TABIR GAIB WANITA PENYUKA KAWIN CERAI
Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Tabir Gaib Wanita Penyuka Kawin Cerai - Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu bagai sesuatu yang wingit, angker, keramat dan sakral. Dalam ephos Ramayana, ketika Dewi sukesi ingin menyingkap tabir yang melingkupinya, dunia para dewata pun seperti hendak runtuh. Tapi apa hubungannya dengan wanita yang suka kawin cerai...???

Ketika tuntutan emansipasi wanita menyeruak ke permukaan, sejak itu pula sesungguhnya telah terjadi paralelitas kekuasaan. Keinginan wanita untuk sederajat dengan laki-laki, lebih merupakan tuntutan kepentingan ideologis dan bersifat tidak substansial. Mengapa? Sebab, secara kodrati harkat antara wanita dan pria memang berbeda. Masing-masing mempunyai fungsi dan peran berlainan. Tetapi sebagai manusia, laki-laki dan wanita memiliki martabat yang sama. Maka, sungguh tampak aneh bila wanita menginginkan kesederajatan, apalagi persamaan dalam "kekuasaan" dan fungsi. Sebaliknya, tampak semakin aneh lagi, jika laki-laki selalu berkeinginann untuk "menguasai" wanita.

Kepentingan ideologis tersebut sangat transparan dalam kebudayaan Jawa yang memandang wanita sebagai kanca wingking. Wanita hanya dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas segala urusan dapur. Atau wanita dimaknai sebagai wani ditata. Berani diatur! Siapa yang mengatur? Jawabannya: tentu saja laki-laki.

Duh betapa nestapanya nasib perempuan dalam hal ini. Apalagi jika lebih jauh menengok ke belakang pada ihwal kejadiannya. Konon, wanita itu tercipta dari tulang rusuk sebelah kiri laki-laki. Bahkan dalam kisah penciptaan Adam dan Hawa, perempuan ditugaskan untuk menemani dan menghibur Adam yang kesepian di surga.

Dalah hal perkawinan pun, wanita seperti tak memiliki peran yang menentukan dalam perceraian. Adakah cerita perempuan "menceraikan" suaminya? kalaupun ada, tentulah amat langka dan harus melalui proses yang rumit. Yang pasti ada, adalah suami yang menceraikan wanita yang menjadi isterinya.

Tetapi terlepas dari semua itu, pada kenyataannya sering dijumpai wanita yang hobi kawin cerai. Cerai dalam hal ini, bisa karena takdir (ditinggal mati oleh sang suami) atau benar-benar diceraikan sang suami karena sebab-sebab tertentu.

Dalam kultur Jawa, ada wanita yang disebut Bahulaweyan. Wanita-wanita demikian, potensial sekali ditinggal mati suaminya. Kematian sang suami pun, lebih disebabkan oleh cacat yang dimiliki sang wanita Bahulaweyan ini sendiri. Akibatnya, setiap ditinggal mati oleh suaminya dan kawin lagi, maka suami pengganti tak lebih dari awal kematian lelaki itu sendiri.

Dalam Ephos Ramayana disebut-sebut tentang Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Bumi mendadak terguncang hebat, ketika Dewi Sukesi ingin mengetahui tabir di balik ajaran itu. Kahyangan sebagai dunia para dewa, seperti diayun gempa dahsyat yang tak pernah terjadi sebelumnya. Duh, betapa wingit, angker, keramat, dan sakralnya Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu.

keinginnan Dewsi Sukesi, bak sembilu tajam yang meyayat hati Prabu Sumali. Dengan bersimpuh, sang prabu pun memohon agar putrinya mengurungkan niatnya untuk menjadikan ajaran tersebut sebagai prasyarat pernikahannya. Tetapi puteri Alengka itu tetap bersikukuh dengan pendiriannya: "Aku tak akan pernah menikah sampai ada orang yang bisa mengupas Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu!"

Dalam karya SIndhunata yang bertajuk "Anak Bajang Menggiring Angin", dikisahkan suasana Negeri Alengka dengan penggambaran sangat mencekam, Awan gelap bergumpal-gumpal menyelimuti negeri leluhur Rahwana. Kahyangan sebagai singgasana para dewa seperti hendak runtuh. Dewa-dewi menangis.

Kisahnya pun bergulir menuju ke muaranya. Alkisah, lahirlah 4 anak hasil perkawinan Wisrawa-Dewi Sukesih. mereka adalah: Rahwana, Kumbokarno, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana. Mereka berempat, menjadi simbol-simbol sifat dasar manusia. Keangkaramurkaan disimbolkan Rahwana, penyesalan Kumbakarno, nafsu seks Sarpakenaka, dan kebijaksanan serta cinta adalah Gunawan Wibisana.

Ephos Ramayana pun bagai pelajaran hidup. Beberapa candi di Jawa mendokumentasikannya dalam bentuk relief pada dinding-dinding candi. Dunia bayang-bayang dalam pewayangan itupun dicetaknya sedemikian rupa, hingga tergelar di alam nyata. Orang pun lalu mencoba mengekspresikan sosok-sosok sejumlah tokoh, berikut perannya dalam kisah legenda, berdasarkan perawakan bentuk atau postur tubuh masing-masing tokoh itu.

Kearifan budaya Jawa pun kemudian membingkainya sebagai apa yang disebut Katuranggan. Katuranggan Rahwana sebagai simbol angkara murka, tentu akan lain dengan Katuranggan Kumbokarno, Sarpakenaka, Gunawan Wibisana dan sebagainya.


SARPAKENAKA

Sarpakenaka adalah reaksi. Sarpa berarti ular, kenaka berarti kuku. Dalam kisahnya, dia bersuamikan seorang panglima perang Kerajaan Alengka yang terhormat dan sakti mandraguna: Karadusana. Tetapi segala kelebihan Karadusana itu tak mampu mengalahkan dominasi Sarpakenaka terhadap dirinya.

Ketidakpedulian Sarpakenaka sebagai seorang istri, dinarasikan dalam Ephos Ramayana. Betapa sang raseksi (raksasa wanita) ini jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika bertemu Ramawijaya di hutan Dandaka. Dendamnya mendadak sirna, begitu menyaksikan ketampanan Ramawijaya yang telah menghancurkan bala tentaranya ketika merampok di pertapaan Yogisrama.

Dendam Sarpakenaka terhadap Ramawijaya, mendadak berubah menjadi cemburu ketika melihat Dewi Shinta. Hasratnya untuk merengkuh hati dan cinta Ramawijaya makin besar dan mendalam saja. Dengan ajian mancala putra mancala putri, dia pun merubah wujudnya sebagia seorang dewi yang cantik jelita. kecantikannya yang bak bidadari itu digunakan untuk memperdaya Ramawijaya agar meninggalkan Dewi Shinta.

Tetapi, kesetiaan dan cinta kasih Ramawijaya terhadap Dewi Shinta tak mampu diruntuhkan dengan cara apapun. Ramawijaya yang iba melihat sang dewi jelmaan raseksi itu kemudian mendekatkan Sarpakenaka yang telah berubah wujud kepada adiknya, Laksamana.

Dasar haus seks, maka ketika Sarpakenaka diminta agar mendatangi Laksmana, dia pun segera menemui adik Ramawijaya itu. Tetapi, rupanya Laksmana adalah seorang yang waskita. Ajakan Sarpakenaka pun ditolaknya mentah-mentah. Penolakan Lasmana, dirasakan lebih menyakitkan dari penolakan Ramawijaya. Maka, bukan main marahnya Sarpakenaka, ketika secepat kilat Laksmana menghunus senjatanya dan langsung memangkas hidung Sarpakenaka hingga rata dengna kedua pipinya.

Sarpakenaka pun menjerit kesakitan sejadi-jadinya. Dia meraung-raung oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Dia pun mengancam akan melampiaskan dendamnya pada Lasmana. Bersamaan dengan itu, wujudnya kembali berubah menjadi raseksi. Dalam keadaan kesakitan, dia mengambil langkah seribu untuk mengadukan perbuatan Laksmana kepada Rahwana dan suaminya. Karadusana.

Sosok Sarpakenaka sendiri dalam dunia pewayangan sering dinarasikan dalam sebagai seorang wanita berkulit hitam manis. Rambutnya lemas, dan panjang terurai. Matanya sedikit sayu, dan jika menatap pria dian (lampu) yang hampir kehabisan minyak dan diterpa angin sepoi-sepoi. Perawakannya pun digambarkan tinggi dan kurus. Raut wajahnya tirus. Kakinya panjang.


KATURANGAN WANITA YANG SUKA BERSELINGKUH

Wanita yang suka berselingkuh atau kawin cerai, terdapat beberapa ciri fisik yang bisa dijadikan tengara. Beberapa ciri tersebut, dalam primbon Jawa antara lain sebagai berikut:
  1. Pada tengah-tengah jidatnya sedikit nonong, telinga berbalik menghadap ke depan, matanya selalu terlihat seperti habis tidur. Orang Jawa bilang, kriyip-kriyip. Mungkin, seperti lampu yang teterpa angin. Tipe wanita seperti ini, biasanya suka berselingkuh. Kawin cerai hingga tiga kali.
  2. Raut wajahnya sedikit memerah, tepian mata atas dan bawah berwarna hitam, hidung bagian atasnya ada garis-garis kecil. Wanita seperti ini tidak mempunyai rasa cinta terhadap suami. Tetapi suka sekali berselingkuh dengan pria lain yang usianya lebih tua dari sang suaminya.
  3. Jika tertawa tertunduk kepalanya, berbicaranya ketus, jika mau berbicara lidahnya keluar dijilatkan ke mulut. Wanita tipe seperti ini, bangga sekali jika sepanjang hidupnya bisa gonta-ganti pria. Ia sama sekali tak punya rasa malu, untuk urusan kawin cerai.
  4. Kulit raut wajah tampak sedikit kehijau-hijauan, dari ujung hidung hingga jidat terdapat urat kebiru-biruan, mata ciut gelap suka berkedip. Wanita jenis ini mudah sekali jatuh cinta, bahkan kalau sudah jatuh cinta tanpa perasaan dan siap-siap mencelakakan suaminya.
  5. Mata besar dan lebar, bak mata ikan emas. Hati-hati dengan wanita type ini, dengan perselingkuhannya yang tak pernah puas dengan berbagai jenis pria, sehingga akan berdampak kematian lebih dahulu bagi sang suami tercinta.
  6. Kedua pipinya tembem gembil, suaranya seperti lelaki. Wanita ini sekalipun bisa menjalani perselingkuhan dengan pria lain yang lebih muda, ia gemar melakukan kawin cerai.
  7. Jidatnya nonong sekali, namun hanya pada bagian tengahnya, lancip daun telinganya dan mungil berbalik menghadap ke depan. Wanita dengan ciri demikian suka sekali menikmati perselingkuhan dan terus saja berkeinginan kawin cerai demi mendapatkan kepuasan batinnya.

 

 

WATAK WANITA BERDASARKAN KELAHIRAN

Selain cara katuranggan, ciri wanita yang suka kawin cerai juga bisa dilihat dari weton kelahirannya. Lebih jauh, berikut ini kelahiran-kelahiran wanita yang potensial kawin cerai atau berselingkuh:
  1. Sabtu Pahing: Bisa baik bisa juga jahat. Kalau baik, akan melebihi baiknya. Sebaliknya kalau jahat, akan melebihi sifat kejahatannya.
  2. Selasa Kliwon: Selain tidak patuh atau taat kepada suami, wanita ini mudah sekali terkena rayuan pria.
  3. Selasa Pahing: Selain suka pamer kondisi tubuhnya, wanita ini pun tidak setia dengan suaminya.
  4. Kamis Wage: Mandiri dna banyak rezeki, sehingga mudah sekali merasa lebih dari suami. Jika tak terpuaskan, maka wanita ini akan dengan mudah berselingkuh dengan pria lain.
  5. Minggu Pahing: Banyak rejeki dan terlalu percaya diri. Saking percaya dirinya, wanita ini potensial sekali menyepelekan kedudukan suami. Jika rumah tangga berkecamuk, maka tak segan-segan akan mencari jalan keluar dengan berselingkuh.
  6. Senin Pon: Mudah goyah pendiriannya, dan wanita ini tak pernah puas dengan satu suami.
  7. Selasa Wage: Banyak rezeki dan saudara, hanya saja wanita ini terlalu berani melawan suami dan mudah sekali melakukan perselingkuhan dengan pria lain.
  8. Kamis Legi: Mudah tersinggung dengna sikap suami, wanita ini pun tidak taat dan sangat menikmati perselingkuhan dengan pria lain.
  9. Kamis Pon: Lantaran mudah mencari rezeki, hingga mudah sekali bergonta-ganti pasangan selingkuh. Selain itu, wanita ini pun suka sekali berlaku bohong di depan suami.
  10. Jum'at Wage: Banyak rezeki, namun wanita ini akan berbuat tega dengna suami atau pria lain karena mudah bosan dengan perlakukan pria yang tak bisa memuaskan gelora asmaranya.
  11. Jum'at Legi: Di depan suami wanita ini suka berpura-pura mencintai, padahal dibelakang berkhianat.



Haryadi, Itong R. 2006. Majalah Misteri Edisi 408. Jakarta: Yayasan Sinar Berdiri Jaya.