledakan mirip bom di Langkat, Sumatera Utara. Bukan saja warga Kabupaten Langkat yang kaget, tetapi warga Medan, Belawan, dan Binjai, semua mendengar suara ledakan yang terjadi sekitar pukul 21.00 WIB.
"Bom Gaib" Di Bumi Langkat - Aktivitas warga Langkat saat itu sebagian besar terfokus di dalam rumah masing-masing sambil menyaksikan siaran televisi. Sesaat setelah mendengar suara ledakan, semua warga berhamburan ke luar rumah.
"Ada bom!" Teriak sebagian besar dari mereka, menduga-duga.
Menurut cerita warga yang saat kejadian berada di luar rumah, ledakan itu berlangsung di atas angkasa malam. Setelah ledakan, terlihat sinar warna-warni berbentuk kerucut seolah-olah mencengkeram bumi Langkat. Suara ledakan di atas angkasa luas itu sangat kuat sehingga pengendara sepeda motor dan pengemudi mobil hampir serempak memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan lintas Sumatera.
Berbagai duagaanpun muncul. Ada yang menyebutkan benda langit itu sebagai meteor yang bertabrakan. Padahal, jika kita baca kitab suci Al-Qur'an dalam surat Yassin, ayat 40, dijelaskan Allah SWT berfirman; "Tidak mungkin pun bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarya".
Ayat ini mementahkan anggapan masyarakat bahwa benda-benda di langit seperti meteor atau yang lainnya bertabrakan. Akibat tabrakan tersebut, menimbulkan ledakan sangat keras. Sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT, semua benda di angkasa beredar sesuai dengan garis edarnya masing-masing. Tidak mungkin mereka bertabrakan.
lalu muncul juga spekulasi bahwa ada negara lain melakukan uji coba rudal!? Sebelum mencapai sasarannya, rudal itu meledak di angkasa?
Dugaan ini memang sulit dibuktikan. Karena ledakan tersebut tidak menimbulkan kerusakan di bumi.
Sementara itu, di Kecamatan Stabat dan Kecamatan Pemekaran Wampu, sesaat setelah mendengar suara ledakan, telepon rumah daan Hp terus berdering sepanjang malam. Keluarga yang tinggal di Medan, Belawan dan Binjai silih berganti menanyakan kabar keluarga mereka yang tinggal di Stabat dan Wampu.
Memang warga Medan, Belawan dan Binjai sempat termakan rumor yang mengatakan bahwa sebagian desa di Kecamatan Stabat dan Kecamatan Wampu tenggelam akibat tsunami. Rumor ini tentu sangat mencemaskan warga Medan, Belawan, dan Binjai yang memiliki sanak keluarga tinggal di Stabat dan Wampu.
Beberapa warga Medan dan Belawan, bahkan pagi-pagi sudah tiba di Stabat dan Wampu. Mereka ingin membuktikan sendiri fakta di lapangan.Namun pagi itu aktivitas berjalan normal. Warga kota Binjai yang datang berbondong-bondong ke kedua kota kecamatan itu bahkan kecele. Setibanya di kota Stabat dan Wampu, mereka tidak menemukan apa-apa. Namun, beberapa desa yang diisukan tenggelam sempat diserbu massa yang penasaran. Namun, massa tidak menemukan apa-apa. Kecuali penjelasan warga yang menyebutkan, "Tadi malam cahaya itu jatuh di tengah sawah. Begitu kami kejar beramai-ramai, kami tidak menemukan apa-apa".
Demikian cerita penduduk setempat memberikan penjelasan pada pengunjung yang datang, termasuk Kami.
Ali, 30 tahun, warga yang tigngal di bantaran Sungai Wampu adalah salah seorang saksi peristiwa langka ini. pada malam kejadian, dia sedang memancing ikan di bawah jembatan sungai Wampu. Sebelum mendengar suara ledakan, dia melihat cahaya warna-warni muncul dari dusun Paya Jongkong, Desa Stabat Lama.
Cahaya itu mengiringi sebuah kotak berbentuk peti jenazah. Setelah peti itu berada di atas angkasa, tiba-tiba saja meledak. Cahaya yang mengiringi perjalanannya ke atas angkasa lalu kembali turun ke bawah dan membentuk piramida yang seakan mencengkram bumi.
Ali sendiri bersama dua orang, temannya berada di atas sampan, dan merasa piramida aneh itu berada diatasnya. Di adan dua temannya melihat sekelilingnya penuh warna-warni menyilaukan mata.
"Waktu itu kami sangat ketakutan", cerita Ali dengan bersungguh-sungguh.
Menurut sumber lain, cahaya itu diperkirakan berasal dair kawasan mistis di dusun Paya Jongkong. Di sana tersimpan meriam gaib milik Lebai Shaleh sang penjaga Sungai Wampu. Benda mistis itu hanya suara, mengeluarkan suara, tapi bagaimana bentuknya belum ada orang yang pernah melihatnya.
Masyarakat sepanjang bantaran sungai Wampu menyebutkan, Meriam Paya JongKong pertama berada di Paya Jongkong. Kedua suaranya mirip suara meriam. Karena pada masa itu, masyarakat belum mengenal bom. Padahal, sebenarnya lebih tepat disebut bom, karena suaranya sangat dahsyat menyerupai bom. Biasanya letusan itu berada dalam bumi sehingga menimbulkan getaran kuat.
Konon suara letusan meriam Paya Jongkong sebagai tanda akan terjadi banjir besar. Saat letusan kemarin terjadi, air Sungai Wampu berada dalam kondisi normal. Meskipun hujan hampir setiap malam, debit air Sungai Wampu tidak meluap. Para penambang pasir masih dapat melakukan pekerjaannya mengambil pasir di hulu sungai.
Menurut cerita penduduk setempat, beberapa kejadian banjir besar di Kabupaten Langkat, terutama di daerah-daerah aliran Sungai Wampu selalu diawali suara letusan meriam Paya Jongkong. Sebagai contoh adalah banjir besar sampai tujuh kali di tahun 1970-an.
Konon, sebelum banjir itu melanda, tengah malam meriam Paya Jongkong berbunyi berturut-turut. Pada pagi harinya, debit air Sungai Wampu naik. Hanya dalam tempo empat jam, air sudah melintasi jalan lintas Sumatera, Medan, Banda Aceh, persisnya di km 43 Desa Stabat Lama Barat.
Kala itu, ratusan kendaraan terjebak kemacetan puluhan kilo meter. Tanggul yang membentengi Kota Stabat dari banjir jebol. Air masuk ke pursat kota setingi hampir dua meter.
Karuan, aktivitas perekonomian hampir lumpuh. Transaksi jual berli dilakukan dari atas perahu dengan pemilik toko yang memindahkan barang jualannya, yaitu di lantai dua bangunan toko. Pembeli menuliskan barang yang hendak dibelinya, lalu dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang disediakan penjual. Keranjang bambu itu dikerek ke atas. Seluruh pesanan dan harga barang yang dibeli kembali dia turunkan ke bawah. Pembeli menerima barang pesanannya, kemudian memasukkan uang ke dalam keranjang.
Bus umum dari Medan waktu itu hanya sampai di simpang kantor Bupati Langkat sekarang ini. Sedangkan bus dari arah Banda Aceh, hanya sampai di km 42. Untuk meneruskan perjalanan mencapai tujuan, penumpang bus harus menaiki sampan penambang pasir menuju simpang kantor bupati dan sebaliknya.
Para penumpang bus harus berjalan kaki sejauh satu kilometer untuk mencapai bus yang akan mengantarkannya ke tempat tujuan. Banjir besar di tahun 1970, berulang sampai tujuh kali.
Pada tahun 2000, banjir serupa terulang kembali, tapi karena tanggul Sungai Wampu sudah ditinggikan sampai 6 meter, air bah tidak sampai menjebol tanggul. Dua hari sebelum banjir besar, meriam Paya Jongkong pun kembali meletup.
Warga yang tinggal sepanjang bantaran Sungai Wampu semuanya mengungsi ke tempat sanak saudara, namun ada yang menempati posko pengungsian di Kantor Camat Stabat.
Kedalaman air sampai melintasi tanggul di sisi kanan dan kiri. kawasan kota setempat terendam meskipun hanya sebatas mata kaki. Banjir mulai surut ketika tanggul di Desa Ulu Berayun jebol. Gantian, desa-desa di Kecamatan Secanggang terendam air.
Terakhir meriam Paya Jongkong meledak tiga hari sebelum terjadi banjir bandang di kawasan Wisata Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, 2 November 2003. Warga yang tinggal di bantaran Sungai Wampu mendengar suara ledakan tepat pukul 12 siang.
Warga sangat terkejut mendengar suara ledakan keras. Suara itu berasal dari sebelah barat Kecamatan Stabat, tepatnya di dusun Paya Jongkong. Debit air Sungai Wampu naik sampai ke darat menggenangi halaman rumahp panggung warga yang tinggal sepanjang bantaran sungai.
Minggu malam, terjadilah banjir bandang meluluh-lantakkan kawasan wisata Bukit Lawang. Diperkirakan tidak kurang 300 orang korban meninggal dunia. Mereka umumnya pendatang dari luar kota dna wisatawan dari manca negara.
Sehari sebelum bencara itu terjadi, penduduk Desa Bukit Lawang sudah mengungsi. Tiga hari sebelum bencana alam itu terjadi, pada hari Jum'at, warga Desa Bukit Lawang sepulang dari shalat Jum'at melihat di tengah sungai, persisnya pada sebongkah batu besar, berdiri seorang kakek memakai jubah putih menadahkan tangan ke atas langit. Dia seperti tengah memanjatkan doa. Lelaki tua ini diyakini masyarakat sebagai sosok Lebai Shaleh, sang penjaga Sungai Wampu. Kemunculannya secara misterius menjadi salah satu pertanda akan terjadi bencana besar di daerah aliran sungai.
Setelah selesai berdoa, lelaki tua itu pergi berjalan santai di atas permukaan air. Kakinya tidak menginjak bebatuan sungai. Dia lalu menyusuri jalan setapak, kemudian menghilang dari pandangan mata.
Warga yang melihatnya terperangah dan berusaha mencari kemana arah perginya. Tapi mereka tidak menemukan orang yang mereka cari. Warga Desa Bukit Lawang meyakini, bencana alam akan terjadi. Mereka lalu membawa keluarganya dan barang-barang berharga pergi meninggalkan desa. Aparat desa Bukit Lawang, menghimbau seluruh hotel, restoran, dan warung tutup. Warga dan pengunjung di obyek wisata Bukit Lawang diperintahkan agar segera meninggalkan Bukit Lawang.
Himbauan ini tidak diindahkan pemilik hotel dan restoran yang berasal dari luar daerah. Pada Minggu malam, hujan gerimis turun di kawasan wisata Bukit Lawang, namun di hulu sungai hujan deras turun.
Menghangatkan malam yang dingin, pengunjung menikmati minuman keras dan berkencan dengan PSK dalam kamar hotel. Ketika pasangan haram ini mendaki puncak kenikmatan, tiba-tiba mereka dikejutkan suara gemuruh seperti pesawa terbang hendak mendarat.
Hanya dalam hitungan detik, kawasan Bukit Lawang luluh-lantak. Tidak ada bangunan hotel, warung dan rumah warga yang tersisa kecuali sebuah bangunan masjid yang nampak berdiri kokoh di antara puing-puing bangunan lain yang rata dengan tanah.
Beberapa mayat ditemukan telanjang bulat sambil berpelukan di antara reruntuhan bangunan hotel. Puluhan perempuan dan laki-laki yang mungkin sedang kencan hanyut dibawa arus Sungai Wampu menuju ke muara dalam keadaan telanjang.
Musibah itu terjadi diyakini sebagai akumulasi dair perbuatan tangan manusia yang telah merusak kelestarian hutan.
Konon, arwah mereka yang mati dalam keadaan berbuat maksiat, ketika banjir bandang itu, kini bergentayangan hilir mudik menyelusuri alur Sungai Wampu.
Beberapa pemancing ikan, pada malam hari sering diganggu dengan panggilan merayu. Para arwah itu kadang menampakkan ujudnya sebagai hantu Langsuir, atau sebangsa Kuntilanak.
Banjir bandang melanda kawasan itu terjadi minggu malam, sementara suara ledakan keras di angkasa diiringi dengan sinar warna-warni mencengkram bumi Langkat, terjadi malam minggunya.
Suara ledakan itu dikaitkan dengan bencana alam yang bakal terjadi. Memang, warga yang tinggal di bantaran Sugnai Wampu setiap saat dihantui kecemasan terutama bila air sungai debitnya naik dan berwarna keruh serta menghanyutkan sampah dari hulu.
Banjir menyisakan kedukaan bagi warga, karena tidak banyak harta benda yang dapat diselamatkan. hewan-hewan ternak habis semuanya hanyut terbawa arus air.
Menurut ramalan cuaca dari BMG Medan, mulai September hingga Desember, curah hujan di kawasan Sumut sangat tinggi. Akankah banjir besar terjadi seperti tahun 1970 lalu atau banjir bandang di kawasan Bukit Lawang terulang kembali? Entahlah.
Memang, tanda-tanda bencana banjir besar akan terjadi kian nyata. Faktor utamanya kawasan hutan di hulu Sungai Wampu sudah gundul. Kerusakan hutan terjadi karena berlangsungnya ilegal logging secara terus menerus tanpa dapat dicegah.
Lebai Shaleh sang penjaga Sungai Wampu telah pula memberikan peringatan dini agar warga yang tinggal di bantaran sungai, waspada terhadap bencana banjir. Suara letusan di pertengahan bulan September lalu diyakini sebagai pertanda bencana alam berupa banjir yang akan terjadi.
Lalu mengapa tanda itu jauh-jauh haru diberikan? Biasanya begitu suara letusan berbunyi hanya dalam hitungan hari, banjir besar terjadi. Seminggu sudah letusan itu terjadi, belum ada tanda musibah akan melanda kawasan sepanjang aliran Sungai Wampu.
Suara ledakan keras di pertengahan bulan itu, lalu menyisakan tanda tanya bagi warga Langkat. Beanrkah bencana alam akan terjadi?
Sebelum bencana itu terjadi, beberapa desa yang terletak tidak jauh dari aliran Sungai Wampu mengadakan ritual tolak bala, memohon pada Allah SWT agar desa mereka dijauhkan dari bencana.
Sementara, mereka yang berpikir ilmiah, megnaitkan peristiwa ledakan ini sebagai suatu pertanda datangnya makhluk luar angkasa atau UFO yang berkunjung ke bumi. Benarkah demikian? Memang tak mudah untuk menjawabnya.
Rusdi. 2006. Majalah Misteri Edisi 408. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.